Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Membandingkan Tuntutan Penyiram Novel Baswedan dan Penusuk Wiranto

17 Juni 2020   06:32 Diperbarui: 17 Juni 2020   14:02 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel Baswedan dan Wiranto | Kumparan.com

Setelah lebih dari tiga tahun, akhirnya dua pelaku teror penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan diadili. Mereka dituntut dengan hukuman satu tahun penjara.

Sebelumnya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menduga ada enam kasus high profile yang ditangani oleh Novel yang berkaitan dengan penyerangan itu. Diantaranya adalah kasus korupsi e-KTP, kasus mantan ketua MK Aqil Mochtar, kasus Sekjen MA, serta kasus Wisma Atlet.

Menurut Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum UGM, tuntutan satu tahun hukuman oleh jaksa kepada terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan sangat janggal.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut bahwa penyiraman terhadap Novel tidak memenuhi unsur rencana terlebih dahulu. Meski pelaku terbukti melakukan pengintaian dan adanya air keras yang telah disiapkan oleh para pelaku sebelum melakukan aksinya.

Penyiraman air keras dapat dikategorikan pidana penganiayaan berat yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai profil kelas berat terhadap orang yang mempunyai tanggung jawab yang berat--dalam pemberantasan korupsi.

Ditambah lagi penyiraman itu dilakukan dini hari, di saat lazimmya orang menunaikan sholat subuh atau sedang beristirahat di dalam rumah. Namun masih saja disebut "TIDAK SENGAJA".

Tidak sengaja | instagram @mrci.id
Tidak sengaja | instagram @mrci.id
Jaksa memiliki opsi menuntut maksimal tujuh tahun penjara. Alil-alih mengambil pilihan itu, ia justru menuntut hukuman hanya satu tahun penjara. Tak heran jika banyak yang menyebutnya jaksa rasa pengacara.

Atas prestasi aparatnya yang mengagumkan, Novel mengucapkan selamat melalui akun twitternya kepada Presiden Jokowi. Ia menilai tuntutan itu hanya sekedar formalitas. Bahkan ia pun meminta agar para pelaku dibebaskan sebab ia ragu mereka lah pelakunya.

Namun untuk diketahui, tuntutan yang diajukan oleh jaksa belum final. Bisa saja vonis hukuman yang dijatuhkan lebih berat atau bahkan lebih ringan.

Jika merujuk pada kasus-kasus penyiraman air keras serupa. Semisal dalam kasus Ruslam yang terjadi pada 2018 silam, Majelis Hakim di PN Pekalongan memvonis pelaku 10 tahun penjara.

Selain itu, Majelis Hakim PN Bengkulu manjatuhkan vonis penjara 10 tahun kepada Rika Sonata atas inisiasinya untuk menyewa preman guna melakukan penyiraman air keras pada suaminya. Preman yang terlibat diketahui juga diganjar 8 tahun penjara.

Kemudian pada 2017 penyiraman juga dilakukan oleh Lamaji, lantas Majelis Hakim di PN Mojokerto memvonisnya dengan hukuman 12 tahun penjara. Ada pula kasus Ahmad Irawa, Majelis Hakim PN Palembang menjatuhkannya hukuman 10 tahun penjara.

Lalu apa yang membedakan kasus yang dialami Novel dengan kasus penyiraman serupa lainnya yang rata-rata diganjar dengan hukuman 10 tahun penjara?

Kasus-kasus high profile yang menyasar pembela HAM seringkali berakhir tidak adil dan mengambang seperti yang dialami Novel. Kasus serupa juga mengingatkan kita akan apa yang dialami Munir 15 tahun silam.

Motif yang diungkapkan di pengadilan juga sama, dendam pribadi. Ada kesan kasus dipersempit dan dikaburkan dengan hanya menjaring pelaku kelas teri, sedangkan aktor intelektual kelas kakapnya bebas tak tersentuh.

Di sisi lain, dalam kasus penusukan terhadap mantan Menkopolhukam Wiranto. Pelaku penusukan yakni Syahrial Alamsyah alias Abu Rara dituntut 16 tahun penjara.

Sementara dua terdakwa lainnya, yakni Fitri Diana alias Fitri Adriana (istri Abu Rara) dituntut 12 tahun penjara dan Samsudin alias Abu Basilah dituntut 7 tahun penjara. Seperti yang dilansir dari Kompas.com.

Abu Rara didakwa merencanakan pemufakatan jahat, persiapan, percobaan atau perbantuan untuk melakukan tindakan terorisme dengan melakukan penusukan pada Wiranto pada 10 Oktober 2019.

Meski sama-sama termasuk ke dalam kategori tindak penyerangan terhadap seseorang, namun terdapat perbedaan di kedua perkara. Perbedaan yang mencolok ialah kasus penusukan Wiranto dinilai sebagai terorisme. Sementara kasus penyerangan Novel dianggap penganiayaan.

Dalam KBBI, teroris ialah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik. Sedangkan terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik) atau praktik tindakan teror.

Jika merujuk pada pengertian yang dipaparkan oleh KBBI. Kasus penyiraman yang terjadi pada Novel tak ubahnya kasus yang menimpa Wiranto yang melibatkan kekerasan serta berpotensi pada hilangnya nyawa.

Selain itu juga dapat menimbulkan ketakutan dalam kapasitasnya sebagai penyidik senior KPK yang memiliki tugas utama memberantas segala tindak korupsi di negeri ini.

Sayangnya label teroris selama ini dimaknai sempit. Hanya disematkan kepada kelompok ekstrim tertentu, walaupun sama-sama menebarkan rasa takut, menimbulkan kecemasan, dan mengancam jiwa orang yang tak berdosa.

Sedangkan bila dilihat dari efek yang ditimbulkan dari kedua tindak penyerangan tersebut, apa yang dialami Novel sejatinya lebih berat. Itu terbukti dari kerusakan mata kiri permanen yang didapatkan Novel.

Sementara itu Wiranto mengalami luka di bagian perut bawah akibat tusukan benda tajam (kunai). Namun, luka tersebut tidak dalam dan kondisinya relatif tidak mengkhawatirkan.

Kenapa dalam perkara yang sama namun pidananya berbeda? Sampai disini apakah negara benar-benar serius dengan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia?

Sumber literasi : satu, dua, tiga & empat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun