Mohon tunggu...
Kholis Ardiansyah
Kholis Ardiansyah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Study at Psychology | UIN Maliki Malang | Never Stop to #Process |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tentang Desa (Wisata) Mronjo

14 Juli 2015   10:37 Diperbarui: 14 Juli 2015   10:47 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TENTANG DESA (WISATA) MRONJO

Kali ini saya akan berbicara tentang Praktik Kerja Lapangan (PKL) medioker lalu. PKL yang dijadikan pilot project oleh Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang. Secara geografis desa mronjo ini terletak di Kabupaten Blitar sebelah timur, jarak antara kota dan desa Mronjo ini kurang lebih 40 Km sehingga dapat ditempuh dengan waktu 1 jam jika mau ke Kota Blitar. Desa mronjo ini tidak dibagian daerah terpencil, karena desa mronjo ini merupakan jalan alternatif untuk melawan kemacetan jika akan kearah Malang ataupun Ke Tulungagung, kediri dan sekitarnya. Desa mronjo ini terletak di kecamatan Selopuro kabupaten Blitar.

Terkait PKL perlu diketahui, jika edisi pertama sudah melaksanakan mapping potensi (desa wisata) maka kami melanjutkan program yang tersebut. Secara umum permasalahan di desa ini adalah dana pemerintah yang belum cair  dan kesadaran warga desa yang kurang. Bahkan mereka belum menyadari kalau di desa mereka akan digunakan desa wisata.

 

Apa yang menjadi potensi dan penghambat?

Memang benar kalau perangkat desa mngeluhkan maslah dana. Dan dari tulisan ini, masalah dana menjadi penghalang utama. Megapa? Karena ketika mengadakan kegiatan, program, dsb komponennya ada 3: biaya, waktu, dan kualitas.. Ketiganya saya anggap sebagai komponen utama yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, komponen ketiganya harus diketahui dan difahami masing - masing anggota pelaksana. Lebih tepatnya cari prioritas utama yang mendukung ketiganya. Apakah sesuai dengan budget yang disediakan, waktu yang mencukupi, dan kualitas yang baik. Seringkali dalam melaksanakan kegiatan, beberapa komponen kurang diperhatikan oleh pelaksana kegiatan. Yang menjai pertanyaan saya: Pertama, apa yang harus dilakukan untuk menanggapi pertanyaan warga terkait pendanaan? Kedua, apakah program desa wisata ini dapat direalisasikan? Ketiga, bagaimana keberlanjutan program yang akan kami laksanakan akan sukses?

[caption caption="Situs Watu Bonang"][/caption]

 

 

Dan kemungkinannya..

Melalui wawancara dengan salah satu kepala dusun - potensi ada mulai dari kelompok2 tani, koi, maupun agro dsb sudah dibntuk tetapi tidak berjalan optimal. Akan tetapi menurut saya jika tidak didukung dana yangg bagus maka kelompok tersebutb secara manajemen, klasifikasi tugas, dan sebaginya. Baik secara kualitas atau bahkan secara kuantitas.

Contohnya, ketika saya sudah mengadakan pelatihan (misalnya: Pelatihan Manajemen Tani) dan membntuk kelompok tani . Jika keberhasilan diukur secara kognisi (mereka mengetahui isi pelatihan; mendapatkan penegtahuan baru atau memfilter pengetahuan dari pengetahuan yang sudh ada), afeksi (mereka merasakan apa yang mereka ketahui; ada keinginan atau motif), dan psikomotor (mereka melaksanakan apa yang mereka ketahui dan mereka raskan; efeknya mempunyai skill).

Sekali lagi, menurut saya waktu, dana, dan kualitas itulah yang menjadi bekal, sangu, untuk keberlanjutan program desa wisata ini. Kalau salah satu dari komponen ketiganya tidak ada bagaimana keberhasilannya? Kalau komponen ketiganya optimal warga akan memahami tentang adanya desa wisata, pelatihan apapun yang diberikan akan berjalan maksimal, dan tentu saja program desa wisata akan terealisasikan. Jika komponen ketiganya sudah ada, maka warga akan antusias apa yang akan mereka jalankan.

Akibat atau efek yang lain, tentu jika PKL ini dilaksanakan lagi (edisi ketiga). Jika kemungkinan baiknya kemajuan atau progress warga, baik melalui pelatihan, program PKL atau KKN, pemrintah desa, pemerintah daerah, pmerintah pusat, dan stakeholder terkait, maka warga bisa melanjutkan apa yang sudah dilakukan edisi yang sebelumnya. Jika kemungkinan buruk yang akan terjadi, maka saya pribadi khawatir mereka akan kehilangan tujuan, program yang mereka adakan akan terbilang percuma, nihil, dan sebagainya. Kemungkinan buruk tersebut saya maksudkan apabila ketika kami sudah meninggalkan lokasi, baik kesadaran maupun pengetahuan tentang desa wisata kemungkinan akan berkurang baik secara kuaitas dan kuantitas.

Kemungkinan baiknya mereka sudah mampu melanjutkan apa yang telah kami lakukan nantinya. Misalkan, untuk membantu program desa wisata jika di edisi pertama sudah mapping potensi, yang kedua sudah mampu meningkatkan kesadaran maka edisi selanjutnya mampu melakukan sseutau yang lebih; misalkan promosi desa wisata.  

 

Solusinya (yang saya tawarkan)…

Terkait solusi saya menawakan untuk memfokuskan pada salah satu dusun atau beberpa dusun yang memiliki potensi. Jika di salah satu dusun saya menawarkan kita fokus ke dusun Kebonrejo memiliki banyak potensi: penggalan bersejarah berupa situs watu bonang, Pengusaha kue kering, Kesenian Jaranan Dan Karawian, komplek wisata air, dan sebaginya. Jadi dari kebonrejo saya menawarkan untuk melaksnakan kegiatan di dusun ini dulu. Dan harapannya mampu menjadi percontohan dusun yang lainnya untuk mengembakan potensi masing – masing dusun. Selain itu, akan positif dalam berkelanjutan karena mereka sudah mampu mengethaui potensi. Alasannya, Karena pemuda yang di dusun teresbut aktif, masyarakat menyambut positif, pembangunan jg bagus (jalan raya dan penerangan). Selain itu potensinya secara letak geografisnya diapit oleh dua sungai, dan berpotensi untuk pembangunan desa wiata.

Atau menggali potensi dari masing – masing dusun mulai dari Kelompok Tani Wanita Nusa Indah (Dusun Sumberaden), Perikanan Ikan Koi (Dusun Sumberaden), Perikanan (Dusun Sumberaden).Koperasi Wanita (Dusun Sumberaden), Permainan Tradisional (TPQ Annur-Mronjo), Permainan Tradisional Gobak Sodor (Dusun Bendil Malang). Opsi lain dari Dosen Pembimbng Lapangan (DPL) akan diadakan simulasi tentang desa wisata, dengan membuat paket wiata. Perlu diingta bagi pembaca, kedua opsi ini bukan keputusan karena keputusan diambil melalui forum. Dan terkait maslaah dana dari salah satu komentar di artikel ini kami tertarik untuk belajar dari sana. Yaitu di desa Tulungrejo yang notaben menjadi desa wisata tanpa camup tangan PEMKAB bahkan mendpaat penghargaan desa wisata tingkat nasional. Akhirnya tulisan ini saya tutup untuk melaksanakan kegiatan ini dengan sebaik – baiknya. Terima Kasih

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun