Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Cinta Ditolak "Dukun Tinder" Bertindak

18 Oktober 2020   21:01 Diperbarui: 19 Oktober 2020   13:57 1256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tinder | derbytelegraph.co.uk

Jodoh merupakan misteri Tuhan yang paling seksi. Bagi yang tidak menghargai keseksian itu, dukun kerap dipilih sebagai solusi. Di era modern, dukun menjelma dalam versi digital, Tinder salah satunya.

Memiliki pasangan yang ideal menjadi dambaan bagi setiap orang. Bahkan tak jarang yang menghalalkan segala cara agar bisa bertemu dengan sang pujaan hati yang telah lama diidam-idamkan.

Orang bilang jodoh di tangan Tuhan, tetapi hingga detik ini masih saja ada orang yang memasrahkan jodohnya lewat cara-cara yang tak semestinya.

Perkara jodoh itu tidak hanya rumit, melainkan juga sangat komplikatif. Sampai-sampai banyak yang dibuat pusing tujuh keliling jika berurusan dengan jodoh dan tetek bengek-nya.

Orang zaman dahulu lebih memercayai dukun oleh karena minimnya opsi pada saat itu, terutama yang berkaitan dengan jodoh. Jika dirasa pujaan hati tak kunjung datang, maka dukun lah solusinya.

Cinta memang rumit. Ketika kita sudah menaruh hati kepada seseorang, bisa jadi ia akan sefrekuensi dengan diri kita. Dan bila gayung bersambut, maka perjalanan cinta kita dapat berlanjut ke jenjang yang lebih serius. Namun, tidak jurang pula yang justru bertepuk sebelah tangan lalu dicampakkan, sehingga meninggalkan luka hati yang mendalam nan menganga.

Kondisi tersebut yang lantas melahirkan frasa "Cinta ditolak, dukun bertindak." Ajian, mantra, susuk, ataupun ilmu-ilmu gelap lain dianggap sebagai jalan keluar untuk merebut hati sang pujaan tanpa memedulikan dampak buruknya.

Sejatinya jangkauan dukun tidak melulu perkara jodoh, sebab semua yang melekat di muka Bumi ini bisa "kelar" melalui perantara ahlinya ahli, intinya inti, core of the core, yang mewujud seorang dukun. Dibanding hal-hal lain, persoalan asmara lah yang keseksiannya seng ada lawan dan tidak akan pernah bosan dibahas.

Tentunya kita sudah tidak asing dengan ajian-ajian semacam jaran goyang atau semar mesem yang pernah dipopulerkan Nella Kharisma dalam sebuah lagu.

Bahkan di era modern pun masih banyak orang yang memanfaatkan jasa dukun untuk mendapatkan jodoh. Entah apa yang ada di benak mereka hingga masih memercayai "orang-orang pintar" itu.

Mungkin penuturan wanita berikut ini bisa menjadi salah satu contohnya. Kepada Merdeka.com, sebut saja Norma, 28 tahun, menuturkan bahwa ia pernah menggunakan jasa seorang dukun.

Sebelum dia memantapkan hati lantas memutuskan untuk menikah, Norma sempat mendatangi dukun meski sudah memiliki pacar. Ia merasa penasaran apa benar pacarnya itu yang akan menjadi belahan jiwanya kelak.

Ada 3 hal yang membuat Norma nekat menggunakan jasa dukun, yakni faktor usia, kasih tak sampai, dan kebingungan dalam menentukan pilihan hati.

"Ya alasannya takut akan umur jadi dipilih cara instan lewat dukun, jodoh tak kesampaian terus biar bisa dapat itu orang lewat dukun, dan bingung memilih pasangan akhirnya dibawa beberapa foto cowok untuk ditanyakan ke dukun yang cocok yang mana," ujar Norma kepada Merdeka.com.

Uniknya, meski sudah memakai bantuan dukun, Norma mengaku, bahwa faktor keberhasilan untuk dipertemukan oleh jodoh adalah fifty-fifty. Yang membuat dirinya berhasil bertemu jodoh, menurut penilaian Norma, bukan karena faktor dukun, melainkan karena sudah saatnya ia dipertemukan dengan jodohnya.

Tidak menutup kemungkinan banyak Norma-Norma lain di luar sana yang masih menggunakan jasa dukun demi memaksakan takdir Tuhan agar segera dipertemukan dengan belahan jiwa.

Jodoh merupakan misteri Tuhan yang paling seksi. Bagaimana tidak, entah berapa ribu tetes air mata, resah, serta gelisah yang harus ditempuh seorang jomlo sebelum bertemu pujaan hatinya. Bukankah itu seksi?

Ilustrasi Tinder | tangkapan layar dari Tinder.com
Ilustrasi Tinder | tangkapan layar dari Tinder.com
Mendesaknya kebutuhan jomlowan dan jomlowati dalam perburuan sang kekasih hati melahirkan beragam platform "mak comblang" di era digital, misalnya saja Tinder, OKCupid, Badoo, Bumble, Setipe, Tantan, Taaruf ID, dan tak lupa tentunya Kompasiana, eh, bercanda!

Bahkan platform percakapan dan media sosial yang berbasis lokasi seperti Line, Whisper, Telegram, BeeChat, ataupun WeChat bisa dimanfaatkan sebagai lahan untuk berburu rekan "mantab-mantab".

Tinder saya nilai paling menarik dari sekian banyak platform karena memiliki basis pengguna terbesar dan paling populer di kalangan generasi bangsa.

Aplikasi perjodohan itu telah diunduh lebih dari 100 juta kali di Playstore. Meski tak pernah mengungkap data demografis penggunanya, Tinder mengklaim bahwa mayoritas pengguna jasa mereka adalah Generasi Z (kelahiran 1998 sampai 2010) di seluruh penjuru dunia.

Aplikasi buatan Match Group itu berhasil mencapai 20 miliar match sejak dirilis pada tahun 2012. Atas jasa-jasa Tinder, kini mencari jodoh atau "teman bobok", semudah menggerakkan jari-jemari.

Menurut data Statista pada tahun 2019. Pengguna Tinder di Amerika Serikat didominasi oleh 78,1% pria dan 21,9% wanita. Sementara di Inggris, pengguna pria mencapai 85% dan 25% sisanya wanita. Ada perbedaan rasio sekira 8:1 antara pria dan wanita. Artinya, seorang wanita akan diperebutkan oleh 8 pria!

User interface Tinder sangat sederhana. Tak banyak fitur yang ditawarkan. Akan tetapi, justru disitulah letak keunggulan aplikasi perjodohan satu ini sehingga tidak melenceng dari tujuan utamanya, yakni jasa mak comblang.

Kita hanya perlu menggeser (swipe) ke kanan jika merasa foto orang tersebut menjadi kriteria kita. Sebaliknya, kita boleh menggeser ke kiri jika dirasa tak sesuai dengan apa yang kita idamkan.

Kondisi "match" diperoleh ketika lawan jenis atau orang yang kita idamkan juga menghendaki untuk melanjutkan obrolan yang lebih intensif lewat chat. Namun, jika orang-orang yang kita idamkan tidak "match", maka komunikasi mustahil untuk dilakukan.

Saya memakai terminologi dukun dalam versi digital sebagai ejawantah Tinder karena ada dua hal identik yang dapat merepresentasikan keduanya.

Pertama, baik dukun maupun Tinder sama-sama mewajibkan foto orang yang menjadi incaran kita.  Bedanya, dukun akan meminta foto dalam bentuk fisik, sementara di Tinder kita hanya perlu menggeser foto "calon mangsa" kita.

Kedua, keduanya menawarkan kandidat jodoh instan terlepas kita benar-benar mencari jodoh, sekedar iseng, penasaran, ataupun mencari teman berbagi keringat.

Tinder sangat memanjakan kita lewat sistem yang berbasis lokasi (geographic proximity) sehingga kita dapat dengan mudah menemukan sang pujaan hati di sekitar lingkungan tempat kita tinggal. Bagi yang ingin berhemat sekaligus menjalin hubungan "skin to skin" yang intensif tentu akan sangat dimudahkan.

Dalam perkembangannya, Tinder dinilai telah meningkatkan hook-up culture di Indonesia. Entah sudah berapa banyak generasi bangsa yang dipertemukan hanya untuk "bobok semalam". Namun, faktanya, tak jarang pula yang berhasil menjalin hubungan rumah tangga.

Ada beberapa kisah menarik dari orang-orang yang pernah menggunakan Tinder yang dapat dijadikan pelajaran saat kita sudah menceburkan diri ke dalam dunia per-Tinder-an.

Kisah pertama datang dari Rista. Wanita yang telah lama saya kenal itu mengaku menggunakan Tinder murni untuk mencari suami. Setelah "match" dengan beberapa pria, dirinya memilih satu pria yang sesuai kriterianya untuk meet up.

Setelah dua kali bertemu dan melibatkan komunikasi yang cukup intensif, terkuaklah fakta yang membuat dirinya terkejut. Ternyata, pria yang ditemuinya itu sudah memiliki istri.

Lantas, dia memutuskan untuk mencari kandidat lainnya masih di platform yang sama, Tinder. Rista match lagi dengan seorang pria, lalu bertemu, dan seketika itu juga sang pria mengajaknya menikah. Ia pun menolak karena merasa hubungan itu terlalu cepat dan mencurigkan. Pria Tinder kedua itu akhirnya ia campakkan.

Kisah masih berlanjut. Pria Tinder ketiga tak kalah absurdnya. Serupa pria kedua, Rista mengaku diajak menikah padahal mereka belum sekalipun bertemu. Hal yang semakin membuat ia curiga adalah ketika sang pria mencoba meminjam uang padanya. Pria ketiga berakhir di daftar blokir gawainya.

Jika Rista menggunakan Tinder untuk tujuan serius, lain halnya Icha dan Tari. Mereka berdua mengaku menggunakan Tinder hanya untuk tujuan iseng.

Tari memang sempat bertemu dengan beberapa pria. Akan tetapi hanya sebatas menemani dirinya ngopi. Tidak lebih. Sementara Icha hanya pernah terlibat percakapan daring dan tidak tertarik untuk bertemu dengan salah satunya, apalagi menjalin hubungan yang serius.

Kiranya apa yang dialami Rinaldi Harley Wismanu bisa menjadi salah satu kisah tragis yang bermula dari perkenalan lewat Tinder. Ia dibunuh lantas jasadnya dimutilasi pada Rabu (16/9/20).

Salah seorang pelaku (LAS) diketahui bertemu dengan korban melalui Tinder sebelum membunuh Rinaldi bersama kekasihnya (DAF) di apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan.

Ilustrasi Tider | Vox.com
Ilustrasi Tider | Vox.com
Tidak ada yang salah dengan penggunaan Tinder, baik untuk tujuan mencari jodoh, teman, ataupun sebatas iseng. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum memutuskan untuk bertemu dengan orang yang dikenal lewat Tinder.

#1 Deteksi Risiko Bahaya

Jangan tergesa-gesa untuk bertemu dengan siapa saja yang kita kenal lewat Tinder. Cobalah mencari tahu dan mengenal lebih dalam. Jika kita merasa ada hal-hal yang mencurigakan seperti yang dialami oleh Rista, batalkan rencana untuk bertemu. Blokir semua kontak mereka jika memang diperlukan.

#2 Jaga Privasi

Meski gairah sudah menggebu-gebu dan keinginan untuk bertemu dengan jodoh menggelora. Tetaplah utamakan logika. Dengan menggunakan Tinder, artinya kita memberikan akses kepada orang asing untuk dapat mengenal kita. Dan justru di sanalah letak risikonya. Batasi informasi sensitif untuk dibagikan, terutama data-data pribadi yang dapat menempatkan kita pada situasi rentan.

#3 Bertemu di Tempat Umum (Aman)

Tinder merupakan ekosistem yang cukup ideal jika dimaksudkan untuk mencari teman hang out seperti yang dilakukan oleh Tari. Namun, perlu diingat, apabila ada ajakan "meluruskan punggung" di hotel, tolak! Ingat kata pepatah, jika ada dua lawan jenis bertemu, yang ketiga adalah "mantab-mantab" (baca: setan). Situasi itulah yang dialami oleh Rinaldi sebelum ditemukan tewas termutilasi. Alangkah baiknya bertemu di tempat umum yang aman untuk mengurangi beragam risiko kejahatan.

Jangan biarkan ada Rinaldi-Rinaldi lain di sekitar kita. Tetaplah bijak dalam menggunakan media sosial dan produk digital lainnya demi kebaikan bersama.

Cinta ditolak? Dukun bertindak Tinder-in saja. Namun, sesungguhnya tiada yang lebih indah dan berkesan selain cinta pada pandangan pertama di dunia nyata.

Artikel mantab-mantab lainnya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun