Mohon tunggu...
Kevin Chandra
Kevin Chandra Mohon Tunggu... -

Manajemen Unpar 2011

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dear Pak Yassona, Jangan Lindungi Mafia Narkotika

21 Januari 2018   12:57 Diperbarui: 21 Januari 2018   13:12 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kiranya semua elemen masyarakat, dari rakyat proletar hingga kalangan atas, tentu tahu bagaimana bahayanya Narkoba. Bukan hanya berpengaruh terhadap fisik pengguna, narkotika dan obat-obatan berbahaya itu juga dapat merusak mental atau jiwa, karena sifat Psikotropika-nya itu.

Saya pribadi, sejak kecil sudah mendapatkan pendidikan anti narkoba yang kala itu dilakukan pemerintah Presiden Soeharto, lalu dilanjutkan oleh pemimpin-pemimpin sesudahnya.

Pencandu narkoba selama ini selalu digambarkan sebagai 'momok' bagi masyarakat, juga aib bagi keluarga. Iklan-iklan anti-narkoba banyak mempelihatkan bahwa orang yang sudah terkena pengaruh 'barang' itu, masa depannya akan hancur, suram, dan tidak ada harapan.

Hal itu sebenarnya tidak menjadi hal. Pasalnya, iklan layanan masyarakat memang harus bersifat persuasif dan informatif. Tidak mungkin kan, pemerintah buat iklan atau program dengan target audien pengedar atau produsen barang haram? Jargonnya pun nanti pasti akan terdengar aneh, seperti : "Stop Produksi Narkoba" atau "Berani Bikin Narkoba, Berani Mati".

Fokus saya di sini adalah, yang jauh lebih berbahaya dari pencandu narkoba sebenarnya elemen-elemen bisnis narkoba itu sendiri. Adalah Pengedar, Produen, Peracik, Oknum Aparat, hingga CEO dari bisnis itulah yang sejatinya sangat berbahaya.

Menurut saya, pencandu di sini hanyalah korban, target pasar, atau bolehlah kita cap mereka sebagai 'Si Bodoh yang Malang". Sudah banyak penelitian yang mengungkapkan faktor-faktor pendorong perilaku konsumtif terhadap 'barang haram' itu. Mulai dari faktor lingkungan, kesehatan psikologis, hingga penyimpangan sosial.

Bolehlah kita sebut lagi mereka sebagai 'orang berpenyakit', karena secara ilmu medis, mereka memang terkena penyakit, yakni kecanduan zat adiktif.

Jumat lalu, Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut bahwa Pak Yassona sebagai Menteri Hukum dan HAM kerap menyangkal adanya oknum petugas yang terlibat narkoba di lembaga pemasyarakatan.

Padahal, selama ini faktanya cukup jelas terlihat. BNN bahkan membeberkan bukti-bukti kuat adanya oknum yang terlibat.  Dengan kasus Kepala Rutan Purworejo Cahyono Adhi Satriyanto, kita mengetahui bahwa dia terlibat dalam pusaran pencucian uang kasus narkotika.

Ada lagi kasus Freddy Budiman yang tetap mengendalikan bisnis narkoba di balik jeruji besi. Bahkan, Freddy memiliki laboratorium pribadi di lapas Cipinang untuk membuat sabu.

Contoh lain, yakni fasilitas istimewa untuk Haryanto Chandra di Lapas Cipinang. Menurut BNN, di sel Haryanto terdapat monitor CCTV yang memantau kondisi koridor sel. Di dalam ruang penjara ada TV, aquarium ikan arwana, hingga makanan mewah prasmanan. Konsumsi narkoba dalam sel bahkan dilayani sipir. BNN mengaku punya bukti.

Cahyono sendiri bukanlah petugas lapas pertama yang diciduk BNN. Sebelumnya sudah banyak sipir hingga petugas keamanan yang kongkalingkong dengan napi.

Sayangnya, Bapak Yassona disebut BNN selalu membantah temuan itu. Rasanya tidak mungkin jika kejadian yang sudah-sudah, penangkapan oknum-oknum itu tidak diketahui oleh pejabat sekelas menteri.

Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso saja sampai marah-marah, terkait adanya upaya 'perlindungan' oknum-oknum itu oleh pejabat Kemenkumham. Buwas marah karena Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah, Djoni Priyatno, mengatakan bahwa Cahyono tidak terlibat. Buwas mengatakan bahwa BNN sudah mengikuti rekaman semua aliran jaringan itu, dan mempunyai bukti yang kuat.

Buwas bahkan menyebut Djoni Priyatno jangan asal ngomong untuk mencari popularitas, dan harusnya tidak membela yang salah.

Fenomena ini mengatkan saya akan kehidupan gembong narkoba terkaya di dunia, Pablo Escobar. Raja kokain dari Kolombia itu memberikan banyak uang penghasilan bisnisnya untuk 'menutup mulut' aparat polisi, tentara, hingga penjaga penjara yang menahan anak buahnya. Saking banyaknya uang yang Pablo hasilkan, ia masuk dalam daftar sepuluh orang terkaya di dunia versi majalah forbes edisi tahun 1987.

Mengapa berat sekali rasanya mengakui bahwa memang ada oknum yang 'bermain'? Malah bapak sering membuat pernyataan bahwa tidak ada mafia narkotika yang dilindungi di dalam Lapas maupun Rutan. Ingat Tampang Tony, Bandar Narkoba yang Punya Karaoke di LP Lubuk Pakam, pak?

Disejumlah kesempatan, bapak menggunakan 'pembangunan Lapas High Security' sebagai tameng. Hemat saya, hal ini sungguh tidak menjawab pertanyaan. Tidak ada korelasi antara Pembangunan Lapas dengan Kasus-kasus oknum yang terlibat narkoba. Jangan sampai pembangunan ini menjadi 'istana' baru bagi para bandar.

Sebuah penyampaian fakta menurut saya tidak akan merusak citra bapak sebagai politisi. Bahkan dengan dibukakannya fakta yang benar, BNN dan Kemenkumham kedepannya bisa lebih bersinergi. Saya mengerti, ada naama partai berlambang banteng di pundak bapak. Pilkada dan pilpres pun sudah di depan mata. Namun bukan begitu juga caranya. Seolah kinerja Kemenkumham dikatakan bagus-bagus saja dan tidak ada masalah.

Menurut saya, masalah narkoba jauh lebih besar dan urgen daripada masalah politis, apalagi yang sifatnya praktikal karena menjelang pemilu. Karena hal ini menyangkut bagaimana kedepannya, bagaimana 'membersihkan' kejorokaan oknum-oknum itu. Tidak usah malu mengakui ada oknum yang terlibat, buka saja ke publik agar dapat ditindak BNN atau kepolisisan.

Semoga, upaya-upaya pemberantasan narkoba ke depannya lebih baik lagi, seluruh pihak yang ada sangkut pautnya dengan bisnis kotor itu harus ditindak lanjuti, tidak terkecuali aparat sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun