OLEH: Khoeri Abdul Muid
Pernahkah Anda melihat seseorang yang suka berbuat curang akhirnya jatuh dalam kehinaan? Atau sebaliknya, orang sederhana yang ringan tangan membantu justru mendapat pertolongan saat kesulitan?
Fenomena ini sering disebut masyarakat sebagai "karma". Dalam pitutur Jawa, hal ini dirangkum dalam pepatah: "Ngundhuh wohing pakarti." Siapa menanam perbuatan, ia akan menuai buahnya.
Ngundhuh Wohing Pakarti: Sawah Kehidupan
Orang Jawa menggambarkan hidup seperti sawah. Apa yang ditanam, itulah yang tumbuh. Kalau menanam padi, panen padi. Kalau menanam ilalang, panen ilalang.
Demikian pula dengan tindakan manusia. Perbuatan baik akan berbuah kebaikan, sementara perbuatan buruk akan berbalik menyusahkan pelakunya. Filosofi ini menegaskan bahwa setiap orang bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.
Perspektif Islam: Amal Baik dan Buruk Tak Pernah Hilang
Ajaran ini sejalan dengan firman Allah:
"Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya)." (QS. Az-Zalzalah: 7--8)
Setiap amal, sekecil apa pun, tidak akan sia-sia. Bahkan senyuman adalah sedekah, dan ucapan kasar pun tercatat sebagai dosa. Islam menegaskan adanya sunatullah: hukum sebab-akibat yang berlaku dalam kehidupan manusia.
Analisis Sosial: Konteks Zaman Digital