Mohon tunggu...
KHOIRUL ANAM
KHOIRUL ANAM Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pembelajar Abadi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Kepemimpinan Bupati Banyuwangi dan Bupati Jember Berdasarkan Paradigma Positivis

2 April 2024   04:15 Diperbarui: 2 April 2024   04:22 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus yang sempat menerpa Bupati Jember Faida pada periode kepemimpinannya tersebut membuat hubungan pemda dan DPRD menjadi tidak baik, mulai dari  masalah KSOTK yang disoroti oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian merekomendasikan yakni meminta Gubernur Jawa Timur untuk memerintahkan Bupati Jember mencabut 15 SK mutasi ASN dan 30 perbup tentang KSOTK di lingkungan Kabupaten Jember. (Wahyunik, 2020)

Selain itu ketidak harmonisan Bupati Faida dengan DPRD Kabupaten Jember mengakibatkan keterlambatan penyusunan dan pelaporan APBD 2020 Kabupaten Jember, sehingga Bupati Jember Faida mendapatkan teguran dan sanksi yang tertuang dalam Keputusan Gubernur No 700/1713/060/2020, tentang Penjatuhan Sanksi Administratif Kepda Bupati Jember. Kepgub tersebut memutusan penjatuhan sanksi administratif berupa tida dibayarannya hak-hak keuangan (gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan lainnya, honorarium, biaya penunjang oprasional dan lainnya) selama 6 bulan terhadap Bupati Jember Faida sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Aminudin, 2020)

Dengan kasus yang sedang dihadapinya saat ini Bupati Faida rasanya tidak jera untuk kembali maju mencalonkan dirinya dalam pertarungan pilkada Jember 2020, dengan percaya diri Faida mendaftarkan dirinya melalui jalur perseorangan sebagai petahana.

EPISTIMOLOGI

  • Landasan epistemologi dalam pengambilan keputusan, gaya kepemimpinan, Komunikasi Politik, dan Proses menjalankan kebijakan oleh Baputi Jember dan Bupati Banyuwangi sebenarnya berkaitan dengan prosedur ilmiah dalam pengambilan putusan tersebut. Landasan epistimologi dapat menulusuri dari ketetapan cara dan langkah-langkah seorang Bupati dalam melaksanakan proses-proses pengambilan keputusan (Suaedi, 2016).
  • Creswell dalam Diyah (2019) menjelaskan penelitian kualitatif berusaha menjelaskan suatu isu yang berhubungan dengan isu atau kasus tertentu. Untuk melihat isu ini, cerita-cerita dikumpulkan dari individu-individu dengan pendekatan naratif melalui wawancara. Strategi penelitian ini cenderung pada fenomenologi, grounded theory, etnografi, studi kasus, dan naratif. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Denzin dan Lincoln dalam Diyah Ayu (2019) mengemukakan kebanyakan studi kasus bersifat kualitatif dengan memfokuskan kajian pada paradigma naturalistic, holistik, dan kultural. Studi kasus bukan merupakan pandangan metodologis, namun menjadi objek yang diteliti. (Ayu, 2020)
  • Seperti halnya, G.R. Terry menjelaskan bahwa pengambilan keputusan merupakan pilihan yang di dasarkan pada kritera tertentu dari dua atau lebih alternatif yang dapat diambil (Syamsi, 2000) lebih dari itu Claude S. Goege, Jr menguatkan dengan padangannya bahawa proses pengambilan keputusan itu di kerjakan oleh kebanyakan menejer berupa suatu kesadaran , kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pilihan diantara sejumlah alternatif (Syamsi, 2000). Dalam struktur pemerintahan istilah menejer sering kali melekat pada seorang Bupati. Maka jika kita melihat istilah pengambilan keputusan yang di tawarkan oleh Terry dan Claude, kita boleh mempertanyakan sejauh mana seorang bupati mencari alternatif terbaik dalam pengambilan keputusan sehingga memudakan jalan pembangunan untuk mengimplementasikan jani-janji kerja yang telah di buat dan diterjemakan dalam visi dan misi seorang Bupati. Paling mudah untuk melihat bagaimana seorang bupati dapat memperoleh alternatif pembangunan terbaik ialah bagimana seorang bupati bermitra untuk memperkaya hasanah perspektif diri dalam pembangunan demi memperoleh alternatif terbaiknya, ciri paling mudah untuk melihat itu ialah dengan memandang seberapa terbuka seorang bupati dalam menerima masukan bawahan atau bahkan stekholder lainnya. Pengambilan keputusan ini ada kaitanya dengan bagaimana kemampuan komunikasi seorang bupati. Misalnya, Bupati Banyuwangi dalam proses pembangunan mampu merangkul seluruh elemen masyarakat baik legislatif maupun tokoh masyarakat untuk bisa terlibat dalam pembangun di Kabupaten Banyuwangi. Sementara, komunikasi politik bupati jember dianggap buruk karena sering terjadi gesekan dengan legislatif, bahkan dalam membangun komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat atau stekholder terkait cenderung eksklusif. Padangan ini, terbukti dengan renggangnya hubungan bupati jember dengan sejumlah pimpinan teras partai politik yang berbasis islam.
  • Sejumlah fakta tersebut, membuktikan tentang karakter atau gaya kepemimpingan dari bupati Jember dan Banyuwang. Dimana Bupati Banyuwangi di anggap punya gaya kepemimpnan yang ramah dan merangkul, sementara bupati Jember cenderung kaku dan tidak bisa merangkul.
  • Perjalanan Bupati Jember Faida dari perspektif epistemology, dapat digambarkan dari beberapa keputusan ataau variabel yang jelas untuk digambarkan, diantaranya :
  • Komunikasi Politik : Selama kepemipinan Bupati Jember dengan tagline "Tegak Lurus" dan jargonnya 22 janji kerja. Bupati Jember selama menjabat sebagai orang nomer satu di Jember dahulu diusung oleh beberapa partai besar di pilkada 2015 yakni PDI Perjuangan, NasDem, PAN dan  Hanura. Pasca terpilihnya sebagai Bupati Jember Faida, tidak pernah melakukan kommunikasi politik dengan Partai Koalisinya maupun DPRD Jember sehingga membuat proses penyelesaian APBD Jember mulai dari tahun 2017, 2018, 2019 dan yang terbaru 2020 serta 2021 sampai saat ini selalu terlambat dalam pebahasan dan penyelesaiannya. Hal ini membuat dampak yang sangat mendasar kepada masyarakat yakni pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Jember mengalami keterlambatan dan malah kalah dengan kabupaten sekitar seperti Banyuwangi dan Bondowoso. Terlebih lagi juga mendapatkan predikat Disclaimer dengan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jawa Timur.
  • Kebijakan : Bila melihat dari sisi kebijakan yang dikeluarkann oleh Bupati Jember, ada beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Bupati Jember yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan salah satunya persoalan mutasi pegawai yang sampai saat ini masih belum selesai. Sehingga mendapat teguran dari Kemendagri dan Gubernur Jawa Timur berikaitan SOTK yang dirubah tanpa sepengatahuan dari Kemendagri dan Pemprov. Hal ini membuat Bupati Jember mendapatkan sanksi tidak dibayarkannya gaji berkala selama 6 bulan. Kemudian kebijakan berkaitan dengan tidak adanya CPNS kabupaten Jember pada tahun 2019 lalu, kemudian penataan GTT/PTT di kabupaten Jember yang masih belum tertata secara merata.

METODOLOGI

Dikutip dari NUSADAILY.COM-JEMBER Survei LSI, rupanya tingkat kepuasan publik terhadap Bupati Jember di bawah 50%. Alokasi anggaran yang besar Rp479 miliar yang dipakai Pemerintah Kabupaten Jember ternyata menurut publik, justru hasilnya tidak menggembirakan. Masyarakat memberikan persepsi negatif, bahkan cemas dan cenderung tidak puas terhadap kinerja pemerintah kabupaten Jember di bawah kepemimpinan Bupati Faida. Penilaian publik tergambar dari data survey penanganan COVID-19. Setidaknya ada 5 rapor merah  atas kinerja sebagai berikut :

Survey dilakukan terhadap 1000 responden dengan Margin of Error (MoE) +/-3,16%

  

NO

INDIKATOR

HASIL SURVEY LSI 28 JULI 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun