Mohon tunggu...
KHOERUL ARIF
KHOERUL ARIF Mohon Tunggu... Administrasi - Iso ora iso kudu iso

Belajar menulis belajar memaknai hakikat kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wahabi dan NU Tak Mungkin Bersatu (Bagian 1)

18 Juni 2019   11:15 Diperbarui: 18 Juni 2019   11:17 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ulama pesantren kemudian membentuk sebuah delegasi sendiri ke Arab Saudi tanpa terkait dengan delegasi umat Islam Indonesia yang dinamakan dengan Komite Hijaz. Ketika delegasi Komite Hijaz akan berangkat, disepakati Komite Hijaz dijadikan organisasi permanen dan diberi nama Nahdlatul Ulama yang berarti kebangkitan Ulama.

Saat ini, NU menjelma menjadi sebuah ormas "terbesar" di Indonesia. Dalam perjalanannya, NU pernah menjadi partai politik. Kemudian kembali menjadi sebuah organisasi yang fokus pada tema sosial dan keagamaan di tengah masyarakat. Sesaat setelah reformasi 1998 beberapa elite NU mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Wajar jika sampai saat ini dikatakan bahwa PKB adalah alat atau kendaraan politik bagi NU.

Kesuksesan terbesar NU dalam hal politik menurut hemat penulis adalah ketika KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur berhasil duduk menjadi Presiden Republik Indonesia. Namun sayang, Gus Dur menjadi orang nomor satu di Indonesia hanya sebentar. Segala konflik dan intrik politik yang terjadi saat lengsernya Gus Dur masih menjadi tanda tanya besar setidaknya bagi penulis.

Bagi sebagian pendukung Gus Dur aktor utama yang bertanggung jawab atas lengsernya beliau adalah Amien Rais yang saat itu menjadi ketua MPR. Mungkin karena hal tersebut sebagian pendukung Amien Rais dan Gus Dur tak pernah akur. Contohnya dalam hal pilpres 2014 dan 2019, ada jokes yang mengatakan siapapun calon presiden pilihan Amien Rais maka pendukung Gus Dur tidak akan memilihnya.

Amien Rais adalah tokoh Muhammadiyah dan juga tokoh Partai Amanat Nasional. Dalam hal tema NU dan Wahabi, Amien Rais dan tindakannya yang bertanggung jawab atas lengsernya Gus Dur (yang diyakini oleh sebagian orang) menemukan relevansinya. Ada alasan kedua sebagian Nahdliyin untuk tidak sepakat atau bisa dikatakan untuk terus "menolak" Wahabi.

Wahabi dan Era Reformasi 


Semenjak Presiden Soeharto jatuh dari kursi kekuasaannya angin semilir reformasi dirasakan segarnya oleh banyak kalangan. Kebebasan berpolitik, beragama, dan berekspresi benar-benar dinikmati pada saat era reformasi.

Dalam lingkup keagamaan, selain kehadiran Agama Konghuchu era reformasi juga memberi ruang yang luas bagi kehadiran beberapa gerakan Islam global yang sering disebut sebagai Gerakan Islam Transnasional seperti HTI, Salafi, Jamaah Tabligh, dan Ikhwanul Muslimin. Tak hanya itu, gerakan Islam Liberal juga muncul di permukaan. (kalau diteliti lebih lanjut Gerakan Islam Transnasional dan Liberal sudah sejak lama hadir di Indonesia. Namun terlihat lebih jelas dan marak ketika era reformasi).

Kemunculan dua kutub gerakan Islam yang berseberangan tersebut menjadi salah satu pemicu adanya Ghazwul Fikri atau perang pemikiran. Tema ini menjadi populer dan diperbincangkan oleh kalangan aktivis mahasiswa Islam di era 2000-an. Diskusi, debat, saling serang melalui artikel dan buku marak ditemui. Pemikiran Islam transnasional dan liberal tumbuh subur di lingkungan akademik atau kampus negeri dan Islam.

Seseorang yang berafiliasi dengan gerakan Islam transnasional tersebut biasanya mempunyai ciri ritual ibadah yang mirip wahabi. Selain ritual ibadah yang sama mereka juga mempunyai semangat tinggi dalam hal menjaga sunnah dan mempunyai spirit untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang dirasa saat ini mulai sedikit demi sedikit ditinggalkan. Namun diantara mereka berbeda dalam hal pandangan politik dan metode dakwahnya.

Di sisi lain sebagian mahasiswa muslim dari kalangan NU cenderung dekat dengan pemikiran liberal. Ada yang mengatakan bahwa mereka sudah khatam dalam pembahasan dan pengamalan Islam di Pesantren atau madrasah NU. Oleh karena itu ketika mahasiswa mereka lebih tertarik untuk mengeksplore pemikiran lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun