Mohon tunggu...
Kezia Artanauli Purba
Kezia Artanauli Purba Mohon Tunggu... Teacher

I am a biology teacher who truly enjoys my profession. I take great pleasure in keeping myself updated with ongoing developments and the evolving teaching methods, while ensuring that every approach remains aligned with established educational values and norms

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menemukan Hakikat Belajar: Idealisme dan Relevansinya dalam Pendidikan Modern

7 Oktober 2025   08:57 Diperbarui: 7 Oktober 2025   08:57 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam era modern yang serba cepat dan pragmatis, pendidikan sering kali dipandang sekadar sebagai sarana untuk memperoleh pekerjaan atau status sosial. Sekolah dan universitas berlomba-lomba mencetak lulusan yang "siap kerja", sementara nilai-nilai moral, kemanusiaan, dan pembentukan karakter kerap terpinggirkan. Padahal, hakikat pendidikan sejati bukan hanya membentuk manusia yang cerdas secara intelektual, melainkan juga manusia yang utuh --- memiliki kebijaksanaan, nilai, dan kesadaran diri.

Dalam konteks inilah idealisme sebagai aliran filsafat pendidikan perlu dikaji kembali. Idealisme bukan sekadar pandangan filosofis kuno, melainkan fondasi pemikiran yang menempatkan ide, nilai, dan kesempurnaan batin sebagai pusat dari proses pendidikan. Tokoh-tokoh seperti Plato, Hegel, dan Immanuel Kant percaya bahwa realitas tertinggi bukanlah dunia fisik, melainkan dunia ide --- tempat nilai-nilai kebenaran, keindahan, dan kebaikan sejati bersemayam.

Tulisan ini akan membahas secara populer bagaimana idealisme memandang pendidikan, apa implikasinya dalam dunia pendidikan modern, dan bagaimana pendidik masa kini dapat mengambil nilai-nilai idealisme tanpa terjebak pada dogma klasik. Sebab, di tengah arus materialisme dan pragmatisme, pendidikan memerlukan sentuhan filosofi yang menuntun arah dan maknanya.

Pembahasan

1. Idealisme: Filsafat yang Menempatkan Pikiran di Atas Segalanya

Idealisme berangkat dari keyakinan bahwa realitas sejati tidak terletak pada benda fisik, tetapi pada ide, nilai, dan kesadaran. Dalam pandangan Plato, dunia yang kita lihat hanyalah bayangan dari dunia ide. Ia menggambarkan manusia seperti orang yang terkurung dalam gua --- hanya mampu melihat bayangan realitas sejati yang sebenarnya lebih tinggi dan sempurna.

Dalam pendidikan, pandangan ini mengandung makna bahwa proses belajar adalah perjalanan menuju penemuan kebenaran sejati yang sudah ada dalam diri manusia. Guru bukan sekadar pemberi informasi, tetapi penuntun jiwa agar peserta didik menemukan kebijaksanaan yang telah tersembunyi dalam pikirannya. Dengan kata lain, pendidikan adalah proses "mengingat" (anamnesis) --- mengingat kebenaran yang sudah ada di dalam jiwa.

Tokoh-tokoh modern seperti Kant dan Hegel juga menekankan hal serupa. Kant menyebut bahwa manusia adalah makhluk rasional yang memiliki akal budi praktis, yaitu kemampuan untuk menimbang moral dan kebenaran. Sementara Hegel menilai pendidikan sebagai proses dialektika roh --- perkembangan kesadaran menuju kebebasan dan kesempurnaan.

2. Tujuan Pendidikan dalam Pandangan Idealisme

Bagi kaum idealis, tujuan tertinggi pendidikan bukanlah sekadar keterampilan atau efisiensi kerja, melainkan pembentukan karakter dan moralitas. Pendidikan harus menuntun peserta didik menjadi manusia yang sadar akan nilai-nilai kebenaran, keindahan, dan kebaikan (truth, beauty, and goodness).

Plato menyebutkan tiga aspek penting dalam pendidikan idealis:

  1. Kebenaran (Truth) -- dicapai melalui pengembangan rasio dan pengetahuan.

  2. Keindahan (Beauty) -- melalui seni, estetika, dan apresiasi terhadap harmoni.

  3. Kebaikan (Goodness) -- melalui pembentukan moral dan etika.

Dalam praktiknya, ini berarti sekolah harus menjadi tempat pembentukan jiwa manusia, bukan sekadar lembaga penyalur pengetahuan. Guru menjadi model hidup yang memancarkan nilai-nilai luhur, bukan hanya pengajar kurikulum.

3. Implikasi Idealisme dalam Dunia Pendidikan Modern

Meski berasal dari filsafat klasik, idealisme memiliki relevansi kuat dengan tantangan pendidikan abad ke-21. Berikut beberapa implikasi pentingnya:

a. Pendidikan Berorientasi Nilai

Pendidikan modern cenderung fokus pada aspek kognitif dan teknologi. Namun, idealisme mengingatkan bahwa nilai moral dan spiritual harus menjadi fondasi utama. Kurikulum seharusnya tidak hanya menilai kemampuan berpikir logis, tetapi juga kemampuan menimbang baik dan buruk.

Contohnya, program pendidikan karakter dan penguatan profil pelajar Pancasila di Indonesia mencerminkan semangat idealisme --- bahwa pendidikan tidak boleh kehilangan arah moralnya.

b. Guru sebagai Teladan Moral

Dalam idealisme, guru bukan hanya "pengajar", melainkan "pendidik" yang menjadi panutan. Seorang guru harus menginternalisasi nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar dapat menginspirasi muridnya.
Plato bahkan menyebut, "Guru sejati adalah jiwa yang membimbing jiwa."

Hal ini menantang sistem pendidikan modern yang kadang terjebak dalam birokrasi dan administrasi, hingga melupakan esensi hubungan manusiawi antara guru dan murid.

c. Pembelajaran yang Mengembangkan Jiwa dan Pikiran

Prinsip idealisme menuntut agar pembelajaran tidak hanya berfokus pada hasil ujian atau nilai angka, tetapi pada proses refleksi dan kesadaran diri. Metode seperti diskusi filosofis, dialog, dan pembelajaran berbasis makna menjadi penting.
Misalnya, dalam pembelajaran IPA, guru tidak hanya mengajarkan hukum Newton atau teori fotosintesis, tetapi juga mengajak siswa merenungkan keindahan keteraturan alam dan kebijaksanaan Tuhan di baliknya.

d. Kurikulum yang Humanistik dan Bermakna

Implikasi lain dari idealisme adalah pentingnya kurikulum yang membentuk manusia seutuhnya (whole person). Artinya, pendidikan tidak boleh hanya menekankan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics), tetapi juga seni, etika, dan filsafat.

Keseimbangan antara science dan humanities menjadi kunci agar manusia tidak menjadi "robot pintar tanpa hati".

e. Pendidikan sebagai Proses Pembebasan Diri

Bagi Hegel, idealisme adalah perjalanan menuju kebebasan kesadaran. Dalam konteks pendidikan, ini berarti pendidikan harus membebaskan manusia dari kebodohan, ketidaktahuan, dan ketergantungan.
Siswa didorong untuk berpikir kritis, mengembangkan ide, dan menemukan makna hidupnya sendiri --- bukan sekadar meniru atau menerima apa adanya.

4. Kritik terhadap Idealisme dan Tantangan Aktualisasi

Tentu saja, idealisme tidak lepas dari kritik. Banyak pihak menilai bahwa idealisme terlalu abstrak dan sulit diterapkan dalam sistem pendidikan yang nyata. Dunia modern membutuhkan keterampilan praktis, teknologi, dan inovasi yang konkret, bukan sekadar refleksi filosofis.

Namun, kritik ini justru membuka ruang bagi sintesis baru antara idealisme dan realisme. Pendidikan modern dapat menggabungkan nilai idealisme (moral, spiritual, dan etika) dengan pendekatan pragmatis dan saintifik.
Dengan cara ini, idealisme tidak lagi dianggap kuno, melainkan menjadi jiwa yang menuntun kemajuan ilmu pengetahuan.

Penutup

Kesimpulan

Filsafat idealisme mengingatkan dunia pendidikan bahwa hakikat belajar bukan sekadar mengetahui, tetapi menjadi. Pendidikan sejati adalah proses pembentukan jiwa dan karakter manusia menuju kebenaran, keindahan, dan kebaikan. Dalam dunia yang semakin pragmatis, idealisme hadir sebagai penyeimbang --- mengembalikan arah pendidikan kepada nilai dan makna.

Idealisme mengajarkan bahwa guru adalah teladan moral, peserta didik adalah jiwa yang tumbuh menuju kesempurnaan, dan sekolah adalah ruang pembentukan manusia beradab. Tanpa dimensi ini, pendidikan kehilangan rohnya dan hanya menjadi pabrik nilai akademik.

Saran

  1. Bagi pendidik, penting untuk tidak hanya mengajar materi, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan kebijaksanaan dalam setiap proses pembelajaran.

  2. Bagi pembuat kebijakan, kurikulum harus dirancang seimbang antara aspek kognitif, afektif, dan spiritual agar peserta didik berkembang secara utuh.

  3. Bagi peserta didik, jadikan belajar bukan sekadar rutinitas akademik, tetapi perjalanan menemukan diri dan makna hidup.

  4. Bagi masyarakat luas, mari menilai keberhasilan pendidikan bukan dari nilai ujian semata, melainkan dari seberapa besar ia melahirkan manusia yang berkarakter dan berakal budi.

Penutup Inspiratif

Pada akhirnya, pendidikan adalah cermin dari peradaban. Jika manusia modern ingin membangun masa depan yang beradab, maka idealisme tidak boleh ditinggalkan. Ia adalah lentera yang menuntun arah --- agar kemajuan tidak kehilangan makna, dan agar pengetahuan tidak kehilangan hati.

Sebagaimana Plato pernah berkata:

"The direction in which education starts a man will determine his future life."
(Arah pendidikan di mana seseorang dimulai akan menentukan seluruh hidupnya.)

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun