Reformasi Birokrasi adalah proses menata ulang birokrasi dari tingkat tertinggi hingga terendah dan melakukan inovasi yang konkret, realistis, berpikir out of the box, dan dengan upaya yang luar biasa untuk mewujudkan good governance.
Namun, di Indonesia masih terdapat kendala utama yang menyebabkan reformasi birokrasi belum optimal atau bahkan mandek, seperti halnya pola pikir lama para birokrat dan komitmen pemimpin.
Pola pikir lama para birokrat sebagian besar masih menempatkan dirinya sebagai penguasa bukan pelayan publik sehingga perubahan sulit dilakukan demi meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Pemerintahan dan birokrasi memiliki keterkaitan yang sangat erat. Birokrasi adalah alat Negara dalam menjalankan pemerintahan, sebelum Negara dijalankan oleh birokrasi ada pemerintahan yang mengatur birokrasi.
Untuk menilai kinerja birokrasi jajaran kabinet pemerintahan Jokowi, Arus Survei Indonesia (ASI) telah menyajikan hasil risetnya terkait persepsi publik terhadap kinerja menteri. Survei dirilis 19 Juni lalu yang melibatkan 1000 responden.
Hanya Menhan Prabowo yang mencatatkan angka kepuasan kinerja mendekati 50% atau angka kepuasan kinerjanya lebih tinggi daripada angka ketidakpuasan.
Selebihnya, menteri-menteri kabinet Jokowi menunjukkan angka ketidakpuasan lebih tinggi dibandingkan angka kepuasannya.
Sedangkan menurut survei persetujuan publik terkait reshuffle yang disajikan oleh lembaga survei yang sama (ASI) menunjukkan sebanyak 75,6 persen responden menyatakan setuju untuk dilakukan reshuffle kabinet Jokowi-Ma'ruf.
Reshuffle adalah hak prerogatif seorang presiden. Jika Jokowi menggunakan sajian data dari ASI sebagai parameter dalam menjalankan kebijakan reshuffle kabinetnya, maka Jokowi bisa kehabisan stock menteri.
Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah cepat dan tepat oleh Jokowi bersama jajaran kabinetnya untuk memperbaiki sistem birokrasi pemerintahannya sebelum terlambat. Bila perlu, ambil langkah tegas untuk menyelamatkan 270 juta rakyat Indonesia!