Beberapa minggu terakhir ini, media sosial dibuat ramai dengan postingan di mana seseorang yang tampak dewasa sedang memeluk dan bertemu dirinya sendiri di masa kecil. Tren ini disebut Hug My Younger Self AI, atau sebuah fitur berbasis kecerdasan buatan dari Gemini AI yang menggabungkan foto masa kini dengan foto masa lalu.
Fenomena ini tidak hanya sekedar gaya atau tren yang viral saja. Akan tetapi tren ini juga memiliki makna yang dalam. Sehingga banyak orang yang mencoba menggunakannya untuk mengingat atau mengenang masa lalu, serta sebagai cara untuk berdamai dengan diri sendiri. Melalui tren ini kita diajak untuk merangkul versi kecil dari diri kita, dan belajar menerima bahwa kita tetap layak mendapat pelukan walaupun banyak cita-cita yang belum sempat terwujud saat dewasa.
Di sisi lain, tren ini menambah kesan nostalgia dengan hasil gaya foto yang mirip Polaroid dengan efek tone hangat. Tak heran, banyak warganet membagikan hasil fotonya di media sosial sebagai unggahan penuh makna dengan disertai caption motivasi atau cerita perjalanan hidup.
Namun dalam hal ini kita perlu bijak dan tetap berhati-hati dalam menggunakan teknologi. Ketika kita mengunggah foto ke platform AI bukan berarti media atau foto yang kita unggah itu bebas penyalahgunaan dan tanpa risiko. Meskipun ada kebijakan privasi dan keamanan data, risiko kebocoran tetap ada. Jangan sampai fenomena ini membuka celah penyalahgunaan foto oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tren Hug My Younger Self AI ini bukan hanya sekedar tren digital saja. Tetapi  juga sebagai cara baru yang mempertemukan kita dengan kenangan, rasa syukur, dan keberanian untuk mencintai diri sendiri. Teknologi memang terus berkembang namun bagaimana cara kita memaknai hasilnya tetap ada di tangan kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI