Siapa diantara kita yang tak kenal dengan makanan bernama "intip". Ya, kerak nasi. Makanan ini dari dulu hingga sekarang tetap digemari, bahkan di era modern (baca: era makanan serba kebarat-baratan), era makanan serba siap saji, ternyata intip menjadi makanan "Klangenan" oleh sebagian orang. Â
Di beberapa pasar tradisional, intip masih cukup banyak kita jumpai, ada yang menjualnya dalam bentuk mentahan, ada pula yang sudah digoreng dan dibungkusi dengan harga bervariasi.
Kali ini, saya akan mengurai prospek berjualan intip goreng yang sudah lama digeluti oleh mba Siti Amanah. Saya sebut mba Am, karena masih cukup muda. Ia juga termasuk salah satu Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH sejak 2018 yang lalu. Rumahnya berada di RT 02 RW 07 desa Klampok kecamatan Wanasari kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
"Saya jualan intip goreng sudah 8 tahunan, sejak anak pertama saya masih sekolah TK, sekarang sudah kelas 2 SMP," tuturnya lugu.
Saya pun makin penasaran dengan omset  jualan intip gorengnya. Mba Am lantas menuturkan penghasilannya dari jualan intip. Setidaknya, setiap harinya, rata-rata 3 kg intip goreng habis dijajakannya berkeliling pasar dengan membawa dagangan lainnya, seperti nasi bungkus dan mirong atau peyek. Bedanya, untuk intip ia goreng dan kemas sendiri, sedang yang lainnya hanya sekedar kuli menjualkan saja.
Bahan mentah atau intip mentahan ia dapatkan dari warga atau para pengepul.
"Sekarang banyak juga yang nganterin, atau nawarin intip mentahannya. Tiap kg sekarang di harga 12 ribu, kadang naik- turun tergantung harga berasnya,"
Mba Am pun bercerita bahwa untuk tiap 1 kg intip gorengnya, ia bisa mendapatkan untung bersih sekitar 15 ribuan. Jadi jika tiap hari rata-rata habis 3 kg, ia bisa mengantongi uang sebesar 45 ribu rupiah. Itu baru dari jualan intipnya. Belum tambahan dari upah menjualkan nasi bungkus dan mirong atau peyek.
"Pokoknya, sehari berjualan intip dan nasi bungkus keliling di pasar Klampok bisa dapat uang kisaran 50-70 ribuan," terangnya.
Awal kali ia berjualan intip, masih sedikit dan harus pandai mencari pelanggan. Intip mentahan pun masih ia buat atau cari sendiri dari warga di sekitar rumah, Walhasil, dengan kualitas bahan mentah yang campur aduk. Kadang ada yang bagus, ada juga yang kurang bagus.
Tapi tidak seperti sekarang, orang sudah pada tahu, kalau mba Amanah itu penjual intip goreng keliling. Sehingga para bakul intip mentahan pun pada datang dengan sendirinya, menawarkan intip mentahan dengan kualitas yang bagus.
Secara kasat mata, intip hampir sama, tetapi bagi Mba Am yang telah berpengalaman, bisa membedakan kualitasnya. Apalagi bila terbuat dari bahan dasar dengan jenis beras yang berbeda. Akan tampak hasil intip yang berbeda pula.
Didi, suami Mba Amanah termasuk orang yang kreatif juga. Intip-intip yang sudah digoreng oleh istrinya pun diberi label dengan nama intip "Anika" disertai mencantumkan alamat dan nomor hp yang siap menerima pesanan. Walhasil banyak pula yang memesan intip gorengnya via SMS atau WhatsApp.
Untuk harga pasaran, intip goreng Anika dibagi menjadi dua ukuran. Ukuran bungkus kecil dengan harga 1000 rupiah dan ukuran besar atau super dengan harga jual 5000 rupiah.
"Yang banyak laku di pasaran kebanyakan ukuran yang kecil. Ukuran besar, biasanya kalau ada pesanan tertentu saja," bebernya.
"Alhamdulillah, intip goreng saya, setiap hari rata-rata habis semua. Kalau pun ada sisa, hanya beberapa bungkus saja. Itu masih bisa bisa dijual esoknya lagi, Toh, cuma sedikit. Dan perlu diketahui, intip goreng itu masih bisa bertahan  5-7 hari ke depan. Meskipun rasanya sudah sedikit berbeda,"katanya.
Mba Am, cukup tekun menggeluti dagangan intip gorengnya. Apalagi jualannya terbilang tak terlalu berat. Bahan mentah intip, kini banyak didapat, tinggal piawai menggoreng saja dan ulet berkeliling menjajakannya. Jualannya pun tergolong tak terlalu lama, mulai dari jam 5 sampai jam 10 pagi saja.
Imam Chumedi, KBC-28. (Pendamping PKH Kecamatan Wanasari, Kab. Brebes, Jawa Tengah).