Mohon tunggu...
Kezia Sugiwan
Kezia Sugiwan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiwa

Media ini digunakan untuk menyelesaikan tugas perkuliahan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Agama terhadap Kasus Kekerasan Seksual

6 November 2022   08:30 Diperbarui: 6 November 2022   22:10 1473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap manusia memiliki hak untuk dihargai, dicintai, dan diperlakukan secara adil. Namun kenyataan miris mesti diakui oleh bangsa Indonesia bahwa sampai saat ini masih banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi. Kekerasan seksual tentu bukanlah kasus yang asing didengar oleh manusia pada zaman ini. Entah itu wanita maupun pria, anak-anak hingga orang tua, memakai baju yang terbuka maupun yang tertutup sekalipun, semuanya tetap berpotensi menjadi korban kekerasan seksual. Komnas Perempuan yang merupakan lembaga negara yang berfungsi sebagai penegak hak asasi manusia perempuan Indonesia telah meluncurkan CATAHU (Catatan Tahunan) 2022 yang berisikan rangkaian catatan pelaporan kekerasan terhadap perempuan selama tahun 2021. Berdasarkan data CATAHU tercatat 338.496 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Angka ini memperlihatkan peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 50% dari tahun 2020 sehanyak 226.062 kasus. Menurut data CATAHU 2022, dalam kurun waktu 10 tahun tercatat kasus kekerasan terhadap perempuan dari tahun 2012 hingga 2021, tahun 2021 merupakan tahun dengan jumlah kasus kekerasan berbasis gender tertinggi di Indonesia.

          Lalu bagaimana pandangan agama-agama di Indonesia terhadap kasus kekerasan seksual yang merajalela? Pada dasarnya semua agama mengecam dan melarang perbuatan kekerasan seksual. Seluruh agama di Indonesia bahkan di seluruh dunia tentunya menjunjung tinggi kehormatan seorang manusia dan melarang tindakan kekerasan dalam bentuk apapun. Berdasarkan ajaran agama Islam, Islam mengharamkan segala bentuk kekerasan dan penindasan termasuk kekerasan seksual. Allah SWT berfirman, “…Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi.” (QS. An-Nur: 33). Kekerasan seksual merupakan bentuk paksaan terhadap korban, bukanlah hal yang diinginkan korban. Agama Khonghucu juga mengajarkan bahwa “Yang tidak susila jangan dilihat, yang tidak susila jangan didengar, yang tidak susila jangan dibicarakan, dan yang tidak susila jangan dilakukan.” (Kitab Sabda Suci XII:1.2) sesuai yang disabdakan oleh Nabi Kongzi. Dari sudut pandang agama tersebut dapat dipastikan bahwa kejahatan seksual sangatlah dilarang keras oleh agama. Kekerasan seksual merupakan suatu hal yang tidak susila sehingga janganlah kita melakukannya.

    Berdasarkan ajaran agama Hindu, manusia yang melakukan kekerasan dan menyakiti orang lain sangat bertentangan dengan dharma. Dharma merupakan kebenaran absolut yang dipercayai oleh agama Hindu. Jangankan melakukan kekerasan seksual, menyakiti orang lain dengan kata-kata saja sudah bertentangan dengan dharma. Nah, sebagai seorang manusia sudah seharusnya kita menghindari tindakan asusila yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Hal ini tertera didalam sila ke-3 dalam Pancasila Buddhis, sila ini secara khusus merujuk pada tindakan seksual yang kurang pantas. Apa yang dimaksud tindakan seksual yang kurang pantas? Hal ini dirinci dalam penjelasan tentang dasa akusala kamma atau sepuluh karma hitam yang perlu kita hindari untuk memastikan kebahagiaan di kehidupan mendatang. 

       Begitupun dengan ajaran dalam agama Katolik dan Kristen, dimana Alkitab menyatakan kesetaraan perempuan dan laki-laki. Dalam Galatia 3:26-28 tertulis “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena Iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.”. Dalam ayat ini ditunjukkan bahwa semua manusia adalah sama dan tidak ada yang lebih berkuasa atas yang lainnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya kekerasan tidak boleh digunakan untuk mengendalikan perempuan atau siapapun, karena kekerasan adalah pelanggaran jiwa manusia yang telah diberkati oleh Tuhan.

    Sebagai manusia beragama dan bermoral yang menjadikan agama sebagai sumber panutan hidup, sudah seharusnya kita menjauhi tindakan yang mengarah kepada kekerasan seksual, dikarenakan hal tersebut bertolak belakang dengan ajaran agama di Indonesia. Oleh karena itu, kita harus lebih peduli dan mendukung kerabat kita yang menjadi korban kekerasan seksual, karena korban kekerasan seksual pasti mendapatkan trauma yang sangat berat yang dapat berdampak buruk bagi kehidupannya setelahnya, disitulah peran kita sebagai umat beragama untuk dapat membantu sesama kita manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun