Mohon tunggu...
kharisma salsa
kharisma salsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

halo! aku kharisma. mahasiswa baru di universitas pendidikan indonesia. aku suka menulis. semoga kompasiana selalu bisa menjadi tempat untuk aku selalu nulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sebenarnya Apa Tujuan Kita Sekolah?

8 Desember 2022   07:22 Diperbarui: 8 Desember 2022   07:25 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Padahal dalam kehidupan realita, dengan perkalian ini dapat mengatasi masalah yaitu ketika kita membeli banyak barang dan kesulitan untuk menghitungnya satu-satu, maka dengan perkalian ini akan sangat membantu.  

Kemudian, permasalahan pendidikan yang ketiga adalah sekolah membunuh kreativitas muridnya. Pakar pendidikan dari Inggris, Sir Ken Robinson, pernah melakukan pidato yang menghebohkan pada saat itu yang berjudul "do schools kill creativity?" yang artinya adalah "apakah sekolah membunuh kreativitas?" Pidato ini didasari karena beliau merasa sekolah saat ini kebanyakan membunuh kreativitas siswa. Pidato Robinson mengandung kritik terhadap dunia pendidikan saat ini, khususnya di Indonesia. 

Robinson mengatakan bahwa sekolah sekarang ini seperti menyamakan peserta didiknya dengan mesin robot. Seperti halnya robot, peserta didik di sini dituntut untuk mau mengikuti semua peintah pendidik mulai dari waktu mengerjakan tugas, waktu mengumpulkan tugas, waktu mengobrol, waktu berdiskusi, dan lain-lain semuanya sudah diatur. Peserta didik bertugas hanya untuk mematuhi perintah dan diam. Ini yang dimaksud dengan sekolah membunuh kreativitas peserta didik karena pada proses pembelajaran, peserta didik tidak diberikan kesempatan untuk menunjukkan kreativitasnya. Padahal kreativitas itu perlu dikembangkan dan perlu diberikan ruang sendiri agar peserta didik dapat nyaman berada di kelas.   

Benjamin bloom, seorang psikolog pendidikan, dalam bukunya yang berjudul Developing Talent in Young People membahas tentang bagaimana level berpikir yang harus dicapai oleh para peserta didik, yakni : 

(1) remembering, merupakan level terendah, basic, dan primitif. Pendidik diharapkan tidak mengajarkan peserta didik hanya sampai pada level ini, tetapi terus mengasah kemampuan peserta didik ke level berikutnya; 

(2) understanding, di sini peserta didik diharapkan dapat memahami dan dapat membuat pemahaman sendiri atas apa yang telah dipelajari; 

(3) applying, yaitu mengaplikasikan atau mengimplementasikan pemahaman peserta didik di kehidupan sehari-hari; 

(4) analyzing, yaitu menganalisis suatu fenomena;

(5) evaluating, pada level ini peserta didik harus mampu untu mengevaluasi suatu fenomena apakah ada yang salah atau tidak, apakah sudah sesuai apa belum, dan lain-lain; dan 

(6) creating, di sini peserta didik harus membuat solusi, penyelesaian, dan saran atas apa yang sudah dievaluasi pada level berpikir yang sebelumnya.  Level berpikir ini juga harus sering diimplementasikan agar peserta didik dapat memahami pembelajaran dengan menggunakan perspektif, tidak hanya sekadar materi saja.

Selain itu, ada pun cara-cara lain untuk mengkondisikan peserta didik atau cara yang bisa kita lakukan untuk mengatasi masalah-masalah pendidikan yang disebutkan di atas tadi seperti, pesimis dan fokus pada nilai, banyak peserta didik tidak memahami penuh apa yang disampaikan pendidik saat di depan kelas, dan peserta didik kaku akibat ruang untuk menyalurkan kreativitas dan inovasi dibatasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun