Mohon tunggu...
Kharisrama Trihatmoko
Kharisrama Trihatmoko Mohon Tunggu...

Support me to be a writer by finding my books at: www.salehajuliandi.com www.gramedia.com Thank you! :)

Selanjutnya

Tutup

Money

Impor Gandum Indonesia: Ancaman yang Belum Memasyarakat

13 September 2013   21:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:56 3517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah mendengar kampanye one day no rice ? Sebuah kampanye yang mencoba untuk mengajak masyarakat Indonesia dalam melakukan diversifikasi pangan. Di sini, masyarakat diajak untuk mengembangkan mindset dan pengetahuannya serta mulai membiasakan diri bahwa tidak harus nasi ‘melulu’ yang dijadikan sebagai makanan pokok. Karena sebenarnya masih ada sumber pangan lain yang tidak kalah kaya akan karbohidrat selain beras atau nasi.

Tapi, kemudian apa yang akan kita pilih? Kentang, mie, roti, singkong, ubi, atau lainnya? Mungkin akan lebih banyak dari kita memilih mie dan roti sebagai alternatif makanan berat selain nasi. Hal ini sangat beralasan, sebab di antara opsi lainnya, mie instan dan roti sangat terasa kemudahannya; mudah dijumpai, mudah dibeli alias harganya relatif murah, mudah dibuat, dan mudah pula dikonsumsi oleh banyak orang karena rasanya yang enak serta mengenyangkan. Karena itu, kedua makanan ini lebih umum dijumpai pada jam makan dibandingkan sumber karbohidrat alternatif lainnya.

Sekarang, mari kita coba selidiki mengenai kedua makanan ini. Dari apakah mie instan dan roti dibuat? Tidak salah lagi, yaitu tepung terigu yang berasal dari penggilingan gandum. Artinya, dengan memakan mie instan dan roti, kita berarti memakan gandum. Lalu adakah dampak dari kebiasaan mengonsumsi gandum ini sendiri? Dari segi kesehatan, tentunya tidak apa-apa bahkan justru menyehatkan tubuh. Tapi, bagaimanakah dari sisi ekonomi, terlebih dalam skala negara? Adakah kita pernah terpikir mengenai hal tersebut?

Selama ini, kita mungkin terlalu sibuk dan heboh dengan berbagai isu mengenai bahan pangan yang lebih dekat dan umum bagi kita. Seperti isu impor beras yang terus naik tajam dan merugikan, isu harga cabe rawit yang melonjak tinggi hingga tidak tergapai oleh penjual gorengan, isu harga bawang merah yang harganya tidak dapat dinalar lagi, dan lain-lain. Hal-hal tersebut telah membutakan hingga kita tidak sanggup melihat hal-hal yang justru lebih berbahaya daripada itu semua, tak terkecuali mengenai gandum. Karena itulah perlu dicatat, bahwa di balik itu semua, Indonesia menyimpan rahasia besar sebagai salah satu negara importir gandum terbesar di dunia.

Hal ini seharusnya tidak mengagetkan lagi. Tetapi kenyataannya isu ini masihlah berupa ancaman yang belum terpahami di dalam masyarakat Indonesia sendiri. Akibatnya, masalah ini semakin bertambah parah hingga Indonesia kini bergantung hampir 100% pada impor gandum. Hal ini disebabkan dari tidak seimbangnya ketersediaan pasokan gandum dari dalam negeri dengan kebutuhan gandum nasional yang cenderung terus meningkat. Konsekuensinya, impor gandum menjadi jalan tengah yang semakin kurang terkendali.

Apa gerangan penyebabnya? Masalahnya muncul dari kemampuan produksi gandum dalam negeri. Secara teknis, gandum dapat tumbuh di Indonesia, tapi secara komersial sulit. Gandum dapat ditanam dan dikembangkan di Indonesia, tetapi hal ini sangat membutuhkan kesungguhan dan dukungan. Gandum sukar untuk tumbuh di Indonesia disebabkan kontur tanah di Indonesia yang berbukit-bukit serta iklim tropis yang kurang cocok untuk kehidupan gandum. Selain itu biaya investasinya pun termasuk yang cukup tinggi. Karena itu, banyak petani yang kurang mau mengambil resiko dengan menanam gandum di lahannya. Mereka lebih memilih menanam tanaman holtikultura lainnya yang lebih aman dalam menghasilkan keuntungan.

Hal ini memang seharusnya tidaklah menjadi masalah. Kita memang kaya dengan alam, tetapi bukan artinya harus tergantung dan pasrah kepadanya. Segala sesuatu dapat diusahakan dengan teknologi termasuk dalam hal pertanian gandum ini. Contohlah India, negara yang walaupun iklimnya hampir mirip dengan Indonesia, tetapi termasuk salah satu negara penghasil dan pengekspor gandum terbesar di dunia. Jenis gandum yang ditanam di negara tersebut adalah gandum tropikal khusus untuk negara-negara beriklim tropis. Di Indonesia sendiri, jenis gandum ini telah berada dalam percobaan tanam di sejumlah wilayah seperti Nongkajaja, Salatiga, Openg, Wonosobo, Boyolali, dan lain-lain. Percobaan ini bahkan bekerja sama dengan universitas dan didukung oleh negara maju seperti Jepang. Tetapi karena masih merupakan percontohan dan setingkat uji laboratorium, produksinya pun masih minim dan kualitasnya belum sebagus produk impor. Akhirnya, Indonesia pun masih miskin pasokan gandum lokal.

Sementara itu, demand gandum nasional di satu sisi terus meningkat. Sepanjang tahun 2011, ada impor 6,3 juta ton gandum dengan nilai US$ 2,5 miliar. Pelaku impor adalah Bogasari Flour Mills (Bogasari) – anak usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang mengimpor gandum rata-rata perbulannya sebesar 300 ribu ton. Jumlah ini akan terus meningkat karena besarnya permintaan produk gandum di Tanah Air. Impor gandum biasanya dilakukan dari Australia, Kanada, Amerika Serikat, China, dan beberapa negara Eropa Timur. Tindakan impor ini semakin dipermudah dan dibuka lebar karena gandum termasuk salah satu produk impor selain kapas yang dibebaskan dari tarif pajak masuk alias 0%. Hal ini dipengaruhi dari kebijaksanaan di era sebelumnya, yaitu Era Orde Baru, di mana saat Bogasari didirikan, kebebasan pajak ini ditetapkan untuk memenuhi stok dan mempermudah akses konsumsi.

Lantas untuk apa gandum sebanyak itu digunakan? Di Indonesia, gandum memang menjadi salah satu alternatif makanan pokok di beberapa daerah seperti Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. Di luar itu, gandum banyak dimanfaatkan dalam bidang bisnis dan industri kuliner dan katering, dan akan terus bertambah seiring semakin banyaknya inovasi akan variasi makanan. Penggunaan gandum sebagai terigu paling dominan ada pada bahan baku mie instan dan roti karena keduanya merupakan makanan favorit masyarakat Indonesia yang terus meningkat nilai permintaannya. Data mengenai penggunaan gandum dalam mie dan roti ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.

Meskipun merupakan makanan pokok sumber energi, gandum tidak hanya mengandung karbohidrat. Gandum juga mengandung zat-zat lain yang diperlukan oleh tubuh walaupun karbohidrat tetap menjadi persentase yang paling tinggi. Kandungan gizi yang ada pada gandum, yaitu:

·Karbohidrat 60 – 80%

·Protein 6 – 17%

·Lemak 1.5 – 2%

·Mineral 1.5 – 2%

·Dan sejumlah vitamin

Jika dibandingkan dengan sumber karbohidrat lainnya, gandum memiliki kandungan kalori paling tinggi dibandingkan lainnya. Perbandingan kandungan nutrisi pada gandum dibandingkan beras, singkong atau ubi kayu, dan bahan pangan pokok lainnya dapat diperhatikan sebagai berikut. Sumber Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI.

13790831661646987568
13790831661646987568

Jika kita perhatikan manfaat dan kandungan gizi gandum, memang wajar jika kita memilih sebagai salah satu alternatif pangan pokok. Tetapi bijakkah jika kita menggembar-gemborkan kampanye peralihan dari nasi ke bahan pokok lainnya seperti gandum? Karena hal itu tidak akan menjauhkan kita dari impor pangan, malah justru semakin memperburuknya. Memang baik mengurangi impor beras, tetapi akan menjadi tidak baik jika mengorbankan impor gandum yang ternyata selama ini lebih parah. Mengkampanyekan One Day No Rice sama artinya semakin membuat ketergantungan impor gandum pada negara importir, seperti kita.

Lalu bagaimana perkiraan solusi dari keadaan ini? Tetaplah setia pada nasi karena sebenarnya impor beras tidak seberapa. Impor beras hanya berkisar 0,3% dari total impor Indonesia, jauh lebih kecil dari impor gandum yang mencapai 20%. Impor ini juga tidak lantas menunjukkan bahwa Indonesia kekurangan produksi beras. Produksi beras Indonesia sejatinya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Banyaknya produksi beras yang diserap oleh industri sebagian dan adanya kewajiban stok cadangan dalam bidang pangan adalah yang membuat kita terpaksa melakukan impor beras. Akan tetapi, produksi beras kita sebenarnya melimpah, bahkan jauh lebih banyak dari Thailand yang menjadi surplus karena kebutuhan beras nasionalnya tidak sebesar Indonesia.

Kemudian dari sisi pasokan gandum, kita tidak bisa terus membiarkannya bergantung kepada impor. Karena seperti pesan dari mantan Presiden Soekarno, pangan adalah urusan hidup dan mati, maka tidak boleh bergantung kepada negara lain. Sudah saatnya perkembangan teknologi di bidang pertanian gandum harus terus dielaborate dan disupport, mulai dari penemuan varietas yang cocok untuk alam tropis, pengondisian lahan, mekanisasi pertanian, hingga pada masalah biaya investasinya sendiri. Lalu dari sistem impor juga perlu diperbaiki karena sistem yang ada sekarang sangat merugikan kita dengan tidak adanya aliran yang masuk ke kas negara dan hanya menguntungkan pihak eksportir dan importir. Salah satu perkembangan yang menarik adalah mulai diberlakukannya tarif pajak sebesar 20% pada produk tepung terigu impor. Ditambah dengan adanya realita bahwa produk tepung terigu lokal masih di bawah tepung terigu impor sehingga tindakan impor sudah saatnya dipertanyakan untuk apa masih dilangsungkan. Semua hal ini bertujuan agar kita mulai mampu mengurangi hingga akhirnya benar-benar lepas dari jeratan impor gandum dan menjadikan Indonesia sebagai hal yang paling mustahil saat ini yaitu Indonesia yang berswasembada pangan gandum.

(Dari Berbagai Sumber)

Beberapa Sumber Referensi:

1.http://finance.detik.com/read/2013/06/26/135246/2284761/1036/indofood-impor-gandum-300-ribu-ton-sebulan

Diakses: Rabu, 11 September 2013, Pukul 20.10

2.http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/03/18/19082323/Indonesia.Akan.Kembangkan.Gandum

Diakses: Rabu, 11 September 2013, Pukul 20.12

3.http://finance.detik.com/read/2010/10/26/123256/1475248/4/ri-masih-sulit-miliki-gandum-lokal

Diakses: Rabu, 11 September 2013, Pukul 20.15

4.http://finance.detik.com/read/2013/02/26/161308/2180239/1036/produsen-terigu-gandum-bisa-tumbuh-di-indonesia-tapi-sulit-buat-komersial

Diakses: Rabu, 11 September 2013, Pukul 20.19

5.http://finance.detik.com/read/2012/02/09/175648/1838740/1036/ahli-pangan-indonesia-dimitoskan-tak-bisa-ditanam-gandum

Diakses: Rabu, 11 September 2013, Pukul 21.08

6.http://politik.kompasiana.com/2013/06/14/jerat-ketergantungan-impor-gandum-mengelilingi-kita-568907.html

Diakses: Rabu, 11 September 2013, Pukul 21.30

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun