Orang-orang yang menyadari jika Anda terlalu sering berbohong, pada akhirnya tidak akan lagi mempercayai Anda dan menyematkan predikat "pembohong" pada diri Anda. Mereka mungkin juga akan mengucilkan Anda di lingkungan.
Begitu pula para pejabat dan politisi yang hobi melakukan "paltering". Masyarakat yang terus dibohongi, akan mengalami krisis kepercayaan terhadap figur publik.
Selain mempunyai akibat sosial, ternyata kebiasaan berbohong juga memengaruhi kondisi kesehatan. Kebiasaan berbohong juga bisa meningkatkan risiko gangguan kecemasan, depresi, serta risiko kanker. Selain itu, berbohong juga bisa berisiko menurunkan kualitas hubungan inter-personal serta kepuasan kerja.
Hal itu disebabkan meningkatnya level stres pada seseorang ketika berbohong. Akan muncul beban emosional dan fisik yang dialami oleh seorang pembohong. Apalagi, berbohong sering kali harus diikuti dengan kebohongan berikutnya.
Sebagai orangtua, berhati-hatilah saat berbohong saat Anda sudah pnuya anak. Karena, mereka akan belajar kebiasaan serupa dari orangtua mereka. Saat anak menyadari orangtua sudah berbohong, mereka akab menganggap kebohongan sebagai hal yang diperbolehkan, lantas meniru kebiasaan buruk itu.
Kejujuran tidak selalu menyenangkan. Namun, mendapat suatu kebohongan justru jauh lebih menyakitkan. Kita bisa mengungkapkan hal sebenarnya (jujur) sambil mengupayakan jalan keluar.