Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Keusangan Terencana, Misteri di Balik Gawai yang Mudah Rusak

19 September 2021   11:32 Diperbarui: 12 April 2022   11:26 2833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Thomas Imo/Photothek /Getty Images

Gagasan mengenai keusangan terencana tentu bukan hal baru. Ide itu pertama kali ditulis pada tahun 1928 lalu oleh pelopor pemasaran AS, Justus George Frederick.

Ia menganggap perlu guna mendorong konsumen agar mau membeli berbagai produk yang selalu ditingkatkan. Tidak untuk menggunakannya, tetapi supaya mereka membuangnya karena dampak umur pemakaian yang singkat. Strategi tersebut sekaligus untuk mengaktifkan serta menggenjot volume perdagangan.

Hampir seabad sejak Frederick pertama kali mencetuskan keusangan terencana, idenya kini ada di mana-mana. Banyak perusahaan yang memakai strategi itu. Kita seolah sedang tenggelam di antara puing-puing produk yang dibangun di atas konsep keusangan terencana.

Strategi itu dipakai untuk mendongkrak angka penjualan jangka panjang dengan jalan memperpendek durasi pembelian berulang. Akibatnya, itu akan memaksa konsumen untuk terus membeli produk yang baru. Sebetulnya mereka bisa-bisa saja merancang produk yang lebih awet, tetapi kebijakan itu tak menguntungkan.

Produsen akan memastikan produknya cepat usang sebelum benar-benar perlu diganti. Lalu, mereka akan meluncurkan model baru dengan banyak peningkatan dibanding versi-versi sebelumnya. 

Cara itu dilakukan agar pada kemudian hari konsumen merasa perlu untuk membeli produk dan layanan terbaru yang dirilis pabrikan sebagai subtitusi produk yang lama (usang).

Sumber: Thomas Imo/Photothek /Getty Images
Sumber: Thomas Imo/Photothek /Getty Images

Praktik itu kerap kali kita jumpai pada berbagai jenis produk dengan inovasi teknologi yang sangat cepat, taruhlah smartphone serta komputer. Produk-produk berteknologi lama akan segera ketinggalan zaman serta berpotensi kehilangan pasar jika tidak diperbarui. Hal itu juga didukung oleh hasrat tinggi masyarakat yang selalu menginginkan produk terbaru dengan kualitas terbaik.

Intel dan Microsoft selalu mengadopsi taktik itu kala merancang prosesornya. Mereka sudah mulai mengerjakan chip PC generasi berikutnya sebelum lantas memasarkan produk terakhir. Hal yang sama juga bisa ditemukan pada produk lain yang memerlukan perangkat lunak.

Software terbaru kerap diperhitungkan dengan cermat guna mengurangi nilai kegunaan versi sebelumnya. Tujuan itu dicapai dengan cara membuat program hanya kompatibel dalam versi terbaru. Dengan kata lain, versi terbaru mampu membaca semua aplikasi dan program versi lama, tetapi tidak sebaliknya.

Apakah kalian pernah menerima sebuah notifikasi yang menyebut bahwa aplikasi tertentu sudah tak akan lagi bisa dipakai pada perangkat lama Anda? Nah, saat itu lah keusangan terencana sedang bekerja!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun