Mohon tunggu...
Kevin Julianto
Kevin Julianto Mohon Tunggu... Administrasi - Writer. Banker. Announcer.

A Passion Worker.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Psikolovea, "Fighting Fire with Fire, Exorcism"

6 Mei 2018   17:36 Diperbarui: 6 Mei 2018   18:28 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Biggest Pain

Penderitaan terbesar, ternyata bukan kesedihan. Ya, kesedihan adalah sesuatu yang 'meremukkan' hati. Entah itu sedih karena ditinggalkan pasangan, sedih karena kehilangan barang kesayangan atau sekedar sedih karena film series favorit telah usai (dan harus nunggu beberapa bulan buat season berikutnya). 

Tapi ternyata perasaan sedih tersebut bukanlah perasaan yang paling menyiksa. Karena penderitaan terbesar  yang membuat perasaan tersiksa adalah penyesalan. Kenapa? Karena penyesalan adalah sesuatu yang bisa membuat kita menanggung beban tersebut seumur hidup kita. Unsur penyiksaan dalam penyesalan adalah 'saya sebenarnya bisa melakukan itu' tapi tidak saya lakukan. 

Dan ketika kesempatan itu sudah hilang, atau dampaknya baru terasa, muncul-lah penyesalan yang membuat kita sadar, 'coba dulu saya nggak kayak gitu' atau 'coba saya dulu melakukan itu'. 

Letak penderitaannya justru ada pada, kita punya kendali. Tapi kalau kesedihan mostly kita tidak punya kendali. Dan tentang penyesalan ini, sebenarnya sudah sering di-anekdotkan, dengan istilah 'Penyesalan memang selalu datang diakhir, karena kalau diawal namanya pendaftaran'.

Penyesalan itu yang sekarang dirasakan oleh Loka, klien saya yang dijadwalkan bertemu di ruang konseling hari sabtu jam 1 siang tepat, atau tepatnya lima menit dari sekarang saat saya sudah standby di meja ruang konseling.

Suara pintu diketuk, asisten saya memberikan kartu konseling Loka dan memberi tahu Loka sudah datang dan berada di luar ruangan, menunggu instruksi untuk masuk. Saya kemudian menyuruh asisten saya untuk mempersilakan Loka masuk.

'Siang mas Adri' ujar Loka sembari menutup pintu ruang konseling perlahan dan berjalan masuk kemudian duduk di sofa.

'Hai Loka, apa kabar? Sudah makan siang kan?'

'Sudah dong mas, awalnya saya mau ngajak makan siang bareng mas tapi takut ada yang marah ah'

'Kamu suka peres deh Lok.. tapi kamu looks much better right now, more shining, no peres'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun