Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Sepotong Senja di Odori Park

3 Oktober 2015   01:41 Diperbarui: 3 Oktober 2015   02:20 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi (Foto: Pixabay)"][/caption] Sisa angin dingin bulan April mendekap kami. Cukup erat untuk membuat telapak tanganku sibuk saling mengusap. Kemilau cahaya Sapporo TV Tower tak mampu memberi kehangatan. Hari bergerak kian jauh. Odori Park telah menyongsong malam, dan hati kami pun menjelang beku.

Aku hampir tergelak saat Kimiko menyatukan kedua telapak tangan dan membawanya ke dada.

“Apa yang lucu?” sungutnya sambil menabrakkan bahunya ke tubuhku.

“Kukira kau tak akan pernah kedinginan,” jawabku dengan senyum kemenangan.

Ouch! Kimiko kembali menabrakkan bahunya, sebelum kami kembali larut dalam kesibukan di kepala masing-masing.

"Terima kasih untuk hari-hari yang sudah kauberikan kepadaku selama aku kuliah di sini," ucapku parau dengan kata-kata yang kutebak separuh beku saat tiba di kelopak telinganya.

Ia menoleh dalam hitungan detik dan kembali sibuk dengan telapak tangannya. Dan kata-kata kami masih mendekam di musim dingin saat kami memutuskan untuk melangkah dan membawa diri turun dari garis bumi.

[caption caption="Olah visual Google Maps by @angtekkhun"]

[/caption]

Entah siapa yang memandu, kaki-kaki kami berhenti di Sapporo Sweets. Dan entah siapa pula yang mengatur, kami masih bisa mendapatkan tempat terbaik untuk bersendu di kafe itu.

"Bagaimana rutemu setelah Narita?" Ia melemparkan kalimat dan memalingkan wajah ke arahku. Matanya mencoba berbinar.

"Soekarno-Hatta, Gambir, Stasiun Tugu," jawabku pendek. Aku tahu Kimi tak serius dengan pertanyaan ini. Ia hanya kehabisan akal untuk menghimpun kata-kata.

"Kita masih akan jumpa?" tanyanya. Kali ini dengan wajah agak jengah. Bukan Kimiko banget deh.

"Tentu, aku akan melakukan yang terbaik di tanah air dan berharap diizinkan Tuhan untuk kembali ke sini menempuh S3," jawabku.

“Kau akan melupakan aku?” tanyanya. Kali ini ia kehabisan energi untuk menggerakkan wajah ke arahku.

Kali ini aku menjentikkan telunjuk ke jemarinya. “Bagaimana mungkin?” ucapku retoris.

“Apa hal terakhir yang ingin kau lakukan?” tanyanya. Kali ini ia hendak mencairkan suasana, tetapi tampak benar bahasa tubuhnya amat amatir.

“ Hm... apa ya? Kayaknya ramen-miso Sapporo deh.”

Ia gegas mengangguk setuju.

“Nah, sekarang apa hal terakhir yang ingin kau tanyakan tentang Indonesia? Aku yakin bisa menjawab lebih dari Google,” sergahku.

Kimiko melemparkan pandangan jauh ke depan.

“Apakah kali ini kau akan menjawab dengan serius?”

Aku tergelak tanpa mampu tertahan. Untuk kedua kalinya aku menyentuh jemarinya dan menjentikkan telunjukku. “Kyō dekiru koto o ashita ni nobasu na.”

Ia terdiam. Lamaaa. Menghabiskan puluhan ribu detak jam sebelum meluncurkan kalimat yang paling kuduga.

“Di sana, di kotamu itu, ada seseorang yang sedang menunggumu?” Suara Kimi bergetar tanpa mampu ditahannya. Poninya melambai perlahan.

Apa yang harus kujawab? Terbayang sebentuk wajah Ajeng, perempuan tersabar yang pernah kukenal di Yogya sana. Yang melepasku pergi tanpa kesempatan pulang hingga akhir kuliah dengan janji setia yang diucapkannya dengan kalimat belepotan dan wajah bersemu merah dadu.

“Mau mengantarku pulang?” tanya Kimi sebelum aku tercenung lebih lama.

Aku mengangguk gagap.

“Odaiji ni nasatte kudasai,” ucapnya sambil menggigit bibir. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun