Mohon tunggu...
Drs. Komar M.Hum.
Drs. Komar M.Hum. Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Al-Izhar dan Fasilitator Yayasan Cahaya Guru

Berbagi dan Menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ngopi Dua: Mewaspadai Kekerasan yang Menyelimuti Kita

14 September 2019   23:27 Diperbarui: 14 September 2019   23:45 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://theblazingcenter.com

Ali      :    Mengapa senior menganggap yunior sebagai pesaing?

Lia     :    Karena para pendatang baru tersebut mempersempit ruang gerak para penghuni lama, sehingga suka atau tidak suka, mereka harus berbagi segenap sumber daya yang ada di kampus tersebut.

Ila      :    Dalam skala yang berbeda, mungkin mirip kondisi di sebuah keluarga ya? Saat jumlah anggota keluarga bertambah karena lahirnya bayi baru, maka sang kakak (senior) akan merasa tersaingi oleh sang adik karena harus berbagi segalanya dengan adiknya.

Lia     :    Kurang lebihnya begitu. Dalam kasus STPDN, karena perasaan takut tersaingi yang begitu mengakar dalam pikiran bawah sadar sang senior yang tidak mampu dikendalikannya, maka lahirlah kekerasan yang dibungkus dengan diksi "pembinaan" terhadap yunior.

Ali      :    Bukankah fenomena tersebut terjadi pada masyarakat kita secara umum dalam berbagai variasinya, mulai dari lingkungan tempat tinggal kita, lembaga birokrasi, hingga kekerasan dalam skala global, berwujud konflik bersenjata?

Lia     :    Betul. Justru inilah yang sangat mengerikan dan harus kita waspadai. Disadari atau atau tidak, diakui atau tidak, kekerasan telah menyelimuti dan membayang-bayangi kita, walaupun kita  tidak merasakan bayang-bayang itu. Kekerasan mengancam manusia, tetapi manusia hidup seakan tanpa ancaman. Kekerasan hadir setiap saat, seperti udara yang ada di mana-mana. Manusia menghirupnya tanpa merasa, bahwa hawa kekerasan masuk sebagai nafas yang menghidupinnya.

Ila      :    Kok bisa?

Lia     :    Selain itu, kekerasan juga mudah menular, berjangkit, bagaikan wabah penyakit. Jika seorang mengalami tindak kekerasan, ia akan mencari sasaran lain untuk melampiaskan dendam akibat kekerasan yang dideritanya. Demikianlah, dalam sekejap, orang banyak bisa ketularan kekerasan, saling meneror, menyiksa, dan membunuh, tanpa ada habisnya. Dalam sekejap pula, kekerasan dapat membalikan kesan tentang kehalusan budi dan kebaikan manusia. Manusia yang halus dan ramah, juga wanita yang terlihat lembut, cantik, rapi, dan sopan, tiba-tiba bisa geram dan lepas kendali begitu virus kekerasan merasuki dirinya. Mereka yang sehari-hari terlihat alim dan saleh, tiba-tiba rela terbercik darah, ketika terbakar oleh api kekerasan. Kekerasan menegaskan bahwa batas antara kelembutan dan nafsu yang ganas dan kasar itu, ternyata tipis sekali. Sedikit saja disusupi oleh kekerasan, manusia yang nampak lembut dan halus, bisa langsung tergelincir ke dalam kekerasan dan kebrutalan.

Ali      :    Saya bisa paham sekarang, mengapa tidak ada tempat atau wadah yang dikecualikan dari kekerasan, dan tidak ada institusi yang tidak disusupi oleh kekerasan. Negara, institusi militer, lembaga pendidikan, birokrasi, parlemen, dunia bisnis, keluarga, dan bahkan agama serta teks-teks kitab suci banyak menampilkan kisah-kisah konflik dan kekerasan.

Ila      :    Ah, sok tau kamu. Mana mungkin agama dan teks suci menampilkan kekerasan. Bukankah keduanya merupakan fondasi moral manusia?

Lia     :    Memang begitulah realitasnya, walaupun kita berharap sebaliknya. Akar konflik dan kekerasan dapat ditelusuri pada beberapa kitab suci. Misalnya kisah simbolik dalam Quran surat al-Baqarah ayat 34 hingga 36, ketika Iblis (sebagai senior) terlibat konflik dengan Adam (sebagai yunior), yang didasari oleh perasaan superioritas dan kecemburuan Iblis terhadap Adam, dan berakibat pada pengusiran Adam dari surga. Kisah selanjutnya adalah konflik antara Qabil (sang kakak) yang membunuh Habil (adiknya), yang juga dilandasi oleh perasaan lebih unggul dan rasa iri sang kakak terhadap adiknya. Berikutnya dalam Kitab Perjanjian Lama juga dikisahkan, karena Ibrahim dijanjikan Tuhan wilayah Kanaan sebagai tempat kudus bagi dia dan keturunannya, maka implikasinya adalah Ibrahim harus terlibat konflik dengan suku-suku penghuni awal, yang berujung pada pengusiran dan pembunuhan penduduk setempat. Begitu juga dengan Musa yang memukul dan membunuh seorang Mesir. Sepeninggalan Musa, Yosua, memimpin perjalanan Bangsa Yahudi ke tanah yang dijanjikan dan melakukan ekspedisi militer yang sangat brutal, di mana setiap kali sebuah kota ditaklukan, maka kota itu diberi status "terlarang", yang berarti penghancuran total serta pemusnahan penduduknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun