Mohon tunggu...
كيفن سيرالله
كيفن سيرالله Mohon Tunggu... Humanisme

Pecandu Keheningan | Penikmat Kopi | Membaca Dan Menulis |

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Suara BK Tak Lagi Genting

22 September 2025   08:57 Diperbarui: 22 September 2025   08:57 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : ilustrasi Satir

Kasus Setya Novanto (Golkar): Golkar sempat berlarut-larut, sementara BK DPR RI kala itu lamban menindak. Namun ketika tekanan publik memuncak, partai lebih dulu "mengamputasi" posisinya, baru kemudian BK ikut bergerak.

Kasus Fahri Hamzah (PKS): partai memecat Fahri karena konflik internal, sementara mekanisme etik di DPR sama sekali tidak berjalan. Fahri justru melawan lewat jalur hukum (PTUN) dan memenangkan gugatan, memperlihatkan betapa BK hanya jadi pelengkap penderita.

Kasus daerah lain (Sulsel & Jabar): beberapa DPRD pernah mengalami anggota yang terseret kasus hukum, di mana partai langsung mencopot kadernya sementara BK baru bereaksi setelah semuanya selesai.

Semua contoh ini menunjukkan pola yang sama: partai lebih cepat mengambil keputusan daripada BK, seolah BK hanya menyalin putusan yang sudah dibuat partai: tidak menunggu mekanisme, langsung memutuskan pemecatan demi citra dan kepentingan politik jangka pendek. Cepat, tapi mungkin sembrono.

Kedua ekstrem ini sama-sama bermasalah. BK terlihat lamban hingga kehilangan relevansi, sementara PDIP terlihat grusa-grusu, seolah lebih mementingkan kesan tegas daripada memastikan keadilan. Publik akhirnya terjebak dalam pertanyaan: lebih baik lembaga yang sabar tapi ompong, atau partai yang cepat tapi nafsuan?

Andai BK Berani Beda Pandangan

Mari kita bayangkan skenario liar: BK menyatakan Wahyu tidak bersalah. Apa jadinya?

Partai sudah memecat Wahyu, tapi BK justru memulihkannya secara etik.

Terjadi benturan terang-terangan antara kedaulatan partai dan otoritas dewan.

Rakyat bisa melihat betapa politik daerah ini bukan lagi soal hukum atau moral, tapi adu cepat siapa lebih dulu menekan tombol keputusan.

Kalau skenario ini benar-benar terjadi, PDIP bisa marah, DPRD bisa terbelah, dan Wahyu bisa memanfaatkan celah hukum lewat PTUN untuk menantang pemecatannya. Bayangkan, seorang kader yang sudah dianggap "mayat politik" bisa bangkit lewat putusan BK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun