Pada tanggal 30--31 Mei hingga 1 Juni 2025, mahasiswa mengikuti program Kuliah Terpadu. Bertempat di Desa Jambuwer, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang.Â
Dalam kegiatan, peserta tidak hanya belajar dari teori, tetapi langsung dari narasumber yang menjadi bagian hidup dari kesenian lokal. Salah satu tokoh penting yang hadir adalah Bapak Sumarsono, selaku pimpinan sekaligus pembina kesenian Jaranan Turonggo Setho.Â
Asal Mula dan Sejarah Kesenian Jaranan Turonggo Setho
Menurut penuturan Pak Sumarsono, kesenian Jaranan yang berkembang di Desa Jambuwer merupakan warisan budaya yang diturunkan secara turun-temurun dari para leluhur. Para pemain Jaranan berasal dari warga lokal dan masyarakat sekitar yang semangat melestarikan budaya.
Latihan dilakukan secara bergantian dengan tari topeng, karena tempat latihan menjadi satu antara dua kesenian tersebut. Pertunjukan dilakukan berdasarkan undangan atau tanggapan dari masyarakat.Â
Mitos dan Ritual dalam Kesenian Jaranan
1. Mitos Kesurupan: Bukti Kehadiran Roh Gaib
Salah satu mitos paling dikenal dalam kesenian Jaranan adalah kesurupan. Dalam tradisi ini, para penari bertingkah di luar nalar atau melakukan aksi ekstrem. Diyakini bukan hanya karena sugesti, tetapi karena benar-benar dirasuki oleh roh dari alam gaib.
2. Ritual Sebelum Pentas
Sebelum pertunjukan dilakukan ritual sebagai bentuk permohonan izin kepada leluhur dan penjaga alam gaib agar acara berjalan lancar tanpa gangguan. Ritual dilakukan pada malam sebelum pertunjukan. Ritual melibatkan para penari dan pawang atau sesepuh yang melakukan: Doa bersama, membakar kemenyan atau dupa, dan melafalkan mantra Jawa atau doa khusus untuk keselamatan
3. Ritual Urak Sesaji Setelah Pertunjukan
Setelah pementasan selesai, dilakukan ritual Urak Sesaji pada saat kalapan. Urak Sesaji yaitu pembagian sesajen kepada para penonton. Sesajen diletakkan di tempat tertentu, seperti di tengah arena atau di dekat gamelan. Dalam kepercayaan masyarakat, sesajen seperti kelapa yang dipecah atau buah pisang yang dibagikan dipercaya memiliki khasiat penyembuhan untuk sakit ringan.Â
Selanjutnya, dilakukan penutupan energi oleh pawang untuk menetralkan suasana dan mencegah hal-hal gaib ikut terbawa pulang oleh penari atau penonton
Pengalaman di Jambuwer membuat saya sadar, bahwa budaya itu hidup dan tidak bisa dipelajari hanya dari buku. Kesenian Jaranan bukan cuma soal menari dengan kuda-kudaan atau kesurupan. Di balik semua itu, ada rasa hormat yang mendalam kepada para leluhur dan alam.Â
Melalui tangan-tangan seperti Pak Sumarsono dan masyarakat Desa Jambuwer, budaya ini tetap dijaga dan diteruskan. Dan bagi kami, generasi muda, pengalaman ini bukan hanya jadi tugas kuliah, tapi pelajaran yang sangat berharga dan tak terlupakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI