Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Operasi Produk Belanda Tahun 1947

24 Januari 2020   15:32 Diperbarui: 24 Januari 2020   15:34 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Monumen Purwa Aswa Purba. Monumen lokomotif uap TC 1008 di halaman Stasiun Bandung, bekas kendaraan yang digunakan untuk menarik padi di jalur Cimalaya. Saksi bisu perebutan pangan selama agresi militer Belanda tahun 1947. Dokumentasi Pribadi.

Pada serangan hari pertama, masyarakat muslim Indonesia sedang menjalani ibadah suci puasa Ramadhan, sehari sebelumnya sudah melakukan perlawanan sengit terhadap pasukan Belanda, dalam kondisi cuaca puncak musim kemarau. Allah SWT memberi mu'jizat kepada umat Islam Indonesia, dari cuaca kering kerintang berubah menjadi hujan deras terbesar di pulau Jawa sejak tahun 1920.

Belanda berusahan menutup akses Republik Indonesia di Bandung, antara lain dengan mengerahkan sejumlah pesawat tempur untuk menembaki beberapa wilayah di sekeliling lapangan terbang Andir (sekarang Bandara Husein Sastranegara).

Pada tanggal 31 Juli 1947 Belanda baru dapat menguasai kota Bandung, lalu ke sebelah tenggara( jalur kereta api di Cicalengka, Nagreg,...). Di kawasan itulah pusat perlawanan para pejuang Indonesia, terutama dari TNI dan Laskar-Laskar Islam.

Pada masa itu distribusi bisnis pangan di Indonesia dimonopoli, dikuasai, dikendalikan Yayasan Voedings Middelen Fonds sampai 90% distribusi pangan, bekerja sama dengan perusahaan Kian Gwan untuk mengimpor bahan pangan.

Di tengah konflik Indonesia-Belanda, pasokan pangan belum beranjak membaik karena para petani tidak bergairah menam tanaman pangan. Mereka mengeluh, setiap masa panen sejumlah pihak yang tak jelas sering mengambil begitu saja beras dan gabah.

Menurut orang tua yang sekarang masih hidup dan menyaksikan peristiwa itu dahulu, sungai Citarum meluap pada tahun 1948 menyebabkan banjir besar di Dayeuh Kolot. Sehingga pertempuran para pejuang Kemerdekaan Indonesia melawan Belanda terhenti. Sekelompok polisi bentukan Belanda di dekat jembatan Citarum menghindari banjir, meninggalkan banyak senjata. Senjata yang berserakan itu tidak bisa diambil oleh para pejuang Indonesia karena sama-sama menghindari banjir. Akhirnya senjata-senjata itu hilang terseret arus banjir.

Akibat agresi militer dan kembali dikuasainya sumber pangan dan berbagai penggilingan padi oleh Belanda. Pemerintah Republik Indonesia yang saat itu sudah mengungsi ke Yogyakarta, pada tanggal 3 September 1948 mengeluarkan  Undang-Undang No. 29 Tahun 1948 tentang  Pemberantasan Penimbunan Barang Penting.

Dengan ke luarnya undang-undang baru tersebut,pemerintah Republik Indonesia mencabut peraturan sebelumnya yang memerintahkan penimbunan barang pangan untuj kelangsungan pemerintahan  Republik Indonesia,yaitu Peraturan Mentri Kemakmuran No. 3 Tahun 1946.

Memanasnya konflik antara Republik Indonesia - Belanda,  membuat rebutan pasokan pangan semakin menjadi-jadi dari kedua belah pihak. Penguasaan pangan oleh pemerintah Republik Indonesia baru sepenuhnya dapat dilakukan kembali sebagian besar sejak tahun 1948-1950.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun