Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Content Strategist

Penikmati cerita (story) di berbagai platform • Suka menulis kreatif (creative writing) tema gaya hidup (lifestyle) dengan gaya (style) storytelling • Senang membantu klien membangun brand story • Personal advisor/consultant strategi konten untuk branding dan marketing • Ngeronda di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Review Film F1: The Movie, Karakter Kuat yang Mengalurkan Plot

6 Juli 2025   14:40 Diperbarui: 7 Juli 2025   10:48 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film F1: The Movie menampilkan dua karakter kuat dalam satu tim di ajang balap Formula 1 (Sumber: Warner Bros Pictures/IMDb)

Jika mengira film ini semata tentang balapan sebagai ranah ego para pria dan kisahnya dibangun untuk tontonan kaum lelaki jantan atau "macho-er" haus adrenalin, hampir dapat ditebak Anda salah.

Film F1: The Movie bukanlah film sejarah tentang proses panjang hadirnya Formula 1 (1946–1950), sehingga kita mengenal keberadaannya hari ini yang meraung-raung di berbagai arena dunia.

Jika kisah ini, maka film akan dibuka dengan latar tahun 1946 dan berpijak pada Fédération Internationale de l'Automobile (FIA). Ketika itu FIA melangkah maju dengan menetapkan standar balap mobil tunggal.

Itulah format balapan dengan nama Formula A, cikal-bakal untuk menamainya sebagai Formula 1 dengan musim pertama resmi digelar pada 1950. Ajang ini berlangsung 13 Mei 1950 mengambil lokasi di Silverstone, Inggris.

Film F1: The Movie bukan pula kisah embrio Formula 1, yang mungkin terasa epik bila mengingat masa tersebut. Sebab, balapan bernama Grand Prix ini berlangsung panjang, semenjak 1894 hingga tahun1940-an

Balapan mobil pertama di dunia dimulai 1894, mengambil rute Paris menuju Rouen di Prancis. Sebelum kemudian tiba pada Grand Prix modern pertama (1906) yang diadakan Automobile Club de France di Le Mans.

Inilah era balapan yang menyandang sebutan Grand Prix racing, dengan skala internasional. Sebelum kemudian berhenti sepenuhnya disebabkan terjadinya peristiwa kelam dunia yang kita kenal sebagai Perang Dunia II (1939–1945).

Film F1 The Movie bukan tentang sejarah F1 dan para legenda juaranya (Sumber: Warner Bros Pictures/IMDb)
Film F1 The Movie bukan tentang sejarah F1 dan para legenda juaranya (Sumber: Warner Bros Pictures/IMDb)

F1: The Movie bukan kisah para legenda dunia

Film F1: The Movie juga tidak mengisahkan salah satu tokoh penting atau ternama dari arena Formula 1. Sebagai misal, film ini tidak mengangkat kisah Giuseppe Farina. Dialah sang juara dunia perdana F1 asal Italia dari tim Alfa Romeo.

Sejumlah bukan masih berlanjut, misalnya kisah salah seorang dari para legenda di ajang adrenalin ini. Sebut saja Michael Schumacher yang menyandang 7 kali juara dunia. Atau, Ayrton Senna yang sempat merebut 3 kali juara dunia.

Sederet nama lain juga sangat layak untuk tampil sebagai tokoh dalam film ini. Misalnya saja, Lewis Hamilton. Namun tentang nama yang satunya ini, wajahnya akan Anda temukan “berkeliaran” di sekitar film ini.

Sebab 7 kali juara dunia dari tim McLaren, Mercedes ini memegang peran penting dari balik layar. Hamilton memegang tampuk sebagai salah satu eksekutif produser. Selain itu, porsi baginya ada di konsultan teknis.

Film F1 The Movie memainkan tokoh fiktif dan tim fiktif dalam arena F1 (Sumber: Warner Bros Pictures/IMDb)
Film F1 The Movie memainkan tokoh fiktif dan tim fiktif dalam arena F1 (Sumber: Warner Bros Pictures/IMDb)

Sinopsis F1: The Movie dan karakter-karakter yang bermain

Film F1: The Movie meramu karakter-karakter fiktif untuk ditempatkan pada sirkuit real Formula 1 dalam penyelenggaraan reguler tahunan. Para tokoh bergerak dari sirkuit Silverstone (Inggris) hingga Yas Marina Circuit (Abu Dhabi, UEA).

Sinopsis film ini mengiringi tokoh karakter Sonny Hayes (Brad Pitt) pada masa kini, tiga dekade dengan status posisi veteran pembalap Formula 1 yang dikenal sebagai pembalap yang gagal bersinar sebab kecelakaan.

Dalam kesehariannya, Hayes mengejar balap apa saja dan di arena mana saja, atas nama upah (uang). Dalam perjalanan karier yang demikian, suatu ketika ia disambangi seorang sahabat lama, Ruben Cervantes (Javier Bardem).

Pemilik tim APXGP itu sedang berada dalam situasi pelik. Tim tersebut sedang kritis di ajang F1 yang telah berlangsung separuh musim. Jika gagal, maka dewan komisaris akan mengetuk keputusan untuk menjualnya dengan harga merana.

Cervantes, atas nama persahabatan mereka, memohonnya Hayes untuk bergabung. Tujuannya cuma satu, yakni menyelamatkan tim agar berada dalam posisi yang jauh lebih baik dari sekadar babak belur tak bernilai.

Film F1 The Movie memainkan Brad Pitt sebagai pembalap gaek Sonny Hayes (Sumber: Warner Bros Pictures/IMDb)
Film F1 The Movie memainkan Brad Pitt sebagai pembalap gaek Sonny Hayes (Sumber: Warner Bros Pictures/IMDb)

Namun, ketika Hayes memutuskan untuk terlibat, dia diterima tak lebih sebagai pembalap gaek yang tidak memberikan harapan baru. Namanya telah lama dilupakan. Satu dua orang yang tahu dirinya, mengingatnya dari sisi buruk.

Hayes ditempatkan bersama Joshua Pearce (Damson Idris). Pearce merupakan pembalap internal APXGP yang tersisa. Dia dikenal sebagai pembalap “rookie” potensial yang sedang menanjak menuju masa keemasan.

Calon bintang masa depan itu berada dalam rintangan dirinya sendiri, yakni usia belia yang butuh kematangan. Pearce tak kuasa menampik kehadiran Hayes, sebab ia menghadapi persoalan dengan calon lainnya.

Kisah F1: The Movie memainkan benturan karakter

Cerita untuk film F1: The Movie digodok oleh sutradara Joseph Kosinski dan Ehren Kruger, sebelum dijadikan skenario oleh Ehren Kruger. Mereka membuat tokoh dan tim APXGP fiktif untuk ditempatkan pada sirkuit nyata.

Pilihan mereka, menghadirkan kisah yang digerakkan oleh benturan karakter dari tokoh-tokoh utamanya. Inilah cara terbaik untuk memberi tempat terbaik bagi Brad Pitt di masa kini, sekaligus Damson Idris bagi masa depannya.

Soal memanggungkan karakter dalam film F1 ini menarik bila mengutip serangkaian ilustrasi ini, “What is character but the determination of incident? What is incident but the illustration of character?

Novelis Henry James melalui penggalan esainya The Art of Fiction (1884) ini hendak berujar kepada kita bahwa “Karakter adalah sumber dari alur, dan alur hanyalah konsekuensi dari tindakan karakter.”

Jika masih terasa rumit, F. Scott Fitzgerald membuatnya lebih ringkas. Penulis dan novelis legendaris asal AS yang 100 tahun lalu menerbitkan novel The Great Gatsby menulis, “Character is plot, plot is character.”

Karakter-karakter dalam film F1 The Movie (Sumber: Warner Bros Pictures/IMDb)
Karakter-karakter dalam film F1 The Movie (Sumber: Warner Bros Pictures/IMDb)

Fitzgerald meyakini bahwa plot yang kuat berasal dari perkembangan dari karakter. Itulah mahkota kisah yang dikemas dalam film F1: The Movie, terutama bila kita menyaksikan bagaimana relasi Sonny Hayes Joshua Pearce.

Melalui pilihan “character is plot” ini, maka kisah ini melampaui gender dan usia tertentu. Menjadi tidak penting perdebatan, bila ada dan mencuat ke publik, bahwa film F1 ini adalah film yang tidak sesuai bagi penonton feminim.

Itu sebabnya puncak konflik kedua tokoh karakter ini menjadi scene terindah, setidaknya buat saya, untuk dinikmati. Scene tersebut meluapkan amarah Hayes yang biasanya terkontrol dan sinisme Pearce yang menyakitkan.

Itulah puncak segalanya dari konsep bercerita film ini. Disertai pertumbuhan karakter kedua tokoh yang berhasil dicapai mereka, maka sirkuit final di Yas Marina Abu Dhabi, hanya bonus untuk melegakan langkah kaki penonton keluar dari bioskop.

Kisah pejuangan dan motivasi dalam film F1: The Movie (Sumber: Warner Bros Pictures/IMDb)
Kisah pejuangan dan motivasi dalam film F1: The Movie (Sumber: Warner Bros Pictures/IMDb)

Kisah pejuangan dan motivasi dalam film F1: The Movie

Film F1: The Movie lebih dari film kejar-kejaran mobil mewah yang dirancang dengan segala daya oleh arsiteknya. Bukan pula soal menang dan kalah dalam jarak antara garis mulai dan garis akhir, serta ranking pembalap.

Itu cerita yang mempertimbangkan semua aspek, elemen, atau faktor yang lazim dinarasikan para motivator. Mereka meneriakkan dan (berusaha) memukau audiens di kelas-kelas yang mengajarkan bagaimana membangun kerja sama dalam teamwork.

Tidak mengherankan bila potongan-potongan film F1 ini kelak bisa Anda jumpai di ruang-ruang seminar atau pelatihan. Maka, berbahagialah bila Anda telah menontonnya dari ujung hingga akhir film. Anda memeroleh konteks yang jauh lebih  baik.

Selamat menonton, bila belum. Jika sudah, apakah Anda tergoda untuk menontonnya untuk kali kedua, bahkan lebih? Hm, saya juga!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun