Mohon tunggu...
Mas
Mas Mohon Tunggu... Freelancer - yesterday afternoon a writer, working for my country, a writer, a reader, all views of my writing are personal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances— Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Chinese Academy of Scienses Inspirasi BRIN?

5 Januari 2022   18:01 Diperbarui: 5 Januari 2022   18:06 1910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Megawati Soekarno Putri. (KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES)

BRIN merupakan badan riset inovasi yang harusnya bekerja secara independen berdasarkan prinsip dan metodologi ilmiah teknis yang obyektif dan rasional. Sementara BPIP sangat ideologis. Dalam berbagai kesempatan, partai pemenang pemilu 2019, PDI-P dikabarkan terinspirasi oleh efektivitas lembaga seperti Chinese Academy of Sciences yang menata pemanfaatan sains dan teknologi dengan pendekatan sentralistik. Sejak terilhami keberadaan lembaga tersebut, partai berkuasa di Indonesia pun getol menyampaikan ide-idenya melalui Undang Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang telah disahkan pada 2019.

Diketahui, Guru Besar Tetap di bidang Hubungan Internasional Universitas Lembaga Ilmu Pengetahuan Sosial Tiongkok (University of Chinese Academy of Social Sciences/CASS), Xu Liping mengaku mengikuti dan mempelajari sepak terjang Megawati selama ini. Di era pemerintahan Megawati, saat itu Indonesia dalam transisi. Banyak ketidak pastian yang muncul. Namun dengan Pancasila, saat itu persatuan tetap bisa dijaga dengan baik. "Berdasarkan pengalaman akademik saya sebagai dosen di bidang hubungan internasional dan peneliti senior di bidang strategi, saya menilai jasa dan kontribusi ilmiah Megawati Soekarnoputri sudah memenuhi syarat dan ketentuan untuk diusulkan menjadi Guru Besar Tidak Tetap di Unhan RI bidang keilmuan Kepemimpinan Strategik," pungkas Xu Liping.


Baca: Ideologi Bukan Pengendali Ilmu Pengetahuan?

Benarkah efektivitas lembaga seperti Chinese Academy of Sciences menginspirasi BRIN? 

Kebangkitan ekonomi China disertai peningkatan kecakapan ilmiahnya. Pada bulan Januari 2018, National Science Foundation melaporkan bahwa jumlah publikasi ilmiah dari China pada tahun 2016 melebihi jumlah publikasi dari Amerika Serikat untuk pertama kalinya: 426.000 berbanding 409.000. Mungkin skeptis, bahwa ini tentang kualitas, bukan kuantitas. Tetapi gagasan lama yang menggurui bahwa Cina, seperti negara-negara Asia Timur lainnya, dapat meniru tetapi tidak berinovasi tentu anggapan ini salah. 

Di beberapa bidang ilmiah, Cina mulai mengatur langkah untuk diikuti orang lain. Saat ini sumber daya yang tersedia bagi para ilmuwan top China membuat iri banyak rekan barat. Padahal ilmuwan China terbaik akan mengemasi tas mereka untuk pergi ke padang rumput yang lebih hijau di luar negeri, hari ini adalah umum bagi peneliti pascadoktoral China mendapatkan pengalaman di laboratorium terkemuka di barat dan kemudian pulang ke rumah di mana pemerintah China membantu mereka mendirikan laboratorium yang akan melampaui pesaing utama: barat.

Banyak yang terpikat Thousand Talents Plan, di mana para ilmuwan berusia di bawah 55 tahun (baik warga negara China atau bukan) diberikan posisi penuh waktu di universitas dan institut bergengsi, dengan gaji dan sumber daya yang lebih besar dari biasanya. " Deng Xiaoping mengirim banyak pelajar dan cendekiawan Tiongkok keluar dari Tiongkok ke negara maju 30 hingga 40 tahun yang lalu, dan sekarang saatnya bagi mereka untuk kembali," kata George Fu Gao dari Institut Mikrobiologi Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok di Beijing.

"Paket startup untuk peneliti di universitas bagus di China bisa jauh lebih tinggi daripada yang bisa ditawarkan universitas Hong Kong," kata Che Ting Chan, fisikawan di Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong. "Mereka menyediakan lebih banyak ruang laboratorium dan dapat membantu menenangkan pasangan." Hal itu, katanya, "membuat perekrutan staf pengajar muda semakin menantang di sini." Negara-negara Asia Timur kaya lainnya, seperti Singapura dan Korea Selatan, juga akan merasakan persaingan.

Pihak otoritas China mengejar dominasi ilmiah dengan tekad yang sistematis. Pengeluaran tahunan untuk penelitian dan pengembangan di Tiongkok meningkat dari tahun 1995 hingga 2013 dengan faktor lebih dari 30, dan mencapai $234 miliar pada tahun 2016. Jumlah publikasi internasional yang keluar dari Tiongkok tetap sejalan dengan peningkatan ini. "Uang berlimpah untuk peneliti China tertentu, mungkin lebih banyak daripada pesaing mereka, terutama jika mendapatkan keunggulan," kata ahli biologi sel induk Robin Lovell-Badge dari Francis Crick Institute di London.

Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan lingkungan penelitian yang inovatif dan tumbuh di dalam negeri, kata Mu-Ming Poo dari Institute of Neuroscience  Chinese Academy of Sciences di Shanghai. "Pemerintah mulai menyadari bahwa investasi besar dan perekrutan talenta dari luar negeri tidak cukup. Kita perlu membangun infrastruktur dan mekanisme yang memfasilitasi inovasi di Tiongkok." Itu tidak mudah, dan tidak akan terjadi dengan cepat. 

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyebut, negara dan kebijakan publik mesti mendukung dan melakukan investasi serta menguasai modal ilmiah dan teknologi. "Selama ini, kita kurang mengembangkan teknolog dan modal ilmiah sehingga nilai tambah produk produk pertanian kita diambil orang lain," kata Muhaimin.

Dalam pidato bertajuk Peta Jalan Indonesia Maju, Senin (3/1). negara perlu terus-menerus mendukung, melakukan investasi, dan menguasai bidang penelitian. Agar nilainya dapat dimanfaatkan yang membuat rakyatnya mandiri, berusia panjang, dan menolong dirinya sendiri. "Selama ini, kita kurang mengembangkan teknologi dan modal ilmiah sehingga nilai tambah produk produk pertanian kita diambil orang lain. Jika kita memiliki modal ilmiah dan teknologi, maka Indonesia kita bisa produksi obat-obatan sendiri, produksi vaksin dan alat alat kesehatan sendiri," ujar Muhaimin.

Sebagai catatan, jumlah jurnal ilmiah di Indonesia saat ini masih sangat minim. Kalaupun ada, karya ilmiah karya anak negeri kurang dihargai. Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas jurnal ilmiah Indonesia dengan menambah dana riset.

Indonesia ada di tangga nomor 52 dari total 229 negara. Dibanding Singapura saja Indonesia kalah telak. Pada 2014 saja, menurut data Scimago Journal & Country Rank, Indonesia menerbitkan 5.499 jurnal ilmiah pada publikasi-publikasi internasional. Tak hanya kalah dari Singapura, negara ini juga kalah dari Malaysia dan Thailand. Tiga negara itu menghasilkan angka masing-masing 17.198, 25.330, dan 12.061 jurnal. 

Bukan hanya tak menonjol di lingkup ASEAN, Indonesia juga dikalahkan negara-negara yang tengah mengalami konflik seperti Mesir, Pakistan, dan Ukraina, yang masing-masing peneliti di negaranya memproduksi 14.196, 10.541, dan 9.218 jurnal ilmiah. Itupun masih ada catatannya. Dari lima ribuan naskah jurnal yang dipublikasikan, tak semua berasal dari riset terbaru. Kebanyakan di antaranya berasal dari makalah seminar. 

Belum lagi, akses pada ilmu pengetahuan, yang termaktub dalam jurnal, paper, paten, hingga buku, tidaklah gratis. Artikel berjudul "My Experiences in Recording 'Pantun Sunda'" karya Ajip Rosidi, misalnya. Melalui Jstor, artikel itu dihargai $20 atau sekitar 280 ribu rupiah. Pengakses memang dapat membaca artikel secara gratis, tetapi Jstor memberi batasan-batasan yang pada ujungnya membuat pengakses pasrah dan harus mau merogoh kocek dalam-dalam.

Soal urusan merogoh kocek dalam tak hanya dialami individu. Institusi pendidikan pun mengalaminya. Di Indonesia, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek Dikti) harus mengeluarkan uang senilai Rp14,82 miliar untuk berlangganan database jurnal. Database jurnal yang dilanggan Kemristek Dikti dengan duit sebesar itu ialah Ebsco, Cengage, Proquest, ScienceDirect, dan Scopus.

Selama ini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah salah satu aset terbaik dalam memajukan pengetahuan dan teknologi. Hal ini ditunjukkan dengan keberhasilan LIPI membangun kerja sama dengan lembaga penelitian terdepan di beberapa negara, di antaranya Asian Post, Japan's Science and Technology Agency, Japan International Cooperation Agency, National Research Foundation of Korea, dan China Academy of Sciences. Ruh BPPT adalah Habibie, yang mencita-citakan Indonesia menjadi negara maju melalui industrialisasi atau transformasi industri. Hal inilah yang membuat Habibie diberi kepercayaan untuk membangun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di Indonesia sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi pada 1978-1998. Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) tak ketinggalan dalam sumbangsih riset dan inovasi penanganan Covid-19 di Indonesia. Batan masuk dalam konsorsium bentukan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional lewat perannya dalam pengembangan antiserum dan vaksin Covid-19 dari sisi iradiasi. Presiden Joko Widodo ingin Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) terus mengembangkan satelit pemantauan untuk berbagai kebutuhan, seperti untuk kepentingan pertanian, cuaca, dan maritim.

Kini, BRIN resmi melebur Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Hal tersebut berlaku setelah Presiden Jokowi menandatangani Perpres 33 tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional yang ditandatangani pada 28 April 2021 lalu.


Seperti, judul diatas Chinese Academy of Scienses Inspirasi BRIN?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun