Dalam pelaksanaannya, kendala administrasi juga ditemukan di tingkat rumah sakit, seperti klaim yang tertunda. Menurut Wijayanti et al. (2023), pendekatan manajemen berbasis POAC digunakan untuk mempercepat penyelesaian klaim BPJS yang tertunda. BPJS Kesehatan terus berupaya untuk menyederhanakan proses administrasi agar peserta dapat lebih mudah mengakses layanan. Proses pendaftaran yang lebih cepat, kemudahan dalam verifikasi klaim, serta pengurangan dokumen yang dibutuhkan menjadi langkah-langkah penting dalam meningkatkan efisiensi administrasi. Dengan penyederhanaan prosedur ini, masyarakat akan lebih mudah mendapatkan layanan kesehatan yang dijamin (Rahmawati et al, 2021). BPJS Kesehatan juga melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin. Evaluasi tersebut bertujuan untuk mengukur efektivitas kebijakan administrasi, serta memperbaiki sistem yang kurang optimal, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas dan akses layanan kesehatan.
Peran Manajemen BPJS Kesehatan
Manajemen yang efektif di BPJS Kesehatan berperan penting dalam memastikan layanan kesehatan yang adil dan merata di seluruh Indonesia. Manajemen ini mencakup pengelolaan anggaran secara efisien, pemilihan rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang tepat untuk bekerja sama dengan BPJS, serta pengawasan kualitas layanan yang diberikan kepada peserta. Keputusan-keputusan yang diambil oleh manajemen BPJS harus didasarkan pada data yang akurat dan relevan, agar distribusi layanan kesehatan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara adil dan tepat sasaran.Â
Menurut Widodo dan Hartono (2021), manajemen yang baik di BPJS Kesehatan memiliki peran krusial dalam memastikan bahwa pelayanan kesehatan dilakukan dengan efisien dan efektif. Mereka juga menekankan pentingnya keterlibatan berbagai pihak, seperti pemerintah, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat, dalam proses pengelolaan BPJS untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan secara keseluruhan (Widodo & Hartono, 2021).
Tantangan dan Solusi dalam Implementasi BPJS
Terdapat beberapa tantangan atau hambatan dari sisi masyarakat dan penyedia layanan kesehatan dalam pelaksanaan program BPJS Kesehatan. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang program BPJS Kesehatan merupakan salah satu dari tantangan atau hambatan dari sisi masyarakat. Hasil penelitian di Puskesmas Tuntungan 1 menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat tentang program BPJS Kesehatan masih beragam. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa banyak pasien masih belum memahami sepenuhnya tentang apa yang diberikan BPJS, seperti obat yang dibayarkan dan prosedur rujukan. (Harahap, Laoli, & Gurning, 2024).Â
Di sisi penyedia layanan kesehatan, hambatan berikutnya adalah respons petugas yang lambat, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Sabrina dan Arka di Kota Denpasar, di mana 2% responden menyatakan bahwa respons petugas kepada mereka sangat lambat. Ini terkait dengan waktu tunggu pasien, yang sering menjadi keluhan pasien terhadap sistem kesehatan puskesmas (Maharani, Hidayah, & Yulianti, 2021).Â
Infrastruktur FKTP atau pelayanan kesehatan yang kurang memadai juga dapat menjadi sumber hambatan yang signifikan dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan. Dalam hal ini, sarana prasarana fasilitas pelayanan merupakan indikator yang paling penting dari semua jenis pelayanan karena menentukan seberapa efektif suatu program melayani. Menurut Sadaria, Suhadi, dan Nirmala (2020), ketika tidak ada fasilitas yang tersedia, tingkat efektivitas akan berkurang dan output yang tidak efektif akan muncul. Oleh karena itu, tujuan program BPJS untuk menerapkan cakupan kesehatan universal masih belum tercapai meskipun masyarakat lebih memahaminya dan masih kekurangan fasilitas kesehatan yang mendukung.Â
Dibutuhkan keseimbangan antara kesadaran masyarakat untuk mendapatkan bantuan kesehatan dan ketersediaan fasilitas yang mendukung. Dibutuhkan keseimbangan antara kesadaran masyarakat untuk mendapatkan bantuan kesehatan dan ketersediaan fasilitas yang  bantu. Dengan fokus pada revitalisasi dan standarisasi layanan puskesmas, pemerintah dapat memperkuat upaya pada salah satu pilar transformasi kesehatan nasional, yaitu transformasi layanan primer (Kemenkes, 2024). Upaya ini akan menghasilkan kualitas pelayanan puskesmas yang lebih merata, yang berarti cakupan layanan kesehatan yang diberikan juga akan meningkat.Â
KESIMPULAN
Penelitian ini menyimpulkan bahwa BPJS Kesehatan memiliki peran penting dalam meningkatkan akses layanan kesehatan mental di Puskesmas sebagai layanan kesehatan primer di Indonesia. Program ini telah berhasil mendorong peningkatan kunjungan pasien, terutama di daerah pedesaan dan kelompok masyarakat kurang mampu. Namun, efektivitasnya belum optimal karena adanya berbagai hambatan, seperti kurangnya pemahaman masyarakat tentang program BPJS yang ada, respons petugas yang lambat, serta infrastruktur FKTP atau pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa langkah strategis direkomendasikan. Pertama, edukasi dan pelatihan intensif bagi tenaga kesehatan di Puskesmas diperlukan untuk meningkatkan pemahaman mereka terkait prosedur klaim layanan kesehatan mental.