Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apakah Amerika Salah dalam Situasi di Taiwan?

14 Agustus 2022   16:37 Diperbarui: 14 Agustus 2022   18:01 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto via Kompas.com

Serangan Pearl Harbor pada tanggal 7 Desember 1941 yang dilakukan Jepang tidak hanya dapat dilihat sebagai pukulan telak bagi Amerika tetapi sekaligus menjadi alarm keras bagi pemerintah AS dalam melindungi negara nya.

Bagaimana wajah Amerika sekarangi jika dahulu penyerangan sampai pada daratan utama mereka karena saat itu bisa dikatakan bahwa benteng pertahanan mereka di pasifik jebol.

Pukulan telak Amerika tidak hanya sebatas hancurnya pangkalan laut dengan armada kapal perang mereka yang berbasis disana tetapi juga pesawat perang mereka dimana setidaknya ada 188 pesawat yang hancur dan 159 buah mengalami kerusakan berat.

Pesawat pesawat mereka meliputi pesawat perang (combat aircraft) dan pesawat pembom mulai dari jenis ringan hingga berat seperti Boeing B-17 Flying Fortress.

Kini benteng mereka terancam kembali dengan adanya ketegangan di kawasan Laut China Selatan dan aktivitas militer China berupa apa yang China klaim sebagai "latihan".

Semua ini dapat dikatakan bermula dari serangan Pearl Harbor tersebut tepatnya pada Perjanjian Damai San Francisco (San Francisco Treaty) yang ditandatangani oleh 49 negara pada tanggal 8 September 1951 yang menandakan berakhirnya Perang Dunia ke II.

Dari 49 negara yang menandatangani perjanjian tersebut, pihak Amerika tidak mengundang perwakilan negara China dan Korea dengan alasan yang sama yaitu dalam menentukan siapa yang mewakili -- China dengan PRC atau ROC dan Korea dengan Korea Selatan atau Utara.

Pada pasal 2 perjanjian tersebut dinyatakan bahwa "Japan has renounced all right, title, and claim to Taiwan (Formosa) and Penghu (the Pescadores) as well as the Spratley Islands and the Paracel Islands'.

Ini memang sesuai dengan salah satu maksud dari perjanjian ini yaitu mengembalikan daerah atau negara yang dikuasai sebelumnya oleh Jepang ke daerah atau negara sebelum pendudukan Jepang oleh pasukan aliansi yang dipimpin oleh Amerika (Occupation of Japan) dimana salah satu daerah yang dikembalikan adalah Taiwan.

Akan tetapi tidak ada pernyataan mengenai penyerahan kedaulatan Taiwan kepada Republic Of China dan itu apa yang kita semua lihat kini.

Isi dari pasal 2 pada perjanjian San Francisco juga konfirmasi kembali pada Perjanjian Taipei (Treaty of Taipei) antara Jepang dan Repulic of China pada tanggal 28 April 1952 namun baik Perjanjian San Francisco maupun Perjanjian Taipei tidak menyelesaikan masalah kedaulatan wilayah Taiwan.

Menteri Luar Negeri Amerika ketika itu, John Foster Dulles yang terlibat pada penyusunan perjanjian San Francisco mengatakan bahwa perjanjian San Francisco tidak menyerahkan kedaulatan Taiwan kepada siapapun karena menganggap bahwa masalah Taiwan adalah masalah internal China.

Pada penandatangan perjanjian San Francisco, China tidak diundang karena masih ada perdebatan apakah People's of Republic of China atau Republic of China yang mewakili negara China.

Lahirnya Aliansi Pertahanan

 

Selain dari perjanjian San Francisco yang ditandatangani pada hari itu juga ditandatangani pula perjanjian aliansi militer antara Amerika dan Jepang atau yang dikenal dengan Security Treaty.

Perjanjian aliansi militer ini menandakan pula awal dari sistem pertahanan Amerika yang disebut dengan San Francisco System, dimana pada sistem ini diterapkan Hub and Spokes -- istilah yang juga iterapakan pada penerbangan sipil.

Pada sistem ini Amerika menjadi Hub sedangkan beberapa negara yaitu Korea Selatan, Jepang, Australia, Taiwan, Filipina, Thailand dan Selandia Baru menjadi Spokes.

Perjanjian aliansi militer ini banyak mengundang penolakan di masyarakat Jepang hingga akhirnya direvisi dan diubah menjadi Treaty of Mutual Cooperation and Security between the United States and Japan yang efektif berlaku pada tanggal 23 Juni 1960.

Beberapa Kejadian yang Membingungkan

Status kedaulatan Taiwan sebenarnya sudah tergambar pada.perjanjian San Francisco dan bahkan jika kita kembali agak mundur sedikit tepatnya pada acara pengakuan resmi dari Jepang atas kekalahan mereka di kawasan China akan semakin menguatkan.

Ada ulasan yang menarik dari seorang profesor dari universitas Tamkang di Taipei yang bertajuk "The San Francisco Peace Treaty and the lack of conclusions on Taiwan's international status"  dimana pada awal ulasannya sang profesor menyinggung upacara pengakuan kekalahan Jepang di kawasan China pada 2 September 1945 dan dilanjutkan dengan penandatangan deklarasi antara Jepang, Amerika dan ROC pada tanggal 9 September 1945 di Nanjing, China sebagai pengakuan resmi kekalahan dari Jepang dan salah satu perjanjian dalam rangkaian berakhirnya Perang Dunia ke 2.

Pada perjanjian tersebut ROC diwakili oleh General Hsu Yung-Chang namun penandatangan deklaraai dilakukan di Nanjing yang "berlokasi" di daratan China yang sekarang bagian dari China (PRC).

Pada dasarnya Treaty of San Francisco bukan untuk menyelesaikan masalah kedaulatan Taiwan tetapi hanya untuk menandakan berakhirnya Perang Dunia ke 2 yang termasuk didialamnya terdapat pasal dimana daerah daerah pendudukan oleh Jepang semasa perang dikembalkkan atau di restore, termasuk Taiwan.

Kepada siapa Taiwan dikembalikan ataupun siapa yang dahulu lebih berwenang mewakili China dan dimana berbagai perjanjian seharusnya dilakukan, itu sebenarnya bisa kembali ke masalah internal China saat itu yang hingga kini masih terjadi.

Posisi Amerika yang sejak perjanjian San Francisco maupun perjanjian lain yang berkaitan dengan kedaulatan Taiwan sudah konsisten hingga kini dengan menganggap masalah Taiwan sebagai masalah internal China sendiri, akan tetapi dalam menjaga stabilitas diikawasan dimana Amerika menerapkan konsep sistem pertahanan Hub and Spokes nya Amerika akan tetap mengacu pada San Francicso System dimana ada keterlibatan negara negara dikawasan Laut China Selatan yang masuk dalam sistem tersebut termasuk Taiwan.

Apakah China akan mengisolasi Taiwan dengan mem blok enam buah poin atau blok pintu masuk ke kawasan perairan Taiwan ataupun melakukan annexation terhadap Taiwan memang bisa dikembalikan sebagai masalah internal China .

Namun ketika ada yang mengusik stabilitas wilayah Taiwan yang masuk dalam San Francisco System dengan alasan apapun maka Amerika dan negara negara lain yang masuk pada Hub and Spokes nya tidak salah untuk juga bertindak.

Pertanyaan kemudian apabila sebelumnya pihak pemerintah AS hanya mengirim utusan berupa delegasi ke pemerintah Taiwan yang bisa "diartikan" sebagai kunjungan tidak resmi maka kenapa tiba tiba Ketua DPR Amerika mendarat di Taiwan layaknya sebagai kunjungan dari negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan, sebuah kontradiksi dimana Amerika hanya memiliki Kedutaan Besar di Beijing untuk negara China dengan One China Policy nya

Apakah ini jus politik Amerika dengan bahan bahan propaganda, kontradiksi dan conflict initiation dan bahkan dengan tambahan conflict escalation ?.

Bisa juga demikian namun dengan dasar Perjanjian San Francisco dan San Francisco System, hal ini bisa terbantahkan.

Referensi: 

Satu Dua Tiga Empat Lima

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun