Mohon tunggu...
Kikis Kirwono
Kikis Kirwono Mohon Tunggu... -

Senang berbagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Audit Silang Perkuat Monitoring Berbasis Masyarakat

15 September 2014   15:05 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:39 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_342766" align="aligncenter" width="300" caption="Semangat belajar bersama"]

14107421361594665626
14107421361594665626
[/caption]

Memasuki jam makan siang, diskusi menjadi lebih santai. Mungkin karena energi sudah habis. Diskusi tentang pemeriksanaan masih tetap berlanjut. Cuma guyonan-guyonan segar mewarnai materi. Sebentar ngobrol soal materi audit, agak lama guyonan. Begitu seterusnya. Suasana menjadi lebih cair. Aku pun demikian, lebih banyak duduk di depan komputer untuk menuliskan kegiatan hari ini. Sambil menunggu kiriman makan siang dari warung. Sik asik.

Makan siang masih belum juga datang saat jarum jam sudah menunjukkan pukul 12.25 WIB. Padahal kuli-kuli bangunan yang sedang membangun Puskesmas sudah mulai berdatangan. Mereka bisanya ikut istirahat di teras kantor. Lihat saja di luar sana. Halaman kantor UPK penuh dengan sepeda motor milik para kuli. Bagi kamu yang baru datang kemari, seolah kantor ini ada acara. Karena bisanya motor-motor kami parkir di belakang. Hanya motor milik Rosi dan Nur yang ada di depan.

Selepas shalat dhuhur, tim di bagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Pak Bangun dan Pak Wardi ke Desa Cindaga, dengan ditemani oleh Om Slamet (OB) sebagai penunjuk jalan. Sedang kelompok kedua menuju Desa Bangsa dan Adisana. Aku bersama Yoga (PL UPK) bertugas mengawal rombongan yang ke Bangsa dan Adisana. Sedang Mba Wulan tetap di kantor menemani Nur. Rosi ijin pulang terlebih dulu karena ibunya mau berangkat ke Jakarta. Jadi harus membantu bersiap-siap terlebih dahulu.

Pak Wardi, Pak Bangun, dan Om Slamet mengendarai mobil ke Cindaga. Arahnya ke barat. Waktu tempuh ke lokasi paling 10 menit. Sedang tim kami menuju ke arah timur, butuh waktu sekitar 25-30 menit sampai ke sana. Sayangnya tak ada helm yang bisa dipinjamkan ke Tim Audit dari Patikraja yang berjumlah 4 orang itu. Rencana melalui jalan utama Buntu-Sampang harus dialihkan. Yah, jaga-jaga saja siapa tahu ada operasi lalu lintas. Padahal jika melalui jalan utama tersebut bisa lebih cepat. Jalan lebih lebar dan cenderung lurus.

[caption id="attachment_342767" align="aligncenter" width="300" caption="Mengukur lebar rabat (Bangsa)"]

14107422471625399661
14107422471625399661
[/caption]

Jalan yang kami ambil adalah jalan desa. Jalan dari kantor melewati perlintasan kereta api di Gambarsari, kemudian jalan aspal di Kalisalak, hingga perempatan Sawangan masih halus. Kerusakan jalan mulai terasa saat memasuki wilayah Desa Kaliwedi, Randegan, dan sebagian Karangsari. Jalan kembali mulus saat mendekati perbatasan Karangsari hingga Bangsa. Sampai di tugu Desa Bangsa, kami harus belok kanan ke lokasi pembangunan rabat beton dengan volume 880 x 2,5 meter.

Mungkin sudah biasa kalau jalan-jalan di desa selalu identik dengan kerusakan, lubang disana sini, berkelak kelok, sempit, dan banyak garis-garis kejut yang benar-benar membuat terkejut. Saat memasuki jalan rusak, sebenarnya aku sudah sangat berhati-hati. Simpang sana simpang sini demi menghindari lupang yang sering tiba-tiba muncul di depan. Kalau lubang itu kecil, aku terjang saja. Nah kalau lubang agak besar itu lah saatnya menarik tuas rem dengan kuat. Untung saja motor yang aku tumpaki jenis matik, maka tak perlu oper persneleng. Nyatanya tak jua menolong banyak. Beberapa kali aku harus terkejut kala menyadari garis kejut yang berwarna hitam seolah muncul tanpa permisi. Hadeuh….

[caption id="attachment_342768" align="aligncenter" width="300" caption="Mengukur tebal rabat (Bangsa)"]

1410742327760908691
1410742327760908691
[/caption]

Sesampainya di lokasi kegiatan, kami turun untuk mencocokkan gambar rencana yang dilampirkan dalam Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB). Panasnya matahari yang menyengat membuat kami enggan menanggalkan helm. Aku ikut berjongkok mengukur lebar rabat di salah satu sisi. Mengukur bagian tengah yang nantinya akan diisi sirtu, dan ketebalan beton. Aku lihat pula plastik yang digelar dibawah rabat. Plastik ini digelar agar air semen tak lari kemana-mana saat pengecoran dulu.

Tim dari Patikraja juga mengukur lebar rabat di kedua sisi dan bagian tengahnya. Mungkin karena sudah sesuai kualifikasi, Mas Eko (FT) hanya menanyakan soal sirtu. Mas Agus selaku TPK menjawab bahwa sirtu akan menjadi tanggungan warga dengan model swadaya. Terlihat di beberapa titik di muka sudah ada lapisan rabat yang mengelupas atau rusak. Saat aku konfirmasikan, Mas Agus bilang ini dikarenakan pada saat membongkar bekisting cor terlalu cepat. Adukan cor belum kering benar, sudah keburu dibongkar. Hasilnya jadi tidak rapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun