Mohon tunggu...
Khofifah Dwi Khasanah
Khofifah Dwi Khasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Khofifah Dwi Khasanah Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta Semester 7 hoby saya menyanyi dan mendengarkan musik tinggal diKaranganyar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Bab Tiga tentang Tantangan dan Peluang dalam Buku Ekonomi dalam Dinamika Hukum Teori dan Praktik

2 November 2023   21:34 Diperbarui: 2 November 2023   21:40 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Khofifah Dwi Khasanah 

202111189

HES 5F

Pada Artikel kali ini saya akan membahas tentang bab ketiga pada buku Ekonomi Dalam Dinamika Hukum Teori Dan praktik. Pada bab ketiga ini akan membahas apa saja tantangan dan peluang dalam lembaga Syariah Non Bank?, bagaimana Peran Dewan Pengawas Syariah Dalam Pengembangan Ekonomi Syariah di era Digital?,Apa Urgensi Etika Dalam Bisnis Syariah?, dan Juga Bagaimana etika dalam Kewirausahaan Dalam Perspektif Syariah?.

pada Sub Bab pertama akan membahas masalah dan prospek lembaga Syariah Non Bank. Menurut asiah wati, lembaga keuangan adalah suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa keuangan. Apakah mereka mengumpulkan dana masyarakat atau menyediakan jasa keuangan lainnya, kegiatan organisasi ini selalu berhubungan dengan bidang keuangan (Mardani, 2017). Organisasi yang beroperasi di bidang keuangan berdasarkan prinsip syariah dikenal sebagai lembaga keuangan syariah (Laksmana, 2009). Berdasarkan UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, pasal 1.b menyatakan bahwa semua badan yang menarik uang dari masyarakat dan menyalurkannya ke dalam masyarakat disebut lembaga keuangan. Dua jenis lembaga keuangan syariah (LKS) adalah bank dan nonbank. 

Berdasarkan prinsip syariah (Al-Qur'an dan Al-Hadits), lembaga keuangan bukan bank syariah juga mengumpulkan dana dari masyarakat atau memberikan dana kepada pihak yang membutuhkannya. Departemen Keuangan, yang dikelola oleh Otoritas Jasa Keuangan, membina dan mengawasi lembaga keuangan non-bank. Dewan Syariah Nasional MUI membina dan mengawasi lembaga keuangan syariah dari sisi pemenuhan prinsip-prinsip syariah, sama halnya dengan lembaga keuangan syariah bank. Lembaga keuangan syariah non-bank termasuk asuransi syariah, pegadaian syariah, pasar modal syariah, dan lembaga zakat warisan. Masing-masing lembaga menggunakan sistem yang berbeda untuk melayani kliennya.

 Walaupun kemajuan lembaga keuangan syariah di Indonesia menunjukkan hasil positif, keberadaan mereka juga tidak akan pernah lepas dari tantangan yang harus dihadapi. Di antara hambatan dan hambatan yang menghalangi pertumbuhan LKS adalah kurangnya kesiapan masyarakat untuk menerima LKS; kurangnya sosialisasi dan edukasi masyarakat; dan keterbatasan modal dan akses permodalan (Sulistyowati, 2021). Selain memiliki banyak tantangan dan hambatan, lembaga keuangan publik syariah juga memiliki banyak peluang untuk berkembang pesat. Ini karena mayoritas orang Indonesia beragama Islam. Dengan munculnya bisnis syariah lainnya, seperti hotel dan travel syariah, serta tren pengembangan barang halal dan pariwisata halal, ada peluang untuk pertumbuhan lembaga keuangan syariah di masa depan. Selain itu, keberadaan lembaga keuangan syariah telah diakui secara internasional. Pasar bebas merupakan peluang bagi lembaga keuangan syariah dikarenakan probabilitas bagi meningkatnya pangsa pasar sangat terbuka. Namun demikian, pasar bebas juga menghadirkan tantangan tersendiri karena lembaga keuangan syariah dituntut untuk memiliki sumber daya yang profesional serta kelengkapan sarana dan prasarana pendukung. Untuk hal itu, diperlukan tindakan antisipatif agar lembaga keuangan syariah dapat bertahan di tengah era pasar bebas (Suadi, 2018). 

Bab kedua membahas peran Dewan Pengawas Syariah dalam pengembangan ekonomi syariah di era digital. Menurut rial Fu'adi, DPS memiliki peran penting dan strategis dalam penerapan prinsip syariah pada setiap operasi ekonomi syariah. DPS bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua produk, prosedur, dan sistem memenuhi persyaratan syariah. DPS berfungsi sebagai perwakilan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan mengatur lembaga keuangan syariah seperti bank syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, dan lainnya. DPS memastikan bahwa semua lembaga tersebut beroperasi sesuai dengan aturan Islam (Karim, 2001). Selain meninjau aspek produk keuangan syariah, pengawasan juga meninjau cara manajemen dan administrasi lembaga keuangan syariah dijalankan secara sesuai dengan syariah. DPS memiliki peran penting dalam pengembangan ekonomi syariah. Menurut Setiawan Budi Utomo, tugas tersebut adalah:

1. Pengawas, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan fungsi dan tanggung jawab pengawasan langsung kepatuhan syariah dan pelaksanaan fatwa DSN.
 2. Advisor, yaitu memberikan nasihat, inspirasi, pemikiran, saran, serta konsultasi untuk pengembangan produk dan jasa yang inovatif untuk persaingan global.
3. Marketer, bekerja sebagai mitra strategis dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas industri ekonomi syariah melalui komunikasi massa untuk memberikan motivasi, penjelasan, dan edukasi publik. Ini termasuk membangun komunitas dan jaringan, sosialisasi, persiapan SDM, dan peran strategis lainnya dalam hubungan kemasyarakatan (public relationship).
 4. Pendukung, yang berarti menyediakan berbagai bentuk dukungan dan dukungan untuk pengembangan perbankan dan ekonomi syariah, termasuk networking, pemikiran, inspirasi, dan doa.
 5. Pemain: mereka yang berpartisipasi dalam ekonomi syariah, baik sebagai pemilik, pengelola, penyimpan, investor, atau mitra penyaluran dan pembiayaan.

DPS berperan dalam era digital saat revolusi industri menyebabkan jutaan pekerjaan baru dan pekerjaan lama hilang. Orang-orang yang tidak dapat mengikuti tuntutan revolusi akan kehilangan pekerjaan mereka. Kemajuan ipteks di era industri 4.0 ini menimbulkan banyak masalah. Dengan munculnya model bisnis baru yang menggunakan fasilitas elektronik yang sebelumnya tidak dikenal dan bahkan tidak pernah dipikirkan sebelumnya, penting untuk melakukan penyelidikan tentang aspek kepatuhan terhadap prinsip syariahnya. Selain itu, revolusi industri mengubah cara bermuamalat; sebelumnya hanya hubungan antar individu, sekarang hubungan antara perusahaan dan individu. Ini pasti akan membutuhkan penelitian kesyariahan yang lebih mendalam daripada penelitian sebelumnya. Revolusi industri juga mengubah dalam bermuamalat yang dulunya sangat sederhana, hanya dilakukan dengan akad tunggal, namun bermuamalat di era digital mau tidak mau harus dilakukan dalam bentuk hybrid contract. Hal ini tentu akan membutuhkan kajian kesyariahan yang lebih serius dari kajian-kajian sebelumnya. Untuk mengkaji aspek kepatuhan terhadap prinsip syariahnya membutuhkan pengetahuan yang utuh terhadap model-model bisnis digital dan ilmu tentang hukum Islam, baik hukum normatif, filosofis maupun sosiologis sebagai modal dasar untuk berijtihad. Oleh karena itu, dalam pengembangan ekonomi syariah, DPS dituntut tidak hanya memahami fatwa-fatwa DSN-MUI, tetapi juga harus memahami konsep ekonomi secara umum, dan perkembangan aktivitas ekonomi di era digital. 

Pada Sub bab Ketiga membahas tentang Urgensi Etika dalam Bisnis Syariah menurut nurul huda, Bisnis syariah saat ini mengalami perkembangan yang pesat dan menarik minat pelaku bisnis dalam berbagai bentuk kegiatan bisnis. Ketertarikan pelaku bisnis dalam mengembangkan bisnis syariah berdasarkan potensi peluang pangsa pasar syariah yang terbuka luas karena mayoritas masyarakat di Indonesia beragama Islam dan membutuhkan produk serta jasa yang halal, baik dari segi produk maupun prosesnya sesuai dengan prinsip syariah. Tahap awal perkembangan bisnis syariah ini bisa dilihat dari terbentuknya lembaga keuangan syariah baik dalam bentuk bank maupun non-bank, kemudian diikuti berbagai jasa syariah seperti: hotel, wisata, kuliner, dan berbagai produk barang halal, seperti: kosmetik, obat-obatan, makanan hingga fashion, dan sebagainya. Keberadaan bisnis syariah dalam berbagai bentuknya terbukti sangat membantu masyarakat, khususnya kalangan umat Islam dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik berupa komoditas barang atau layanan jasa yang halal dan terbebas dari maisir, gharar, haram, riba, dan batil. 

Perilaku merupakan cerminan etika (akhlak) bagi seseorang. Apabila seseorang memperhatikan etika, maka akan menghasilkan perilaku yang baik dalam segala aktivitasnya, termasuk dalam berbisnis. Jika pelaku bisnis peduli terhadap etika, maka aktivitas bisnisnya akan menjaga sikap jujur, amanah, dan sebagainya. Sebaliknya, apabila pelaku bisnis tidak memiliki kesadaran tentang etika, maka cenderung menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan bisnisnya. Atas dasar tersebut, aktivitas bisnis dengan etika saling terkait. Etika dibutuhkan karena bisnis yang semula merupakan kegiatan ekonomi dengan tujuan utama untuk memperoleh keuntungan materi, namun dalam realitasnya cenderung menempuh berbagai macam cara untuk mencapai tujuannya dengan mengabaikan etika. Persaingan dunia bisnis adalah persaingan kekuatan modal. Pelaku bisnis dengan modal besar akan selalu berusaha memperluas jaringan bisnisnya, sementara pemodal kecil semakin tersingkir. Praktik monopoli, kolusi, nepotisme turut memperparah kondisi tersebut. Sementara dalam pandangan Islam, etika merupakan dasar bagi semua tindakan manusia dalam semua aspeknya, termasuk aktivitas bisnis. Etika merupakan nilai kehidupan yang mengantarkan manusia untuk hidup dengan baik dan benar yang secara wajar sesuai dengan fitrahnya untuk meraih kebaikan hidup, baik di dunia maupun akhirat. Dengan pandangan demikian, etika sebenarnya menyatu dengan seluruh aktifitas kehidupan, termasuk bisnis. Untuk meraih tujuan bisnis dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan etika. Secara etika, pelaku bisnis syariah seharusnya menerapkan prinsip-prinsip syariah secara konsisten dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Pelaku bisnis syariah dalam menjalankan bisnis tidak berdasarkan pertimbangan momentum bisnis syariah dewasa ini yang semakin naik daun dan sekadar memanfaatkan peluang pengembangan bisnis berdasarkan keinginan umat Islam yang menaruh harapan tinggi bisa bermuamalah secara islami. Dengan berpijak pada nilai-nilai etika, pelaku bisnis harus menyadari bahwa etika memiliki keterkaitan dengan bisnis. Sebagai wujud realisasi etika dalam bisnis, pelaku bisnis memiliki komitnen menerapkan prinsip syariah dalam aktivitas bisnisnya. Apalagi bisnis syariah dijalankan tidak hanya berorientasi memperoleh keuntungan materi saja, tapi ada target lain yaitu manfaat non-materi berupa manfaat kebaikan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam aktivitas bisnis. Di samping itu, bisnis syariah dijalankan untuk memperoleh keberkahan, sehingga aktivitasnya dicapai untuk meraih ridha Ilahi. Tujuan ini dapat tercapai apabila bisnis yang dijalankan dengan tetap memperhatikan etika. Aspek etika menjadi pertimbangan utama bagi pelaku bisnis supaya konsisten dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah. 

pada Sub Bab keempat membahas Etika dalam Kewirausahaan Perspektif Syariah, Menurut Rusli etika dalam perspektif syariah mengikuti etika ketika nabi berwirausaha. Wirausaha yang diterapkan oleh Nabi Muhammad saat usia delapan tahun dengan ikut menggembala kambing di elit Quraisy untuk mendapatkan upah dan dilakukan selama empat tahun. Selanjutnya nabi kembali berwirausaha bersama pamannya, Abu Thalib, selama lima tahun berupa ikut berdagang dan bekerja di bidang ekspor impor. Langkah dan strategi yang diterapkan Rasulullah dalam dunia kewirausahaannya adalah beliau yang pandai melakukan segmentasi dan menetapkan target pasar. Rasulullah memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai kebiasaan, cara hidup, cara makan minum serta kebutuhan yang diperlukan masyarakat setempat. Selain itu Rasulullah juga menjunjung tinggi adanya hubungan baik dengan pelanggannya sehingga memudahkan beliau untuk bisa ekspansi dan melebarkan sayap usahanya hingga mencapai lebih dari 17 negara. Trik lain yang dilakukan Nabi Muhammad adalah dengan adanya branding. Beliau adalah seseorang yang memiliki akhlak dan budi pekerti yang baik, salah satu yang mencirikan akhlak beliau adalah gelar al-amin dari kaum Quraisy yang didapatkan beliau saat beliau masih belia. Gelar al amin ini muncul saat beliau menjadi orang yang jujur dengan pelanggan dan dipercaya oleh majikannya dalam menjalankan tugas berdagang di negeri syam (Suriah) waktu itu. Dalam shirah nabawiyah, Muhammad yang berusia 12 tahun kala itu terkenal jujur dan tidak pernah menipu, tidak mengurangi timbangan, tidak memberikan janji berlebih atau sumpah palsu. Kegiatan wirausaha yang dilakukan Nabi Kegiatan wirausaha yang dilakukan Nabi.

Pada kesimpulannya adalah dalam sudut pandang Syariah Tantangan akan selalu ada dan disela sela tantangan tersebut pasti ada peluang dan juga dalam berbisnis kita harus memiliki etika etika dalam berbisnis. dalam pandangan Islam etika dalam berbisnis selalu mengikuti etika nabi dalam berdagang. Nabi sendiri menerapkan sikap jujur,Amanah,dan dapat dipercaya dalam berdagang/ berwirausaha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun