Sampai tulisan ini dibuat, ada guru integritas profesinya patut dipertanyakan. Memberi perhatian ke murid berdasarkan unsur suka dan tidak suka akan latar belakang sosial ekonomi orang tua.Â
Program kerjanya terkesan tidak terencana. Meminta sumbangan atau iuran mandiri secara mendadak, lewat WA grup orang tua murid.Â
Lemahnya karakter masih diperlihatkan oleh guru di sebuah SMP Negeri di kabupaten Sleman bagian timur. Salah satu orang tua murid (22/9/25) mengeluh bahwa kepala sekolah sulit ditemui dengan alasan sering tugas luar.
Anaknya sering mendapat bully dari teman di sekolah. Pertama, masker yang dipakai anaknya dipotong dengan gunting. Lain waktu, Â anaknya mendapat bully, diancam menggunakan pisau cutter. Sambil berkata "Pindah kamu dari sekolah ini !", hingga mengakibatkan luka di tangan.
Semua itu sudah dilaporkan ke guru kelas namun kurang mendapat tanggapan serius. Bahkan tanpa sepengetahuan dan izin orang tua murid, sekolah melakukan tes psikologi terhadap anaknya.Â
Wakil kepala sekolah tersebut merangkap jabatan sebagai bendahara komite sekolah. Ini melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah.Â
Pasal 4 ayat 3 menyebutkan yang dilarang menjadi anggota Komite Sekolah adalah pendidik dan tenaga kependidikan dari sekolah yang bersangkutan. Penyelenggara sekolah yang bersangkutan. Pejabat pemerintah atau pemerintah daerah yang membidangi pendidikan. Larangan berlaku untuk semua posisi termasuk kepala, sekretaris dan bendahara Komite Sekolah.
Kasus yang terjadi memang sporadis tetapi menunjukkan bagaimana masalah karakter merupakan keprihatinan tersendiri dalam bidang pendidikan.Â
Demikian halnya orang tua, lemah dalam memberi teladan perilaku berkarakter. Tidak sedikit orang tua suka mencari jalan pintas untuk mencapai hasil. Mengingkari proses, menginginkan atau mendapatkan sesuatu secara instan.