Berada di jalan raya sudah sewajarnya (wajib) memiliki hal dasar dari seorang manusia yaitu akhlak. Sisi ini yang sering sekali terabaikan [malah di anggap tidak penting] oleh banyak "raja" jalanan yaitu sopir dan pengendara motor.
Akhlak berjalan di jalan raya prinsipnya harus tumbuh dan menjadi sebuah kesadaran bahwa di jalan itu bukan hanya "kita" tetapi ada orang lain, ada pengatur, ada pemegang kebijakan dan ada penikmat.
Jadinya akhlak di jalanan super penting agar kasus seperti pengrusakan sepeda motor sendiri yang sedang booming di media internet terhindar dan kasus-kasuh fatal lainnya.
Tumbuhnya dan mudahnya mendapatkan sepeda motor atau mobil melahirkan para "nahkoda-nahkoda" baru dan karbitan yang "lahir" begitu saja tanpa sebuah proses "kelahiran" yang baik dan matang. Akhirnya, jalanan-jalanan mereka "kuasai" tanpa memahami [sukanya tidak mau memahami] kaedah-kaedah mulia ketika berada di jalan raya.
Faktor ini yang menjadi salah satu [dari banyak] penyebab lain carut marutnya jalan-jalan di Indonesia. Prinsipnya bahwa jalan sudah memiliki tatanan yang harus di hormati dan hargai oleh semua. Sedihnya karena lemahnya akhlak pengendara jadinya suka melanggar dan menyepelekan "garis-garis besar" jalan raya.Â
1. Mematuhi Aturan
Akhlak patuh terhadap aturan sangat sering di abaikan oleh pengendara-pengendara dan sopir-sopir di jalan raya. Padahal semua aspek telah di upayakan terlindungi agar jaminan seperti keselamatan semua pihak bisa tercapai di jalan raya.
Bisa di bayangkan bila aturan memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) saja tidak begitu penting (terabaikan) padahal dokumen seperti SIM menjadi salah satu "password" untuk menikmati jalan. Keengganan ini terasa sederhana tetapi penting agar rasa nyaman dan patuh pada aturan (menjadi akhlak) tertanam dalam jiwa pengemudi atau pengendara di jalan raya di Indonesia.Â
Di tambah parahnya lagi, keberadaan rambu-rambu lalu lintas yang terpasang di segala penjuru jalan raya sesuai kebutuhan dan tujuannya, kadangkala tidak begitu penting dalam menertibkan jalan.
Para "raja-raja" jalan tidak merasa [sadar] bahwa rambu-rambu di pasang untuk mengatur dan mengurangi atau malah mencegah hal-hal terburuk seperti halnya kecelakaan jalan raya yang akan berakibat pada korban jiwa dan harta benda. Ketika tanda dilarang berbelok terpasang, tidak mencegah manusia [agar berakhlak] patuh terhadap rambu-rambu yang [pasif] tersebut.Â
2. Menghargai