Mohon tunggu...
khobril_ms
khobril_ms Mohon Tunggu... Pendidik | Pengajar | Penulis

Pendidik | Pengajar | Penulis Membentuk karakter dan membangun masa depan melalui pendidikan dan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Karakter Siswa: Antara Barak Militer dan Sekolah

5 Mei 2025   08:51 Diperbarui: 5 Mei 2025   08:51 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat menjadi lebih khawatir akibat tren penurunan karakter, disiplin, dan etika siswa. Kondisi ini mengakibatkan munculannya banyak kebijakan, termasuk kebijakan untuk menjadikan barak militer sebagai tempat pembinaan karakter bagi siswa yang bermasalah. Di sisi lain, para guru merasa kewenangannya semakin dibatasi karena ancaman kriminalisasi dari orang tua siswa ketika mencoba menegakkan disiplin. Kedua isu ini menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat, baik dari segi etika, efektivitas, maupun hak asasi. 

Siswa Masuk Barak Militer: Solusi atau Ancaman?

Pemikiran untuk memasukkan siswa ke barak militer bertujuan memberikan pelatihan disiplin, membentuk karakter yang kuat, dan memupuk rasa tanggung jawab. Para pendukung kebijakan ini berpendapat bahwa adanya pelatihan militer dapat membentuk kedisiplinan dan rasa hormat terhadap peraturan, yang mungkin sulit dicapai di sekolah biasa. Terlebih bagi siswa yang telah terlibat dalam tindakan indisipliner berat atau kekerasan, pendekatan ini dianggap sebagai langkah terakhir sebelum mereka benar-benar kehilangan arah.

Meski demikian, pendekatan ini tidak jarang mendapat kritik. Banyak orang menilai bahwa pendidikan sebaiknya tetap bertumpu pada pendekatan psikologis dan pedagogis. Lingkungan militer yang keras justru ditakuti akan menimbulkan trauma, bikin stigma negatif, serta meningkatkan pemikiran bahwa kekerasan atau tekanan fisik adalah cara yang sah untuk mendidik. Selain itu, hak anak sebagai individu yang masih dalam proses pertumbuhan dan pencarian jati diri juga berisiko dilanggar. 

Kewenangan Guru: Tantangan disertai dengan Rasa Takut

Di tengah dilema ini, juga timbul persoalan yaitu keterbatasan kewenangan guru dalam menjalankan disiplin. Banyak guru yang merasa seakan-akan mereka tidak betul saat mendidik terutama jika perbuatan keras mereka terhadap siswa dapat memberikan kemungkinan terlaporkannya ke pihak berwajib oleh orang tua. Hal itulah yang membuat para guru harus pasif, apalagi hingga menjadi apatis, dalam menjalankan peran sebagai motivator kesenian.
Salah satu cara yang layak dipikirkan adalah dengan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada guru untuk mendisiplinkan siswa secara tegas namun dalam waktu yang manusiawi. Guru-guru adalah para pendidik yang profesional yang telah dibekali dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam mendidik. Jika terdapat sistem perlindungan hukum yang jelas dan suku cadang yang tegas, misalnya jangan melibatkan tindak kekerasan fisik atau seksual, guru siap melaksanakan fungsinya sebagai penggerak tanpa harus takut akan proses hukum.

Kesimpulan: Sinergi Solusi yang Manusiawi dan Tegas

Permasalahan karakter dan kedisiplinan siswa tidak dapat diselesaikan dengan satu pendekatan tunggal. Pengiriman siswa ke barak militer mungkin bisa menjadi pilihan terakhir untuk kasus-kasus ekstrem, tetapi tidak boleh dijadikan solusi utama. Yang lebih fundamental adalah menciptakan sistem pendidikan yang mendukung ketegasan yang manusiawi, salah satunya melalui penguatan peran guru.

Mengedepankan kewenangan guru dalam membina siswa, dibarengi dengan regulasi yang adil dan proporsional, merupakan langkah penting untuk memperbaiki krisis karakter tanpa mengorbankan hak-hak anak. Pendidikan adalah proses jangka panjang yang memerlukan kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan negara, bukan hanya sekadar reaksi sesaat terhadap masalah perilaku siswa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun