Mohon tunggu...
KKM223_LintangGanten
KKM223_LintangGanten Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Akun ini dibuat untuk sebuah hasil karya setiap apa yang didapatkan saat melakukan kegiatan KKM kelompok 223 UIN Malang. Tepatnya di Dusun Ganten Desa Tulungrejo Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kehidupan Bersejarah Peninggalan Candi Ganter

19 Januari 2023   00:30 Diperbarui: 19 Januari 2023   00:33 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dusun Ganten Desa Tulungrejo (dokpri)

Desa Tulungrejo kecamatan Ngantang, kabupaten Malang, Jawa Timur menyimpan catatan cerita menarik tentang sejarah "Palagan Ganter", perang terbesar dua kerajaan besar Jawa Timur, Panjalu Jayati, Kediri. Raja Maharaja Jayabhaya bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataraninditha Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa Tumapel Jayati dengan Raja Ken Arok dengan Sri Ranggah Rajasa sang Amurwabhumi. Pada tahun 1220-1222 M Perang Dua Tahunan dimenangkan oleh Tumapel, Singosari. Seperti yang tertulis dalam beberapa prasasti yaitu Prasasti Wurandungan atau Kanuruha/Kanjuruhan B tahun 944 M, prasasti Hantang/Ngantang tahun 1135 M, prasasti Selobrojo tahun 1336 Saka atau tahun 1414 M. dan buku Pararaton yang menggambarkan pertempuran di Ganter 1.220 M -- 1222 M.

Wisata prasejarah, salah satu peninggalan Kerajaan Singhasari, Candi Ganter di Kabupaten Malang. Bupati Malang meresmikan Candi Ganter di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang untuk dijadikan destinasi wisata baru. Diketahui, masyarakat setempat belum lama ini menemukan Candi Ganter. Candi tersebut diyakini sebagai salah satu peninggalan kerajaan Singhasari. Sanusi sebagai Bupati Malang meminta Dinas Pariwisata Kabupaten Malang untuk selalu menjaga situs-situs bersejarah yang ada di wilayahnya. Sanusi percaya bahwa Candi Ganter memiliki potensi untuk dikembangkan.

Dalam Kitab Pararaton tertulis peristiwa penting yang menjadi tonggak sejarah berdirinya Kerajaan Singosari, peristiwa tersebut adalah Pertempuran Ganter. Tahun 1144 Saka atau 1222 Masehi. terjadi pertempuran antara kerajaan Dhaha di bawah kekuasaan Kertajaya dengan kerajaan Tumapel di bawah kekuasaan Ken Arok dan berakhir dengan kemenangan Ken Arok dan berakhirnya masa pemerintahan dari Kertajaya.

Menurut beberapa sumber kuno, Pertempuran Ganter terjadi di Dusun Ganten, Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Berdasarkan prasasti Hantang terbitan tahun 1057 Saka atau 1135 Masehi, wilayah Hantang atau sekarang disebut Ngantang berstatus daerah otonomi khusus (terdiri dari 12 desa kuno) khusus pada masa pemerintahan raja Mendapat keistimewaan dari Kerajaan Panjalu dibawah pemerintahan Jayabaya. Keistimewaan ini diberikan setelah Mpungku Naiyayikarsana memohon restu dari Prabu Jayabaya untuk menyeimbangkan kedudukan wilayah Hantang dalam Gajapada dan Nagapuspa yang tertulis diatas Linggapala. Prasasti itu ditulis dengan huruf kuadrat yang besar dan melintang, sedangkan di tengahnya ada cap kerajaan berbentuk "Narasinga", yang bertuliskan Panjalu Jayati atau Kediri Menang. Seperti dikutip dari terjemahan kitab Pararaton: "Raja Dandhang Gendis mundur dari pertempuran dan melarikan diri bersama kuda pengiringnya, kuda pembawa payung dan pembawa tempat sirih, mangkok air dan tikar, menuju kerajaan para dewa yang bergelantungan di langit untuk bangkit ke surga". Raja Dandhang Gendis adalah nama Raja Kertajaya, dan menariknya, Kertajaya bersembunyi di sebuah candi atau pararat bernama "Kerajaan Para Dewa" yang kemungkinan tidak jauh dari lokasi Perang Ganter.

Pada saat itu, candi dianggap sebagai daerah yang netral dan sakral dan berada di bawah perlindungan para dewa, tidak ada setetes darah pun yang secara otomatis jatuh di sekitarnya, baik itu teman atau musuh. Letak candi berada di daerah perbukitan atau pegunungan, atau yang disebut Pararaton sebagai "angkasa" karena bukit atau pegunungan itu sejajar dengan kepercayaan zaman sebagai tempat berlindung para dewa. Ungkapan "diikuti kuda, kuda berpayung dan pembawa sirih, mangkok air, permadani yang diangkat ke langit" memperkuat dugaan bahwa Prabu Kertajaya bersembunyi di candi tersebut. Candi yang tertulis dalam Kitab Pararaton ini diklaim sebagai Candi Ganter dan candi tersebut sebenarnya masih dalam keadaan terapung karena belum ada keterangan resmi dari pihak berwenang yang menangani artefak kuno.

Namun, warga setempat percaya bahwa batu bata kuno yang ada di gundukan tersebut berstatus kuno dan diyakini sebagai bagian dari kompleks candi. Candi ini terletak di ketinggian 894 mdpl. Jika Anda menarik garis lurus dari Balai Desa Tulungrejo ke tempat batu bata tua ini berjarak 2 kilometer. Berdasarkan koordinat, batu bata kuno tersebut kini berada di 749'38.3" Lintang Selatan dan 11223'36.4" Lintang Timur.

Saat ini status Candi Ganter hanya berupa susunan batu bata kuno yang tidak beraturan, atau terus tersebar dari atas ke bawah bukit. Ada 2 jenis bata tua yaitu andesit dan bata merah.

Selain itu, juga terdapat Prasasti Hantang atau biasa disebut dengan Prasasti Ngantang yang merupakan prasasti batu yang ditemukan di daerah Ngantang, Malang, Jawa Timur. Prasasti ini memiliki kalender lunar tahun 1057 Saka (1135 Masehi). Tulisan ini ditulis dalam Kawi atau aksara dan bahasa Jawa kuno. Ada yang istimewa dari prasasti Ngantang yaitu gambar Narasingha yang ditulis dengan huruf kuadrat yang besar di tengah stempel kerajaan dengan semboyan Panjalu Jayati artinya Kadiri jaya. Catatan ini dibuat sebagai buku penggalangan dana dalam pengabdian masyarakat desa Hantang dengan 12 Dukuh yang datang ke wilayahnya dan tetap setia kepada kerajaan Kediri dalam perang melawan kerajaan Janggala. Dari prasasti tersebut terlihat bahwa Sri Jayabaya adalah raja Kediri yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya dengan Panjalu atau Kediri.

Prasasti itu berisi rincian pemberian keistimewaan kepada warga Desa Hantang. Pemberian prasasti ini dikarenakan penduduk desa Hantang yang wilayahnya meliputi 12 desa datang menghadap raja melalui Mpu Naiyayikarsana dan meminta agar prasasti yang mereka miliki merupakan pemberian dari raja yang dikabulkan dalam Gajapada dan Nagapuspa (ribta) yang tertulis di daun lontar dapat dipindahkan ke batu (lingpala) dan ditambah dengan hadiah dari Raja Jayabaya sendiri. Raja Jayabaya mengabulkan permintaan tersebut dan mengingat bahwa rakyat Hantang menunjukkan pengabdian yang tulus kepada raja, dibuktikan dengan menyerahnya Cancu Tan Pamusuh dan Cancu Ragadaha, dan ketika ada upaya untuk memisahkan (Perang tahta) mereka tetap setia kepada raja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun