Mohon tunggu...
Siti Khotimah
Siti Khotimah Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Menulis adalah kegiatan budaya manusia untuk mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi, diri sejati yang tersembunyi dan bahasa yang tersembunyi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Develompentalisme dan Oligarki (Bukan Menolak Pembangunan)

9 Juni 2020   17:00 Diperbarui: 9 Juni 2020   17:18 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia semakin dikuasai oleh oligarki, sehingga tujuan daripada demokrasi yang pada awalnya bertujuan untuk memeratakan kekuasaan dan ekonomi nyatanya  justru berjalan kearah yang sebaliknya.

Hari ini, pembangunan Indonesia yang dikomandoi oleh Presiden Jokowi tampaknya mulai menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Di banyak wilayah, pembangunan infrastruktur tidak merepresentasikan kebutuhan masyarakat kecil; petani, nelayan atau buruh. Apa yang dilakukan Jokowi dengan menggenjot pembangunan infrastruktur walaupun menghabiskan dana yang fantastis, sebenarnya sudah tepat. Di era persaingan global yang demikian ketat, ketersediaan infrastruktur yang memadai tentu diperlukan.

Meskipun demikian, proyek pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintahan Jokowi selama ini dinilai sejumlah kalangan mengenyampingkan pada nilai-nilai kemanusiaan. Dalam praktiknya, acapkali dilakukan dengan melanggar hak-hak dasar manusia.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) misalnya menyebut selama tiga tahun kepemimpinan Jokowi, terdapat tidak kurang dari 300 kasus pelanggaran HAM terkait konflik Sumber Daya Alam dan hak atas tanah. Kasus yang banyak ditemui adalah pengusiran paksa dan perampasan lahan yang disertai intimidasi dan tindakan represif dari oknum aparat keamanan.  Kasus tersebut diantaranya terjadi di Rembang Sukoharjo, Palembang, Sukolilo dan yang paling mutakhir di Kulon Progo. Pelanggaran itu umumnya melibatkan setidaknya tiga pihak, yakni oknum pemerintah daerah, aparat keamanan dan pihak perusahaan.


Developmentalisme Dan Ekowisata
Model pembangunan ekonomi Indonesia yang sedang berjalan sebenarnya merupakan adopsi dari konsep developmentalisme. Konsep tersebut pertama kali dimunculkan oleh para ahli ekonomi Barat. Salah satu ciri developmentalisme ialah pembangunan infrastruktur secara masif. 

Pembangunan sarana fisik diyakini akan membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan konsumsi domestik dan tentunya berakibat positif pada pertumbuhan ekonomi. Developmentalisme didesain sebagai model pembangunan negara dunia ketiga agar mampu mengejar ketertinggalan ekonomi dari negara-negara yang sudah maju, sekaligus meredam potensi kembalinya ideologi sosialisme-komunisme.

Namun dalam perkembangannya, developmentalisme gagal menyejahterakan negara-negara dunia ketiga dan justru menjadi pintu masuk bagi negara-negara maju untuk mengendalikan perekonomian negara miskin-berkembang. Sebagai anak kandung kapitalisme, developmentalisme memiliki watak eksploitatif. Pembangunan fisik maupun pengolahan sumber daya alam kerapkali tidak memperdulikan perihal kelestarian lingkungan dan nilai-nilai kemanusiaan.

Melalui kebijakan dan program Kawasan Startegis Pariwisata Nasional (KSPN) pemerintahan Joko Widodo -- Jusuf Kalla, meletakkan sektor pariwisata masuk dalam 5 besar agenda utamanya, termaktub dalam naskah NAWACITA. Merujuk beragam data resmi dari pemerintah tentang kebijakan pengembangan KSPN (Kementrian Pariwisata, Kantor Sekretariat Presiden, BAPENNAS dan Kelompok Kerja Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Prioritas, Kementrian Pariwisata, 2016), menunjukkan lima argumen utama mengapa penting KSPN ini dilaksanakan sebagai program prioritas pemerintahan Jokowi --Jusuf Kalla ini yaitu;  

(1) Pentingnya mengakhiri sumber pendapatan negara dari industri ekstraktif SDA, (2) pariwisata sebagai sumber devisa nasional yang cepat dan belum optimal, (3) pariwisata dapat untuk meningkatkan daya saing bangsa di mata global, (4) pariwisata sebagai lapangan baru investasi pertumbuhan ekonomi nasional, (5) KSPN untuk menunjang percepatan perluasan infrastrktur untuk integrasi dan interkoneksi. Dalam data ini disebutkan bahwa perolehan devisa nasional dari dari sektor pariwisata menempati rangking 4 setelah: minyak dan gas bumi, batubara, minyak kelapa sawit. Sehingga diharapkan di tahun 20120 dapat menjadi sumber devisa utama melebihi 3 komuditas lainnya.

Kebijakan ekowisata bertopeng lingkungan dan konservasi cenderung dianggap "netral" dan bebas kepentingan ekonomi-politik. Ketika disebut kebijakan pembangunan ekowisata, sebagaimana ditanyakan berulang dalam wawancara studi ini (di semua lokasi studi), masyarakat merasa program KSPN ini seolah pasti baik, dan menghormati prinsip keberlanjutan ekologis. 

Ekowisata dianggap jawaban model pembangunan yang tidak merusak lingkungan dan hormat pada hak kelola rakyat. Seolah urusan ekologis tidak terkait dengan kepentingan ekonomi-politik. Hal ini ditemukan di semua lokasi studi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun