Mohon tunggu...
Khasbi Abdul Malik
Khasbi Abdul Malik Mohon Tunggu... Guru - Gabut Kata.

Panikmat Karya dalam Ribuan Tumpukan Kertas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam Akui Pluralitas Tanpa Pluralisme

7 Mei 2017   07:34 Diperbarui: 7 Mei 2017   08:15 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Faham Pluralisme Agama di Negara Indonesia kini menjadi kian marak. Apalagi diusung oleh tokoh liberal dengan tujuan mempersatukan suku, agama, dan ras, antar golongan. Karena mengingat dalam suatu kebersamaan ini banyak menimbulkan konflik, terutama pada umat beragama. Sebagaimana yang telah terjadi dibeberapa daerah seperti Situbondo (1996), Tasikmalaya (1997), Rengasdengklok (1997), Sambas (1999), dan Ambon (1999). Ditambah dengan Konflik di Torikara, Idul Fitri 2015, dan pembakaran Gereja di Aceh Singgkil, 13 November 2015.

Dari kejadian ini, timbul cara pandang bahwa agama sebagai sumber konflik. Sehingga pada akhirnya timbul berbagai upaya menafsirkan kembali ajaran agama dan kemudian dicarikan titik temu pada level tertentu dengan harapan konflik di antara umat beragama akan redam jika antar pemeluk agama saling toleran. Namun, patut di ingat, bahwa toleransi dilihat pada level eksoteris (syariat) agama yang berbeda dan memiliki batasan-batasan tertentu. Sedangkan melihat pada level esoteris (budaya) semuanya sama.

Pluralisme Agama, dapat dibagi menjadi tiga kategori, Humanisme Sekuler, Teologi Global, dan Sinkretisme. Ketiga kajian ini ujung-ujungnya berakhir pada muara yang sama yaitu melegitimasi yang setara kepada semua agama (semua aliran dan ideologi) yang ada agar hidup berdampingan. Setidaknya inilah yang ingin diwujudkan oleh tren-tren tersebut.

Pada dasarnya paham Pluralisme Agama akan muncul pemahaman bahwa semua agama adalah sama. Padahal pengertian ini tidak diinginkan oleh tokoh agama-agama. Seperti yang ungkapkan oleh pdt. Dr. Stevri Lumintang, dalam komentarnya menyebutkan, Bahwa Pluralisme sedang menawarkan agama baru. Menurutnya, teologi ini menyalahkan semua rumusan teolgi tradisional yang selama ini dianut dan sudah berakar dalam gereja. 

Sedangkan menurut Peter Berger, (1967) pluralisme merupakan alternatif pengganti sekularisme yang telah gagal di dunia islam. Kalau Al-Attas menanggapi Sekulerisme sebagai program, dan pluralisme adalah proyek Postmodernisme. Bahkan John Stott, teolog Anglican (dalam interview tahun 1998)  tidak hanya curiga. Ia menuduh target Pluralisme pada akhirnya adalah melarang penyebaran agama, khususnya Kristen.

Pada dasarnya Islam mengakui adanya pluralitas suku, kultur dan agama sebagai sunatullah (QS. Hud: 118-119). Namun Islam tidak mengakui pluralisme yang memandang bahwa semua agama sama. Hal ini disebabkan adanya perbedaan fundamental secara teologi yang tidak bisa ditawar. Maka pluralisme tidak bisa disandingkan dengan toleransi dalam Islam, karena Islam secara konseptual mengakui pluralistas, namun menolak tegas pluralisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun