Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ramadan dan Panggung Selebrasi Kesalehan Diri

18 Maret 2024   07:23 Diperbarui: 18 Maret 2024   07:38 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
5 Hotel di Jakarta yang Menghadirkan Paket Berbuka Puasa Mewah - Travel Tempo.co 

Setiap tahun, umat Muslim di seluruh dunia menyambut bulan Ramadan dengan penuh suka cita dan kebahagiaan. Bulan suci ini bukan hanya tentang menahan lapar dan haus dari fajar hingga senja, tetapi juga tentang meraih keberkahan, mendekatkan diri kepada Allah, dan meningkatkan kualitas spiritualitas serta moralitas. Namun, sayangnya, terkadang ada kecenderungan bagi sebagian umat Muslim untuk menjadikan Ramadan sebagai panggung selebrasi kesalehan diri.

Bulan Ramadan seharusnya menjadi waktu untuk introspeksi diri, pengendalian nafsu, dan meningkatkan kualitas batin. Namun, fenomena mengadakan buka bersama di hotel mewah, menggelar acara dengan menu mewah, atau menunjukkan amal kebaikan secara terbuka di media sosial, seringkali menimbulkan pertanyaan tentang esensi sebenarnya dari ibadah ini.

Mari kita berhenti sejenak dan merenung, apakah seharusnya Ramadan dijadikan sebagai panggung selebrasi kesalehan diri? Apakah seharusnya kemewahan dan status sosial menjadi sorotan utama dalam bulan yang penuh berkah ini?

Puasa Ramadan bukanlah sekadar menahan lapar dan haus. Ia adalah bentuk pengorbanan, kesabaran, dan ketakwaan kepada Allah, sebagaimana termaktub dalam  Q.S. Al-Baqarah: 183. Taqwa di sini bukanlah sekadar tampilan luar, tetapi lebih pada kesadaran diri yang bermoral dan bertaqwa kepada Allah dalam segala aspek kehidupan. Ramadan seharusnya menjadi momen untuk meningkatkan kesadaran diri, memperbaiki karakter, dan mempererat hubungan dengan Allah SWT.

Bahaya Panggung Selebrasi

Ketika sebagian umat Muslim memilih menggelar buka bersama di hotel mewah dengan menu mewah, ada beberapa bahaya yang perlu dipertimbangkan. Ketika kemewahan dan status sosial menjadi fokus utama dalam ibadah Ramadan, hal ini mengalihkan perhatian dari esensi sejati ibadah puasa itu sendiri. Puasa seharusnya mengajarkan kita kesederhanaan, rendah hati, dan empati terhadap sesama.

Memilih tempat dan menu mewah untuk buka bersama dapat menciptakan kesenjangan sosial di antara umat Muslim. Hal ini dapat menyakiti hati mereka yang berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Begitu juga mengekspos kebaikan dan amal secara terbuka di media sosial juga bisa menjadi bentuk pertunjukan kesalehan diri. Ibadah seharusnya menjadi sesuatu yang pribadi dan tulus, bukan untuk dipamerkan di depan orang lain.

Perlu dipahami bahwa memilih untuk merayakan Ramadan dengan acara mewah bukanlah suatu kesalahan. Namun, masalahnya muncul ketika Ramadan dijadikan panggung untuk mempertontonkan kesalehan diri yang sebenarnya mungkin hanya sebatas permukaan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam konteks ini. Antara lain Ramadan seharusnya menjadi waktu untuk memperdalam hubungan spiritual dengan Allah SWT, bukan untuk menonjolkan kemewahan materi. Kesalehan sejati tidak diukur dari seberapa mewah acara buka bersama yang diadakan, tetapi dari keikhlasan dalam beribadah, ketakwaan, dan kepedulian terhadap sesama.

Selanjutnya, saat umat Muslim kelas atas merayakan Ramadan dengan kemewahan, hal ini bisa menimbulkan kesan keterpisahan dari realitas sosial yang sebenarnya. Banyak dari saudara-saudara kita yang mungkin tidak mampu untuk merayakan bulan suci ini dengan makanan mewah di tempat-tempat mewah. Perbedaan ini perlu menjadi pijakan untuk lebih memperdalam empati dan solidaritas sosial.

Pesan Profetik Puasa

Rasulullah SAW pernah bersabda, "Puasa bukanlah (sekedar) menahan makan dan minum, tetapi puasa adalah menahan dari perkataan kotor dan perbuatan kotor." (HR. Ahmad).  Dalam konteks ini, mari kita renungkan kembali pesan profetik puasa. 

Ramadan seharusnya menjadi ajang untuk membersihkan hati dan batin, meningkatkan ibadah, serta meningkatkan empati terhadap mereka yang kurang beruntung. Bukanlah tentang seberapa mewahnya acara buka bersama, melainkan sejauh mana kita mampu menjaga akhlak, menahan diri dari hal-hal yang tidak bermanfaat, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Janganlah menjadikan Ramadan sebagai panggung selebrasi kesalehan diri yang semu. Mari kembali ke akar-akar nilai ibadah, yaitu kesederhanaan, ketakwaan, dan kepedulian terhadap sesama. Buatlah Ramadan sebagai momentum untuk introspeksi diri, meningkatkan kualitas spiritualitas, dan memberikan yang terbaik bagi orang-orang di sekitar kita.

Hakekat puasa bukanlah sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga sebagai sarana untuk membebaskan diri dari belenggu nafsu syahwat yang dapat menggelincirkan kita menuju terbentuknya batin yang baik dan berkualitas. 

Puasa mengajarkan kesabaran, keikhlasan, dan menguatkan ketahanan spiritual.  Menunjukkan kesalehan diri dengan tujuan mendapat pujian atau perhatian bukanlah tindakan yang dianjurkan. 

Sebaliknya, kesalehan haruslah murni karena Allah SWT, bukan untuk dipertontonkan di hadapan orang lain. Mari kita jadikan Ramadan sebagai waktu introspeksi diri, meningkatkan kualitas spiritual, dan memperdalam kepedulian terhadap sesama.

Berkumpul untuk berbagi dengan keluarga dan sahabat-sahabat terdekat adalah hal yang baik, tetapi jangan sampai kemewahan dan eksposur di media sosial mengalahkan esensi sebenarnya dari ibadah Ramadan. Mari kembali kepada akar nilai-nilai Islam yang mengajarkan kesederhanaan, kedermawanan, dan kepedulian terhadap mereka yang membutuhkan.

Ramadan bukanlah panggung selebrasi kesalehan diri yang ditonton orang lain, tetapi momen yang sakral untuk merenungkan diri, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan membentuk pribadi yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Mari menjadikan Ramadan sebagai waktu yang bermakna, bukan sekadar acara kemewahan yang sementara.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun