Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

[KPK Open Submission] - Pengungsi Rohingya di Indonesia: Terima atau Tolak?

18 Februari 2024   15:52 Diperbarui: 3 Maret 2024   17:18 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awalnya, masyarakat Aceh simpatik terhadap pengungsi Rohingya dengan memberikan barang bantuan, seperti nasi, mi instan, air mineral, dan lainnya. Namun, seiring berjalannya waktu, masyarakat menolak kedatangan pengungsi Rohingya tersebut lantaran tidak ada tempat penampungan serta kesan buruk dari pengungsi Rohingya sebelumnya. Terdapat laporan yang membeberkan bahwa warga sempat memberikan bantuan berupa makanan, air mineral dan mi instan pada pengungsi Rohingya. Namun, para pengungsi malah membuang mi instan dan beras ke laut. Mereka membuang barang bantuan tersebut dikarenakan mereka ingin tinggal di Indonesia.[5]

Tidak hanya itu, beberapa pengungsi Rohingya pernah mencoba melarikan diri dari kamp pengungsian. Berdasarkan informasi dari pihak kepolisian, upaya pelarian ini seringkali terjadi setelah mereka difasilitasi oleh pihak ketiga, seperti warga Aceh yang terorganisasi oleh sekumpulan orang. Sebelum insiden di Aceh Besar, 28 imigran Rohingya yang ditampung di  Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Sosial di Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, juga berhasil melarikan diri, memanjat pohon dan tembok. Kejadian serupa terjadi pada tahun 2021, ketika sejumlah pengungsi Rohingya melarikan diri dari kamp di Aceh karena tujuan akhir mereka adalah Malaysia, namun perlu transit terlebih dahulu di Indonesia.[6]

Sebelumnya, kapal pengungsi Rohingya tersebut tiba di bibir pantai di Tanah Rencong pada pertengahan November lalu. Warga yang mengetahui kedatangan pengungsi Rohingya itu lalu ramai-ramai datang ke lokasi. Mereka menolak pengungsi mendarat. Meskipun penduduk memberikan sebagian bantuan makanan dan air kepada pengungsi, jumlahnya tidak mencukupi untuk semua orang di kapal. Bahkan, nasib naas terjadi ketika anak bayi salah satu pengungsi meninggal di kapal karena kekurangan nutrisi.[7]

Kebijakan Indonesia terhadap Pengungsi Rohingya  

Indonesia belum menandatangani perjanjian hukum internasional terkait status pengungsi, seperti Konvensi 1951 dan Protokol 1967, sehingga berdasarkan hukum tersebut, Indonesia masih mungkin menolak kedatangan pengungsi Rohingya.[8]

Indonesia belum meratifikasi hukum tersebut karena ada beberapa pasal dalam konvensi yang dianggap sulit untuk dilaksanakan. Sebagai contoh, Pasal 17 Konvensi 1951 mengharuskan negara memberikan pekerjaan kepada pengungsi, namun Indonesia sebagai negara berkembang masih menghadapi tingkat pengangguran yang tinggi. Kemudian, dalam Pasal 21 Konvensi 1951 terdapat ketentuan untuk memberikan rumah bagi para pengungsi, padahal masih terdapat angka kemiskinan di Indonesia.[8]


Meskipun tidak meratifikasi konvensi Pengungsi tahun 1951, Indonesia tetap memiliki tanggung jawab untuk membantu para pengungsi. Sebagai negara, Indonesia sudah memiliki banyak aturan terkait perlindungan hak asasi manusia (HAM). Misalnya, pada pasal 28 UUD 1945, tertulis bahwa Indonesia mengakui hak untuk mencari suaka bagi setiap orang. Ditambah lagi, pada Peraturan Presiden Tahun 2016, terdapat pernyataan bahwa ada kewajiban Indonesia untuk melakukan pencarian, penyelamatan, serta memfasilitasi pendaratan perahu pengungsi yang berada dalam keadaan darurat. Di luar kacamata hukum, dalam ideologi Pancasila, sila kedua berbunyi "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". Oleh karena itu, membantu para pengungsi adalah tugas bagi Indonesia.[8]

Setelah semuanya dipertimbangkan, fenomena pengungsi Rohingya di Aceh adalah permasalahan yang kompleks. Masyarakat Aceh kerap merasa resah, di sisi lain para pengungsi juga sedang memperjuangkan kehidupannya. Namun, satu hal yang pasti: Kemanusiaan adalah sikap yang sudah semestinya ada di setiap jiwa masyarakat Indonesia. Membantu orang yang berkecukupan adalah hal yang biasa, tetapi membantu orang yang sebatang kara adalah hal yang luar biasa. Tentu, sebelum menolong, memperhatikan kondisi kesejahteraan masyarakat sendiri tetap prioritas utama. Oleh karena itu, terdapat berbagai tindakan yang perlu diimplementasikan: (1) Masyarakat dunia perlu menggencarkan advokasikan mengenai penghapusan diskriminasi oleh pemerintahan Myanmar; (2) pemerintah menyegerakan pencarian negara lain yang mampu menampung pengungsi Rohingya; (3) Ppemerintah perlu memperjelas peraturan mengenai detail penanganan pengungsi di Indonesia;  (4) Pemerintah sebaiknya mengadakan sosialisasi kepada pengungsi Rohingya agar tetap kondusif di Indonesia; dan (5) Pemerintah perlu meningkatkan kolaborasi dengan organisasi nonpemerintah, seperti UNHCR untuk memberikan bantuan.

Referensi

  1. Albert E. The Rohingya crisis. Council on Foreign Relations [Internet]. 2020 Jan 23 [cited on 2023 Dec 31]; Available from: https://www.cfr.org/backgrounder/rohingya-crisis

  2. Six years on, still no justice for Myanmar's Rohingya [Internet]. UN News. 2023 [cited on 2023 Dec 31]. Available from: https://news.un.org/en/story/2023/08/1140032

  3. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
    Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun