Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jean Paul Sartre

30 Juni 2020   13:05 Diperbarui: 30 Juni 2020   13:10 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada tahun 1938 terbit novel pertama Sartre berjudul Muak (La nause) yang lebih menyerupai catatan harian. Dalam novel ini kadang- kadang Sartre mencantumkan waktu atau hari di awal tulisan. 

Kita akan membaca hiruk- pikuk kehidupan borjuis yang kotor. Sartre bercerita tentang "aku", dirinya sendiri (pencerita). Kemudian ia menulis karya dari cerita orang lain atau lingkungannya. Membaca novel ini teringat pada buku harian Anne Frak atau buku harian pada umumnya.

Semula Sartre hanya sedikit tertarik pada politik. Terutama saat dia belajar di Nerlin pada tahun 1933, dia tidak belajar politik tetapi mendalami karya Martin Heiddegger " Ada dan Waktu" (Sein und Zeit), juga fenomenologi dari Edmund Husserl. 

Perkenalannya dengan Simone de Beauvoir ketika masih belajar filsafat pada tahun 1929 di Perancis tegas memisahkan filsafat dan politik.

Sartre dan de Beaivoir menjadi rekanan seumur hidup, mereka menentang asumsi dan ekspektasi dari pendidikan borjuis yang membesarkan mereka.

Ketika Perang Dunia II meletus, Sartre menjadi Bohemian dan merasa jiwanya terkoyak.Setelah Jerman menahannya, dia bertekad untuk memberontak.Di tengah pergolakan politik Eropa ia menyelesaikan bukunys, Ada dan Tiada (L Etre et le Neant), tak lama ia menyelesaikan trilogi novelnya berjudul Jalan Menuju Kebebasan (Les Chemins de la liberte).Karya dramanya berjudul Lalat (Les mouches) membawa kesuksesan pertama untuknya di dunia panggung.

Tema kebebasan dan tekanan menjadi titik pusatnya saat Sartre sibuk dengan politik pasca Nazi Jerman.Ia menulis Eksistensialisme Adalah Humanisme (Der Existenzialismus ist ein Humanismus). Menurut Sartre manusia terhempas ke dunia dapat dan harus mengurus dirinya sendiri.Kemudian Sartre mendirikan surat kabar Les Temps Modernes, media yang melansir pemikiran-pemikiran Sartre dengan berbagai polemiknya.

Setelah Perang Dunia II berakhir Sartre mengabaikan filsafat Perancis. Ia lebih suka dengan anak muda dan menjadi pelopor gerakan. Berbagai pergolakan di Indo Cina, Korea, Vietnam, membuat Sartre lebih tertantang untuk mendukung pembebasan atas penindasan.

Sartre menulis Kata-kata (Les mots) pada tahun 1964, untuk bernostalgia dengan masa kanak-kanaknya.Jean Paul Sartre lahir di Paris tanggal 21 Juni 1905.Setelah ayahnya wafat ia diasuh oleh Ibu, nenek, dan kakeknya. Kakeknya memiliki perpustakaan pribadi dan banyak karya sastra klasik. Sartre kecil berkutat dengan buku-buku tersebut. Pada usia 10 tahun ia bertekad menjadi penulis. Pamannya Emile menghadiahkan mesin ketik kecil untuknya. Kemudian Madame Picard membelikan peta dunia, agar ia tidak salah mempelajari geografi. Pada saat Sartre mulai menulis, Anne Marie, ibunya berkomentar," ...Itu lebih baik, setidaknya dia tidak bikin ribut."3 Di masa-masa awal menulis ia mengakui dirinya bukan penulis terkenal, namun saat ia menulis seperti kena kram, pensilnya tak bisa berhenti, mengalir terud tapi sering tidak selesai. Menurut pikirannya untuk apa suatu verita berakhir, kalau dari awal sudah kehilangan jejak. Orang sering  mengaitkan masa kecil Jean Paul Sartre dengan masa kecil J. J. Rousseau.

Sartre pertama kali mengagumi Jules Verne, terutama dari cerita petualangan. Ia mengaku isi cerita novelnya rumit.Ia memasukkan semua bahan yang baik dan buruk, menyatukannya. Di sana sini menyusupkan gagasan orang lain atau sebagai plagiator. Ia biasanya tidak mau membaca ulang hasil karyanya. Biasanya tokoh rekaanya seorang pahlawan yang menentang tirani.

Menurutnya saat aku dalam kehidupan nyata, aku memimpikan menulis terus, ketakutanku kalau saja talenku tak ada gunanya. Kakeknya menasihati, " Tak cukup hanya punya mata, tapi harus belajar bagaimana menggunakannya, seperti Flaubert menganalisa karya Guy De Maupassant."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun