Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menakar "Kepatutan" dan "Kenegarawan" Calon Presiden Indonesia

19 Agustus 2022   13:07 Diperbarui: 19 Agustus 2022   13:13 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kepatutan dan Kenegarawanan Calon Presiden

Makna kata "Kepatutan" jika merujuk KBBI bisa diartikan sebagai suatu hal yang dengan pertimbangan tertentu dinilai memenuhi kepantasan, kelayakan, kesesuaian dan kecocokan yang dikehendaki sesuai situasi dan kondisi yang dibutuhkan masyarakat sehingga mendapat simpati dan kepercayaan.

Ada penguasaan pengetahuan dan pengalaman kerja dalam bidang dan lingkungan birokrasi dan bisnis, sehingga bisa merasionalisasi sekaligus mengantisipasi berbagai bisikan dan pelaporan yang berpotensi menyandera kedaulatannya dalam bersikap dan bertindak sebagai pemimpin tertinggi. Intensitasnya berinteraksi dengan para pelaku bisnis dan elite birokrat, bisa dijadikan pengalaman dan insting dalam memahami karakter individu yang sudah menjadi budaya kerja mereka.

Jika calon presiden paham dan menguasai substansi politik hingga punya strategi penanganan dengan cara mengintegrasikan para pembantunya bersama-sama dengan seluruh kekuatan kelopok politik maupun para pemilik modal yang menjadi sandaran perekonomian Indonesia saat ini, maka figure itulah yang patut diperjuangkan dengan cara elegan. Presiden terpilih harus berani dan bisa memastikan tidak ada lagi kebijakan dan kebijaksanaan pemerintah penguasa yang mengalihkan pengelolaan aset negara kepada pihak badan hukum asing.

Selain itu, seorang calon Presiden idealnya punya rekam jejak bersih dari kasus pelanggaran HAM, memahami gerakan Islamofobia, paham issue intoleran, memahami gerakan civil society, menjaga eksistensi masyarakat adat, peduli issue lingkungan berbasis keadilan rakyat, strategi ketahanan pangan, soal pendidikan dan kesejahteraan ekonomi rakyat berbasis keadilan, hingga pengamanan seluruh aset negara yang terhimpun dalam BUMN.

Sedangkan untuk makna "kenegarawanan" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan dengan perihal yang berhubungan dengan orang-orang yg mengurus suatu negara. Mengapa hal ini penting, karena dengan situasi dan kondisi politik bangsa yang sedang mengalami "fragmentasi faksi-faksi kekuatan politik" yang cenderung saling mereduksi dengan klaim sebagai kelompok paling benar, kritis, rasional, representatif dan nasionalis saat ini.

Menghadapi situasi politik dalam negeri agar tetap terjaga dan terawat semangat kebhinekaan, integrasi dan integritas bangsa, dibutuhkan sosok presiden dengan kriteria seorang negarawan yang piawai dan mengayomi saat menjalankan negara (pemerintahan), sebagai pemimpin politik yang taat asas dalam menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan, hingga mampu mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan.

Berkarakter "manusia setengah dewa" sebagaimana pesan moral dalam lirik lagu musisi Iwan Fals lebih tepatnya. Mengapa? Karena memang kriteria pemimpin seperti itu yang dibutuhkan Indonesia saat ini. Terbebas dan mampu dengan leluasa "menghadapi dan mensikapi kelompok aliran politik identitas dan kelompok oligark" yang hanya memikirkan kepentingan eksklusifnya semata. Mampu membebaskan diri dari "praktik politik transaksional" dengan para elite parpol, meski sebagai anggota maupun tidak menjadi anggota Parpol peserta pemilu.

Sebagai negarawan niscaya cakap dan mampu mengelaborasi potensi kekuatan politik bagi masing-masing kelompok dengan cara bijak, ketika mereka memanfaatkan peluang kebebasan dalam berpendapat dan bersikap atas nama hak azasi manusia sebagai basis argumentasinya, untuk mengekspresikan kreatifitas yang mereka yakini kebenarannya.

Seorang negarawan ulung dan kharismatik, seorang presiden dari bangsa besar dan kaya potensi SDA yang dimiliki Indonesia, harus mampu melakukan negosiasi politik perdagangan antar negara tanpa syarat yang berpotensi  dampak mereduksi integritas kebijakan politik ekonomi dalam negeri. Visioner kebijakan politik luar negerinya harus berani menseleksi para investor yang berorientasi "investasi berbasis transformasi tehnologi" dengan target memproduksi barang jadi untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor masyarakat global.

Menghormati dan mengembalikan kedaulatan hak-hak dasar masyarakat adat beserta kearifan lokal yang menopang ketahanan pangan dan kesejahteraan menurut standar mereka yang diyakini kebenarannya. Sebagai negarawan tidak harus tunduk dan patuh dengan tekanan para pemimpin dunia untuk menjalankan scenario global yang justru merendahkan harkat dan martabat bangsa. Jika semangat nasionalisme ini menjadi visioner seorang presiden yang negarawan, maka keteladanannya akan diikuti para pemimpin daerah.

Mobilisasi Gerakan Sadar Nalar

Dukungan pers sebagai pilar kelima demokrasi, dengan kesadaran individu sebagai insan pers dan jurnalis yang merindukan perubahan, dituntut untuk bisa memainkan peran sentralnya. Narasi pesan moral yang digaungkan, dideskripsikan agar mampu menggerakkan hingga tercipta kolaborasi faksi-faksi kekuatan sosial-politik kelompok marginal, dengan kesadarannya mendukung calon Presiden yang sudah terseleksi memenuhi kriteria sesuai paparan di atas.

Kolaborasi kekuatan pers dengan faksi-faksi kekuatan sosial-politik kelompok marginal ini, akan semakin sempurna gaung suara dan pengaruhnya apabila mendapat dukungan partisan pengguna sosial media (facebook, Istagram, twitter) yang sadar untuk berubah dan berkeinginan kuat mengubah wajah Indonesia raya yang Berdaulat dan Mandiri.

Selalu berorientasi ingin bangsa Indonesia sejajar dengan negara lain tanpa harus merubah identitas keaslian ragam budaya dan etnis yang berbasis ke-bhineka tunggal ika-an yang bersandar pada nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. Kemartabatan bangsa ini harus dibangun dengan menghindari penggunaan narasi menghujat, mengadili, merendahkan, menstigma dengan niatan menghancurkan nilai-nilai perkawanan hingga merusak semangat ke-gotong royong-an warisan para pendahulu.

Agar gerakan sadar nalar (pengamatan indera secara logis) ini berhasil mendapat simpati public, cara jitu dan elegan bisa dilakukan dengan menarasikan figur calon presiden pilihan lewat catatan sejarah sepak terjang calon dengan segala kekurangan dan kelebihannya tanpa rekayasa drama yang cenderung manipulative, yang keseluruhan cara itu dilakukan tanpa harus membuat narasi tandingan dengan frame negative rivalitas calon presiden dan pendukung yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun