Mohon tunggu...
Sosbud

Perampasan Tanah di Sanggau, Tanah Petani Dicaplok Perusahaan Sime Darby Malaysia

12 November 2017   20:15 Diperbarui: 12 November 2017   20:21 1656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sime Darby Malaysia, sumber gambar: figaromodels.com.my

Sebagai salah satu provinsi yang memiliki wilayah sangat luas, Kalimantan Barat merupakan surga bagi investor kelapa sawit. Hadirnya perkebunan kelapa sawit dipandang akan membawa kebaikan bagi warga lokal. Namun ternyata, kenyataannya tak seindah itu juga.

Berbagai konflik muncul mengiringi hadirnya perkebunan sawit di Kalimantan Barat. Misalnya kita bisa lihat dari data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang menyebutkan bahwa selama tahun 2008-2011, konflik antara investor perkebunan sawit dan masyarakat mencapai 280 kasus. Data AMAN Kalbar menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2011 saja, terdapat 67 kasus konflik agraria yang terjadi di provinsi itu.

Salah satu kasus yang disoroti adalah yang terjadi dengan PT MAS di Sanggau, Kalimantan Barat. Dalam kasus ini, Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki perusahaan memasukkan tanah adat dan fasilitas umum lainnya, seperti instansi pemerintah dan tempat ibadat ke dalam peta HGU. Selain itu tanah kebun plasma yang merupakan milik para petani plasma masuk juga ke dalam peta HGU seluas 2.547 Ha.

Kasus tersebut melibatkan perusahaan Sime Darby yang menanamkan modal dan mengendalikan 64% saham di PT Mitra Austral Sejahtera (PT MAS). PT MAS, sebelumnya adalah PT Ponti Makmur Sejahtera, telah beroperasi di tanah masyarakat Dayak Ribun di kampung Kerunang dan kampung Entapang sejak tahun 1995/1996 dengan luas 1.462 hektar.

Kasus itu bermula pada saat sosialisasi tahun 1995/1996, PT MAS menjanjikan akan membangun kebun plasma, membangun jalan, sarana dan prasarana, perumahan, rumah sakit, tempat ibadah, lapangan olah raga, sekolah, beasiswa, penerangan, dan mengutamakan lapangan pekerjaan bagi anggota masyarakat dari Kerunang dan Entapang. Setelah mempertimbangkan janji-janji tersebut, masyarakat Kerunang dan Entapang setuju untuk meminjamkan tanah adat untuk ditanam kelapa sawit selama 25 tahun.

Namun, tanpa konsultasi dan persetujuan masyarakat Kerunang dan Entapang, PT MAS mengajukan permohonan Hak Guna Usaha atas tanah tersebut dan mendapatkan Hak Guna Usaha pada tahun 2000. Itu artinya PT MAS telah mengkhianati perjanjian sebelumnya dan menghilangkan hak atas tanah masyarakat adat Dayak Ribun di Kerunang dan Entapang. Masyarakat tetap berpegang teguh dengan apa yang telah disepakati bersama dan dijanjikan pada tahun 1995/1996 bahwa tanah hak adat masyarakat Kerunang dan Entapang dipinjam untuk ditanami kelapa sawit hanya 25 tahun.

Konflik antara masyarakat Kerunang and Entapang dan PT Mitra Austral Sejahtera (MAS), khususnya di wilayah Perkebunan PT MAS II di Sanggau telah berlangsung lama. Konflik tersebut bahkan pecah terbuka pada tahun 2007 dimana 5 orang warga kampung ditangkap dan 4 diantara mereka diganjar hukuman menjalani 2 tahun penjara. Konflik tersebut disebabkan tanah yang dikuasai oleh perusahaan tanpa persetujuan masyarakat; yang kemudian berkembang menjadi masalah kemitraan antara perusahaan sebagai perusahaan inti dan masyarakat sebagai petani plasma, disertai dengan pengingkaran jani-janji dan intimidasi serta ancaman/teror.

Masyarakat telah berusaha menyelesaikan konflik tersebut melalui upaya-upaya litigasi dan non litigasi. Sejak 2007, masyarakat telah menjadikan RSPO sebagai salah satu strategi untuk penyelesaian konflik. Setiap pertemuan tahunan RSPO, masyarakat membawa kasus konflik ini dan memberitahukan parapihak pemangku kepentingan bahwa konflik tersebut masih belum diselesaikan

Kesalahan ini sebenarnya telah masuk ranah hukum, tetapi tidak ada tindakan hukum oleh Pemerintah. Selain masalah HGU, ditemukan juga bahwa dokumen AMDAL PT. MAS yang agak janggal karena penerbitan AMDAL yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan dan Perkebunan adalah diluar kebiasaan dan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL.

Situasi tata kelola perkebunan sawit yang carut marut ini juga diakibatkan penegakan hukum yang lemah dan tidak berpihak kepada rakyat yang menjadi korban dari ekspansi perkebunan kelapa sawit. Hal ini juga diperburuk dengan tidak adanya sanksi tegas dari pemerintah kepada perusahaan yang mengabaikan tanggung jawab sosial dan tanggung jawab lingkungan dalam pengelolaan perkebunan.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun