Dalam pidato bertajuk Peta Jalan Indonesia Maju, Senin (3/1). negara perlu terus-menerus mendukung, melakukan investasi, dan menguasai bidang penelitian. Agar nilainya dapat dimanfaatkan yang membuat rakyatnya mandiri, berusia panjang, dan menolong dirinya sendiri. "Selama ini, kita kurang mengembangkan teknologi dan modal ilmiah sehingga nilai tambah produk produk pertanian kita diambil orang lain. Jika kita memiliki modal ilmiah dan teknologi, maka Indonesia kita bisa produksi obat-obatan sendiri, produksi vaksin dan alat alat kesehatan sendiri," ujar Muhaimin.
Sebagai catatan, jumlah jurnal ilmiah di Indonesia saat ini masih sangat minim. Kalaupun ada, karya ilmiah karya anak negeri kurang dihargai. Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas jurnal ilmiah Indonesia dengan menambah dana riset.
Indonesia ada di tangga nomor 52 dari total 229 negara. Dibanding Singapura saja Indonesia kalah telak. Pada 2014 saja, menurut data Scimago Journal & Country Rank, Indonesia menerbitkan 5.499 jurnal ilmiah pada publikasi-publikasi internasional. Tak hanya kalah dari Singapura, negara ini juga kalah dari Malaysia dan Thailand. Tiga negara itu menghasilkan angka masing-masing 17.198, 25.330, dan 12.061 jurnal.Â
Bukan hanya tak menonjol di lingkup ASEAN, Indonesia juga dikalahkan negara-negara yang tengah mengalami konflik seperti Mesir, Pakistan, dan Ukraina, yang masing-masing peneliti di negaranya memproduksi 14.196, 10.541, dan 9.218 jurnal ilmiah. Itupun masih ada catatannya. Dari lima ribuan naskah jurnal yang dipublikasikan, tak semua berasal dari riset terbaru. Kebanyakan di antaranya berasal dari makalah seminar.Â
Belum lagi, akses pada ilmu pengetahuan, yang termaktub dalam jurnal, paper, paten, hingga buku, tidaklah gratis. Artikel berjudul "My Experiences in Recording 'Pantun Sunda'" karya Ajip Rosidi, misalnya. Melalui Jstor, artikel itu dihargai $20 atau sekitar 280 ribu rupiah. Pengakses memang dapat membaca artikel secara gratis, tetapi Jstor memberi batasan-batasan yang pada ujungnya membuat pengakses pasrah dan harus mau merogoh kocek dalam-dalam.
Soal urusan merogoh kocek dalam tak hanya dialami individu. Institusi pendidikan pun mengalaminya. Di Indonesia, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek Dikti) harus mengeluarkan uang senilai Rp14,82 miliar untuk berlangganan database jurnal. Database jurnal yang dilanggan Kemristek Dikti dengan duit sebesar itu ialah Ebsco, Cengage, Proquest, ScienceDirect, dan Scopus.
Selama ini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah salah satu aset terbaik dalam memajukan pengetahuan dan teknologi. Hal ini ditunjukkan dengan keberhasilan LIPI membangun kerja sama dengan lembaga penelitian terdepan di beberapa negara, di antaranya Asian Post, Japan's Science and Technology Agency, Japan International Cooperation Agency, National Research Foundation of Korea, dan China Academy of Sciences. Ruh BPPT adalah Habibie, yang mencita-citakan Indonesia menjadi negara maju melalui industrialisasi atau transformasi industri. Hal inilah yang membuat Habibie diberi kepercayaan untuk membangun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di Indonesia sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi pada 1978-1998. Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) tak ketinggalan dalam sumbangsih riset dan inovasi penanganan Covid-19 di Indonesia. Batan masuk dalam konsorsium bentukan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional lewat perannya dalam pengembangan antiserum dan vaksin Covid-19 dari sisi iradiasi. Presiden Joko Widodo ingin Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) terus mengembangkan satelit pemantauan untuk berbagai kebutuhan, seperti untuk kepentingan pertanian, cuaca, dan maritim.
Kini, BRIN resmi melebur Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Hal tersebut berlaku setelah Presiden Jokowi menandatangani Perpres 33 tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional yang ditandatangani pada 28 April 2021 lalu.
Seperti, judul diatas Chinese Academy of Scienses Inspirasi BRIN?