Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Infobesia

Bertugas di Gabus, Pati, Jateng. Direktur sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. Redaktur Media Didaktik Indonesia [MDI]: bimbingan belajar, penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah bereputasi SINTA. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kuning dan Hitam

3 Oktober 2025   15:35 Diperbarui: 3 Oktober 2025   15:35 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi hitam dan kuning. kam/ai

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Puncak Pilar Purbakala, monumen tertinggi di Kota Airlangga, baru saja menjadi saksi kegagalan yang memalukan. Bendera Kuning dan Hitam---simbol Keagungan dan Kehati-hatian bagi Lembaga Pertahanan---terkoyak di puncak menara saat diuji angin ekstrem.

Di bawah menara, dalam ruang kendali yang beraroma kopi pekat dan dipenuhi monitor real-time, Panglima Karsa menatap rekaman video insiden itu berulang kali. Di sebelahnya, hadir Kiai Sabda, Penasihat Seni Pertahanan yang sudah lama pensiun dari urusan militer praktis dan kini lebih banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan tua, merawat naskah-naskah filosofi.

"Kami akan melaporkan kerusakan material," Panglima Karsa memulai, tanpa menoleh. "Angin di atas 25 knot. Itu angka yang bisa kami pertanggungjawabkan secara teknis."

Kiai Sabda tersenyum tipis, matanya yang keriput memantulkan cahaya layar yang memendar. "Anda adalah 'Wong Kang Omong' (Yang Tugasnya Bicara), Panglima. Itu adalah tugas Anda. Tapi percayalah, angin itu tidak peduli dengan angka."

Panglima Karsa mendengus. "Lalu apa yang dipedulikan oleh angin, Kiai? Ia adalah fenomena atmosfer."

"Ia peduli pada Aja Dumeh (Jangan Sok Kuasa)," jawab Kiai Sabda tenang. Jarinya yang berurat menunjuk bagian kuning bendera yang robek di layar. "Kuning itu dibuat dari serat nano terkuat, ditenun dengan teknologi yang konon anti badai. Ia dipasang di tempat tertinggi. Ia lupa diri, Panglima. Ia sombong."

"Anda mengatakan sebuah kain memiliki ego?"

"Tidak. Saya mengatakan simbol yang kita agungkan---dan kita sendiri yang menciptakannya---membawa risiko ego," Kiai Sabda mengoreksi dengan lembut. "Bukankah pelajaran pertama dalam Piwulang Andhap Asor (Ajaran Rendah Hati) berbunyi: 'Barang siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan?' Angin itu hanyalah Sang Kala (Waktu), yang datang merobek keangkuhan material. Robekan itu, Panglima, adalah teguran metafisik."

Panglima Karsa berdiri, berjalan ke jendela kaca anti peluru, dan menatap langit kelabu di atas kota. "Kami harus cepat. Besok adalah gladi bersih. Kami harus mengganti bahannya."

"Itu adab yang baik," sahut Kiai Sabda. "Adab yang lebih penting dari material aslinya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun