Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengisi "Ngabuburit" dengan Ngabubu-Read

9 Maret 2025   19:18 Diperbarui: 9 Maret 2025   19:18 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.ruangguru.com/blog/kegiatan-ngabuburit-yang-seru-dan-produktif

"Ngabuburit", merupakan istilah yang sudah masuk dalam KBBI dan berasal dari bahasa Sunda. Artinya, menghabiskan waktu pada sore hari di bulan Ramadan sambil menunggu datangnya waktu berbuka. Lazimnya praktik aktivitas ngabuburit lebih  lekat dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat "membunuh waktu" (wasting times), seperti main game  atau berselancar di berbagai aplikasi medsos atau sekadar berjalan-jalan tanpa tujuan. Sebagian lain mengisinya dengan berburu takjil atau istilah yang kini popular 'takjil war.'

 Aktivitas ngabuburit seperti itu walaupun tidak membatalkan ibadah puasa, tentunya kurang memberikan manfaat maupun nilai tambah. Berbeda jika  aktivitas ngabuburit dimanfaatkan dengan aktivitas membaca (read) atau  menulis (write),  tentunya akan bernilai poduktif dan positif. Inilah yang melahirkan konsep "Ngabuburit dengan Ngabubu-Read" pada judul esai ini:  sebuah inisiatif untuk menjadikan konsep literasi sebagai kata kerja di bulan Ramadan.

Mengisi konsep ngabuburit dengan muatan ngabubu-read dan juga write dalam konteks dunia Pendidikan kita merupakan hal yang penting,  mengingat masih rendahnya tingkat dan capaian literasi para siswa Indonesia. Berdasarkan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2022 misalnya, siswa Indonesia hanya menempati peringkat ke-69 dari 81 negara peserta, dengan total skor 1.108. Sementara merujuk data  UNESCO  indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001, yang berarti dari 1.000 orang, hanya satu yang aktif membaca.

Situasi tersebut  semakin diperburuk oleh dominasi budaya visual dan digital, yang telah membuat banyak generasi muda lebih cenderung mengonsumsi konten instan melalui media sosial daripada membaca buku atau artikel ilmiah. Oleh sebab itu kegiatan ngabuburit dengan muatan Ngabubu-Read (baca-tulis), jika dirancang dan dilaksanakan dengan baik akan  menjadi solusi kongkret  dalam meningkatkan literasi di kalangan anak-anak dan remaja.

Gagasan Ngabubu-Read selayaknya jangan hanya sekadar tren musiman, melainkan sebuah gerakan literasi yang diharapkan dapat memberi dampak jangka panjang. Membaca bukan hanya aktivitas untuk mengisi waktu luang, tetapi juga cara efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memperluas wawasan, dan mengasah keterampilan analitis.

Dengan cara membaca, seseorang dapat memahami suatu isu secara lebih mendalam, tidak sekadar mengetahui permukaannya seperti yang sering terjadi dalam fenomena clip thinking---di mana informasi dikonsumsi secara cepat tetapi tanpa pemahaman yang komprehensif.

Selain itu, membaca di bulan Ramadan juga memiliki manfaat tambahan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan fungsi kognitif dan daya ingat. Dalam kondisi ini, membaca justru dapat menjadi aktivitas yang lebih efektif dalam menyerap informasi.

Strategi Ngabubu-Read

Agar Ngabubu-Read dapat berjalan dengan baik dan menjadi kebiasaan yang bertahan lama, diperlukan strategi yang tepat. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah membangun komunitas membaca yang aktif. Dengan adanya komunitas, individu akan lebih termotivasi untuk terus membaca dan berdiskusi mengenai buku atau artikel yang telah mereka baca. Diskusi ini bisa dilakukan secara langsung maupun melalui platform digital seperti grup WhatsApp atau forum daring.

Selain itu, perlu adanya integrasi literasi dalam ruang-ruang sosial selama Ramadan. Misalnya, masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga bisa berfungsi sebagai pusat literasi dengan menyediakan rak buku bertema Ramadan atau mengadakan sesi bedah buku setelah tarawih. Konsep ini sudah diterapkan di beberapa negara yang memiliki budaya literasi kuat. Mereka menjadikan  ruang ibadah juga menjadi tempat edukasi dan refleksi intelektual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun