Pada masa ini telah ditemukan mikroskop tunneling pemindaian pada tahun 1981 dan penemuan fullerene pada tahun 1985.
Pada tahun 1986, K. Eric Drexler menerbitkan buku pertama tentang nanoteknologi “Engine of Creation: The Coming Era of Nanotechnology” , yang menyebabkan teori "rekayasa molekuler" menjadi lebih populer.
Pada masa masa inilah nano sains dan teknologinya berkembang pesat.
Artinya sejak tahun 1959 hingga sekarang nanotechnology terus berakumulasi. Setiap penelitian yang ditemukan oleh ilmuwan yang satu terus berkembang dan dijadikan acuan oleh ilmuwan yang lain untuk menciptakan penemuan baru. Tentu saja ini hanya bisa dicapai dengan kerja keras.
Di Indonesia sendiri teknologi nano sudah sangat populer. Lembaga penelitian dan sejumlah pelajar telah mengembangkannya dari sektor-sektor yang berkaitan dengan pangan, peralatan rumah tangga dan bentuk lainnya.
Di era Jokowi ini harapan besar terhadap pengembangan teknologi nano dicetuskan banyak pihak. Budiman Sudjatmiko menilai penerapan teknologi itu juga mendesak. Dengan mengutip hasil pertemuan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) yang menyebut 85 juta jenis pekerjaan bakal digantikan oleh mesin. Dan
Berdasarkan laporan The Future of Jobs sebagian besar perusahaan bakal mengubah tugas, pekerjaan, dan keterampilan pada 2025.
Dengan mendesaknya tantangan ini implementasi pengetahuan dasar teknologi nano dan juga sains lain seperti artificial intellegence (AI) pada generasi muda dan para pelajar Indonesia perlu dilakukam secara terstruktur, sistematis dan masif.
Terstruktur diartikan sebagai sosialisasi konsepsi pengetahuan tersebut harus diterapkan dari berbagai tingkatan sekolah agar dapat berkesinambungan dan sesuai dengan level pendidikan. Sistematis diartikan agar kedua ilmu pengetahuan itu dimasukkan kurikulum secara tegas. Dan masif diartikan dilakukan menyeluruh ke masyarakat Indonesia.
(Khaidir Asmuni)