Kebijakan pembangunan dan renovasi kantor serta rumah dinas dengan pagu anggaran besar kerap dikritik lantaran dinilai sebagai pemborosan, apalagi di tengah pandemi. Hal itu menunjukkan syahwat kekuasaan yang terlalu tinggi, sehingga mereka sering mengabaikan masyarakat yang sedang kesusahan.
Terlebih banyak rakyatnya yang tengah sekarat. Angka kemiskinan meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jumlah orang miskin pada bulan Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang. Jumlah itu hanya menurun tipis 0,01 juta orang dibanding September 2020. Namun, jika dibandingkan pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin naik 1,12 juta orang.
Tampaknya, derajat kantor dan rumah dinas jauh lebih tinggi daripada situasi ekonomi warga yang memprihatinkan. Mereka juga terbukti tak pandai dalam menentukan skala prioritas.
Banyak pejabat yang tetap ngotot untuk melanjutkan proyek dengan berlindung di balik PP No. 40/1994 tentang Rumah Negara sebagai landasan hukumnya.
Apalagi, beleid itu tidak mengatur nilai maksimal anggaran. Sehingga, pejabat bisa leluasa dalam menghabiskan uang negara untuk program-program yang tidak ada implikasinya secara langsung dengan kesejahteraan masyarakat.
Benar bahwa kebijakan membangun dan merenovasi rumah dinas tak melanggar aturan. Penganggarannya pun dilindungi dan dijamin oleh regulasi pemerintah.
Akan tetapi, sebagai pejabat, hendaknya mereka memiliki kepekaan sosial dalam menghadapi situasi krisis. Ketika rakyat mengalami kesulitan, harusnya mereka bisa menahan diri dan belajar berempati.
Masyarakat akan lebih mengapresiasi andai mereka mau menunda hasratnya untuk melanjutkan proyek, setidaknya sampai pandemi bisa terkendali. Akan lebih bijak jika anggaran itu digunakan untuk program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat luas.