Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Menulis Puisi Seperti Puasa

30 Mei 2019   08:07 Diperbarui: 31 Mei 2019   19:25 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Di masa kecil saya belajar di sekolah Katholik. Ketika melaksanakan ibadah shaum Ramadan kebiasaan di sekolah tetap berjalan seperti biasanya. Pukul 10 : 00 para murid menerima sebotol susu murni yang harus diminum habis ( biasanya saya bawa pulang saja). Pada jam makan siang pukul 11 : 30 murid-murid berkumpul di aula makan yang luas, yang menampung seluruh murid. Karena nagi yang tidak membawa bekal dari rumah disediakan  middag mal, kadang-kadang sup dengan roti atau spaghetti dan es krim. Tetapi banyak juga murid yang lebih suka boterhamen (membawa bekal roti dari rumah). Sebagian lagi naar huis (pulang ke rumah) dijemput orang tuanya.

Saya selalu meminta Ibu untuk naar huis. Tetapi kadang-kadang tidak pulang dulu ke rumah, ya nongkrong seharian di kruidtuin ( taman ) di dekat sekolah atau jalan-jalan santai ke centrum (pusat kota).

Di lain waktu orang tua saya pernah tidak sempat membawa saya naar huis, sayapun lebih baik ikut masuk ke ruang makan. Di sana menyaksikan teman-teman makan dengan lahap. Yang paling saya tidak tahan saat mereka makan es krim favorit saya.

Sebastian, teman saya, pernah menggoda saya, "Aisjes met rhum en chocolatjes erbij ,heel lekker." ( "Es krim dengan rhum dan coklat di atasnya, enak sekali.").

Guru pengawas sempat bertanya, "Waroom eet je niet?" ("Mengapa kamu tidak makan?").

"Omdat ik ben aan het vasten Ramadan." (" Karena saya sedang puasa Ramadan."), jawab saya.


"Oh arme." ("Oh kasihan.").

Alhamdulillah saya berpuasa di bulan Ramadan tidak pernah bocor. Ada enam murid muslim waktu itu, hanya saya dan Al Qarni yang berpuasa. Mungkin karena anak kecil berat untuk berpuasa di musim dingin.

Saat itu makan sahur  pukul 05:30, imsyak pukul 06:30, berbuka puasa pukul 16: 48. Teman-teman ada yang berpuasa pada hari Sabtu dan Minggu saja.

Setelah beranjak dewasa saya baru menyadari bahwa ibadah shaum Ramadan adalah ibadah istimewa untuk Allah, bukan untuk hamba-hamba-Nya yang menjalankan. Kesempatan yang diberikan Allah untuk ummat Islam agar memberi hadiah istimewa untuk Allah. Allah yang menunjukkan cara-caranya.

Cara berpuasa yang paling ringan adalah menahan lapar dan dahaga dari waktu imsyak sampai magjrib. Menahan makanan dan minuman masuk ke perut (lambang duniawi), mungkin maknanya kita setidalnya harus mengurangi nafsu duniawi.

Islam mengajarkan shaum yang baik adalah shaum yang tidak hanya menahan lapar dan haus saja, tetapi juga memahan godaan-godaan nafsu batin, di antara pertempuran kesalehan melawan ketamakan, kesombongan, dusta, amarah, dan sebagainya.

Islam juga menunjukkan  berbagai amal ibadah seperti banyak beramal shaleh secara individu maupun sosial, shalat Tarawih,  bersodaqoh, jangan bergunjing, jangan menyebar berita bohong, perbanyak silaturahmi,...Alangkah baiknya mendekatkan diri kepada Allah. Diam dan tidurpun daripada berkata-kata atau melakukan kegiatan yang malah menjauhkan kita dari rahmat dan ampunan Allah, terhitung sebagai ibadah di sisi Allah.

Ketika menulis puisi, saya dan mungkin penyair-penyair yang lain, berusaha mendekatkan diri pada hakikat keindahan, kebenaran, kejujuran, kejernihan ide dan bahasa,...Menurut Saini KM penyair adalah dia yang tinggal di kuil di tengah hutan. Sementara kata Ramadan KH penyair itu kayu dalam pembakaran. Dia menuju kepada inti kehidupan. Inti kehidupan otu Sang Khalik bukan? Untuk mencapainya dibutuhkan metode, selain ide atau ilham.

Chairil Anwar menyebutkan bahwa menulis puisi itu berasal dari  proses kreatif, berdasarkam dua wahyu.  Wahyu pertama adalah inspirasi, suatu kiladan dalam imajinasi, yang biasanya munvul dalam kontemplasi. Tidak akan selesai menulis puisinya kalau tidak ada wahyu kedua ( metode)." Carilah makna sampai ke akar kata!" ungkap Chairil Anwar, agar inspirasi tadi selalu kembali hidup.

Mencari makna sampai ke akar kata, dan usaha-usaha berbahasa dengan baik. Tidak tergesa-gesa memilih diksi, tidak boros, tidak mengumbar nafsu berkata-kata. Seperti berusaha  menjalankan ibadah shaum di bulan Ramadan sebaik-baiknya. Menyeleksi amal dan ibadah dalam berpuasa sejalan dengan menyeleksi diksi saat menulis puisi. Lebih baik tidak menulis puisi daripada nantinya hanya merusak bahasa.

Kita baca contoh puisi karya Sitor Situmorang,

                          Malam Lebaran

                   Bulan di atas kuburan

Puisi yang bersahaja dengan diksi yang tepat. Bayangkan penyairnya menulis puisi dengan sabar, selektif, teliti. Seperti sabarnya orang berpuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun