Tuhan memang baik, ya. Di tengah keluh kesah hambanya, Tuhan hadirkan kebahagiaan. Seperti saat ini, cukup banyak orang-orang yang membeli koran, setidaknya jumlah pembelinya lebih dari yang kemarin.
  "Terima kasih, Ya Tuhanku. Engkau memang sebaik-baiknya perencana hidup. Uangnya lebih banyak dari yang kemarin, pasti kita dapat bonus, dek!"Ucap syukur Daru yang disenyumi oleh Sang Adik.
  Mereka kembali berjalan untuk mencari tempat yang lebih ramai. Namun karena kelelahan, akhirnya mereka berdua beristirahat di bawah pohon beringin yang meneduhkan.
  "Dek, menurutmu kita ini miskin atau ga?"Tanya Daru membuka percakapan.
  "Engga. Kita ini kaya, kak,"balas Nala disertai senyuman manisnya.
  "Coba jelasin, kenapa kamu bisa beranggapan kita ini kaya?"Tuntut Daru yang penasaran dengan pandangan Sang Adik.
  "Kalau kita miskin, ga mungkin kita masih bisa napas, kak. Ga mungkin juga kita punya tubuh yang lengkap, walau aku ga bisa lihat, tapi aku masih punya telinga dan indra perasa lainnya. Menurutku, manusia miskin itu adalah manusia yang sudah dikasih semua sama Tuhan, tapi ga tau berterima kasih."Jelasnya.
  Daru bangga dengan jawaban yang diberikan oleh adiknya. Entah sudah ke-berapa kalinya ia selalu berhasil merasa menjadi manusia pilihan karena bisa selalu berada di samping Nala. Saking bangganya ia dengan Sang Adik, hati tulusnya pun berbicara.
  "Tuhan, makhlukmu selalu istimewa...."
  Di tengah percakapan hangat mereka, terlihat seorang ibu lanjut usia yang sedang kesusahan membawa dua buah tas ransel berukuran besar. Dengan sigap, Daru menghampiri dan membantunya.
  "Terima kasih banyak, ya, nak. Ternyata masih ada orang baik walau pada hal-hal yang sepele. Boleh ibu numpang istirahat di sini?"Tanya ibu itu dengan keringat memenuhi dahi.