Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pasti Menang, Gibran Bisa Nyambi Jualan Klepon

3 Agustus 2020   00:43 Diperbarui: 3 Agustus 2020   18:11 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran Rakabuming Raka | indonesia.co.id

Berawal dari hasil survei pada Juli 2019 lalu, langkah politik Sang Putra Mahkota dimulai. Polemik dinasti politik pun memuai.

Dalam salah satu magnum opus-nya, II Principe (The Prince), Niccolo Machiavelli bersabdah, bahwa kekuasaan harus dipertahankan sedemikian rupa meski terlebih dahulu harus memuntahkan isi jeroan mengenai etika ke tong sampah.

Menurutnya, politik dan moral adalah dua hal yang sama sekali berbeda dan harus dipisahkan. Maka dari itu, yang dipandang hanyalah kesuksesan dalam mencapai dan melanggengkannya, sehingga tidak diperlukan adanya perhatian terhadap moral dalam perkara politik. Penguasa memiliki legitimasi untuk berbuat apa saja asalkan tujuan politiknya tercapai.

Hanya ada satu etika politik baginya, yakni apa saja yang mampu memperkuat sekaligus mempertahankan kekuasaan itu sendiri.

Machiavelli dikenal sebagai Bapak Filosofi Politik Modern. Ia menjadi kiblat politik era Renaissance di bawah Dinasti Medici. Buah pemikirannya mampu "meracuni" otak para penguasa dunia semisal Adolf Hitler, Joseph Stalin, Napoleon Bonaparte, hingga Benito Mussolini.

Bisa jadi filsuf kelahiran Florence itu akan merasa pongah karena filosofi politik yang ia rumuskan 5 abad lalu itu masih relevan hingga kini.

Di jagat perpolitikan Indonesia, etika telah menjadi komoditas yang sangat langka, padahal moralitas itulah syarat utama bagi terciptanya tatanan politik yang beradab sekaligus bermartabat.

Rendahnya etika politisi di negeri ini seakan sudah menjadi pemandangan yang lazim. Bahkan mereka sudah tidak lagi memiliki urat malu atas rendahnya moralitas mereka yang dipertontonkan di hadapan publik.

#Politik Dinasti Jokowi

Politik dinasti diartikan sebagai kekuasaan politik yang dijalankan sejumlah orang yang masih memiliki hubungan kekerabatan, baik karena garis keturunan, hubungan darah, atau karena ikatan perkawinan.

Kita harus menyadari satu hal, bahwa buah memang jatuh tak jauh dari pohonnya. Seorang politisi sedikit banyak akan menurunkan sifat genetis politisi pula kepada garis keturunan biologisnya. Hal ini lantas menjadikan fenomena dinasti politik sejalan dengan hukum alam. Demikian pula Gibran yang terlahir dari gen politik sang ayahanda, Jokowi.

Jika mendasarkan pada filosofi politik Machiavelli, maka mekanisme mempertahankan kekuasaan melalui dinasti politik tidak hanya berlaku bagi trah Jokowi. Karena memang fenomena dinasti politik sudah ada dan telah diimplementasikan oleh berbagai rezim di Negeri ini baik di level Pilpres, Pilkada, Pileg ataupun dalam pemerintahan, sejak era Orde Baru Soekarno sampai saat ini.

Bahkan jauh sebelum itu, Nusantara sudah terlebih dahulu mengenal feodalisme pada zaman kerajaan yang memiliki esensi serupa dengan sistem dinasti politik di era demokrasi.

Selain Gibran yang maju pada Pilkada Solo dan sang menantu Bobby Nasution pada Pilkada Medan, ada pula Wahyu Purwanto yang merupakan suami dari adik kandung Jokowi serta Dolly Sinomba Siregar yang tak lain adalah paman dari Bobby Nasution.

Pada Pemilu 2019, dinasti politik pun meningkat. Berdasarkan riset Nagara Institute, setidaknya ada 99 orang anggota DPR RI 2019-2024 merupakan bagian dari dinasti politik karena memiliki hubungan keluarga dengan pejabat publik. Lalu pada Pilkada serentak pada 9 Desember mendatang sekitar sembilan keluarga pejabat yang akan terlibat.

Tidak berlebihan kiranya jika perhatian publik lebih tertuju kepada Gibran dan Bobby karena keduanya terkait erat secara kekerabatan (keluarga inti), yakni sebagai Putra Mahkota dan menantu Presiden RI.

Masuknya Gibran di Pilkada adalah fenomena baru dalam varian politik dinasti di Indonesia. Ia menjadi keluarga presiden (yang masih menjabat) pertama dalam sejarah perpolitikan Indonesia yang maju di pentas Pilkada serentak.

Politik dinasti sebenarnya tidak hanya tumbuh subur di Indonesia. Di luar negeri sekalipun, politik dinasti bisa dengan mudah ditemukan. Dinasti Bush misalnya, sudah menempatkan dua anggota keluarganya sebagai Presiden AS, George H. W Bush  sebagai presiden ke-41 (1988-92), dan sang putra George W. Bush sebagai presiden ke-42 (2001-09). Lalu di India ada Dinasti Nehru-Gandhi, sedangkan di Pakistan ada Dinasti Bhutto dan Dinasti Trio Kim dari Korea Utara.

Banyak orang berpendapat, penyebab utama politik dinasti tumbuh subur di Indonesia disebabkan oleh mandeknya fungsi partai sebagai media kaderisasi politik yang objektif. Anggota keluarga dinasti yang memiliki privilese, modal popularitas dan dukungan finansial yang kuat dipandang lebih potensial untuk memenangkan pemilihan dibandingkan pihak lain di luar trah dinasti.

"Surat sakti" Gibran akhirnya menyingkirkan jalur meritokrasi Achmad Purnomo yang dinilai lebih matang dan lebih berhak untuk maju. Terlebih ia adalah wakil walikota Solo saat ini. Purnomo harus rela mengalah oleh anak muda yang karier politiknya masih mentah setelah ia tidak mendapatkan restu dari Kanjeng Mami.

Memang sebagai warga negara Gibran memiliki hak untuk dipilih maupun memilih. Secara konstitusi pun tidak ada yang dapat menghadang Gibran terjun ke dunia politik. Hanya saja jika dilihat dari kaca mata etika, ia dinilai tidak etis mencalonkan diri saat sang ayah masih gagah-gagahnya berkuasa. Dan lagi-lagi, teori politik Machiavelli terbukti masih relevan.

Kekhawatiran publik sejatinya sangat logis, karena dinasti politik dapat melemahkan fungsi kontrol kekuasaan sehingga dapat memperbesar peluang terjadinya penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Terlebih lagi, sudah banyak contoh politik dinasti yang berujung KKN.

Namun, tidak menutup kemungkinan Gibran akan membuktikan bahwa apa yang dikhawatirkan oleh masyarakat itu tidak benar serta mampu memimpin Solo sama baik atau bahkan lebih baik dari ayahnya.

#Pilwakot Solo 2020 Sudah Usai

Nama Gibran pertama kali menyeruak dalam bursa kepala daerah dari hasil survei yang dilakukan oleh Laboratorium Kebijakan Publik UNISRI Surakarta (25/7/2019).

Ia meraih angka tertinggi dari segi popularitas, sebesar 90% responden mengenal Gibran. Angka itu sangat wajar jika berkaca pada Pilpres 2019, dimana sang ayah mampu menguasai Solo dengan lebih dari 82,2 % suara.

Gibran Rakabuming Raka (kiri) dan Teguh Prakosa (kanan), berpose bersama Ketua DPC PDI-P Solo FX Hadi Rudyatmo, (17/7/2020). Kompas.com
Gibran Rakabuming Raka (kiri) dan Teguh Prakosa (kanan), berpose bersama Ketua DPC PDI-P Solo FX Hadi Rudyatmo, (17/7/2020). Kompas.com
Pada akhirnya, apa yang sudah diprediksikan oleh banyak pihak benar-benar terbukti. Ia maju sebagai calon walikota di Pilkada Solo 2020 mendatang. Gibran berduet dengan Ketua DPRD Solo Teguh Prakosa.

Majunya Gibran kiranya sedikit mengejutkan, namun juga mudah diprediksi. Mengingat dalam salah satu pernyataannya sekira dua-tiga tahun lalu, Gibran mengaku tidak tertarik untuk terjun ke dunia politik. Lalu pendiriannya pun berubah seiring waktu.

Melalui manuvernya, ayah Jan Ethes itu meyakini bahwa dengan kehadiran anak muda di dunia politik akan menghapus stereotip "politik itu kotor" pada generasi milenial. Selain itu, Gibran juga beralasan jika menjabat sebagai walikota, ia dapat membantu serta menjangkau lebih banyak orang sebagaimana kegiatan sosial yang selama ini ia lakukan.

Dengan ini Gibran telah melanjutkan tongkat estafet sang ayah yang juga terlahir sebagai pengusaha dan mencalonkan diri dalam Pilwakot di kota yang sama pula, Surakarta.

Jokowi mewariskan segalanya kepada sang putra lewat rekam jejak dan kesuksesannya memimpin Solo (2005-2012). Belum lagi jika memperhitungkan kedudukannya saat ini sebagai RI-1. Gibran memiliki apa yang disebut Jokowi effect. Ketika masyarakat Solo melihat dirinya, yang diingat bukanlah Gibran, akan tetapi ayahnya. Gibran memiliki semua sumber daya untuk bisa meraih empuknya kursi AD-1.

Di mata anak muda, saya pribadi misalnya, selain dikenal sebagai seorang pengusaha muda sukses, Gibran juga merupakan sosok penuh kreativitas yang mewakili generasi milenial. Hal itu dinilai berdampak signifikan terhadap popularitas dan elektabilitasnya.

Rentang usia generasi milenial menempati cluster terbesar dalam populasi. Hampir bisa dipastikan bos Markobar itu dapat mengakuisisi pemilih milenial sebagai niche-nya. Lantas bagaimana jika pos suara kaum milenial disandingkan dengan pos suara dari wakilnya (Teguh) yang mewakili kalangan sepuh?

Perlu diketahui, saat ini Fraksi PDI-P menguasai 30 kursi di DPRD Kota Solo, dari 45 kursi yang tersedia. Atau, menduduki lebih dari 66% suara parlemen.

Setelah Gibran-Teguh resmi ditetapkan oleh PDI-P, semua partai penghuni kursi parlemen telah memberikan dukungan, kecuali PKS. Partai itu adalah PAN, PSI, Golkar, dan Gerindra. Sementara partai non-parlemen yang menyatakan dukungannya ialah Partai Demokrat, PKB, PPP dan NasDem. Hal ini memunculkan sebuah spekulasi bahwa Gibran hanya akan melawan kotak kosong. Kekuatan apa yang mampu menyaingi dukungan sejumlah partai yang masif itu?

Dengan melawan kotak kosong artinya peluang kemenangan Gibran semakin terbuka lebar karena tidak ada kandidat lain yang mampu "mengusik" perolehan suara mereka.

Wali Kota Solo saat ini, yang juga ketua DPC PDI-P Solo, FX Rudy, akan memasang target hingga 62% raihan suara untuk Gibran-Teguh. Setelah rapat tim pemenangan 24 Juli 2020 lalu, pasangan dari PDI-P itu optimistis dapat meraih 90% suara.

Selain sejumlah faktor di atas, Gibran akan sangat diuntungkan dengan adanya pandemi. Popularitas instan yang didapatkannya dari sang ayah adalah jalan pintas untuk menyiasati kampanye yang tak biasa, dimana mobilisasi yang lazim kita temui di masa kampanye kini sudah tak bisa lagi dilakukan.

Kandidat yang sudah memiliki modal popularitas tinggi akan melaju kencang tanpa hambatan berarti. Di sisi lain, siapa saja lawan mereka akan dibuatnya berkeringat dingin lalu mundur dari pencalonan. Hanya mereka yang cukup gila saja yang berani menantang dominasi pasangan PDI-P tersebut.

Majunya sang Putra Mahkota mengakhiri Pilkada Solo lebih cepat dari semestinya. Pesta demokrasi tak ubahnya hanya sekedar ajang untuk meminta rakyat mengesahkan legalitas sebagai walikota dalam balutan Pilkada.

Kalaupun ada kandidat lain yang berani menantang mereka, hanya akan dinilai sebagai "gimmick" untuk menguatkan legitimasi kemenangan Gibran supaya Pilkada terlihat benar-benar demokratis di hadapan rakyat karena adanya lawan dan tidak berkompetisi dengan kotak kosong.

Barangkali hanya Tuhan yang dapat menggagalkan kemenangan Gibran. Lantas, apa yang masih tersisa dari Pilwakot Solo 2020 ini?

#Gibran Bisa Nyambi Jualan Klepon

Klepon adalah warisan sejarah kuliner Nusantara yang melambangkan kesederhanaan sesuai bahan-bahan sederhana untuk membuatnya. Dalam buku Indisch leven in Nederland karya J. M. Meulenhoff, tertulis bahwa kue klepon sudah ada sejak 1950-an yang mana Gibran masih berwujud angan-angan.

Menimbang berbagai faktor di atas, kiranya Gibran tidak akan terlalu banyak berkeringat dalam Pilkada Solo 2020. Sembari itu, ia bisa mengembangkan bisnis kulinernya, di bidang per-klepon-an misalnya.

Apalagi popularitas jajanan dengan nama ilmiah Sweet Glutinous Rice Balls Stuffed with Coconut Sugar itu lagi hangat-hangatnya dibicarakan oleh netizen +62. Ini bukan perkara aji mumpung, karena memang Mas Gibran sudah lama meneguk kesuksesan dari bisnis jajanan serupa, taruhlah Markobar.

Tidak menutup kemungkinan Klepon akan menjadi tambang emas baru dari sekian banyak gurita bisnis yang ia miliki. Sambil menunggu penobatan dirinya sebagai Wali Kota Solo periode 2020-2025, Gibran bisa ngopi dan mendengarkan lagu fenomenal yang juga mendapatkan tempat spesial di hati saya. Tak lain dan tak bukan, Kekeyi Bukan Boneka.

Aku bukan bonekamu bisa kau suruh-suruh dengan seenak maumu...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun