Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Amerika Serikat Gencarkan Regulasi Rokok Elektrik, Indonesia kapan?

3 Desember 2019   19:56 Diperbarui: 3 Desember 2019   20:00 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bans don't work, they never have." tanggapan Donald J. Trump, Presiden Amerika Serikat, terhadap keputusannya untuk membatalkan pelarangan rokok elektrik yang sebelumnya telah ia janjikan.1

Sejak awal peluncuran rokok elektrik atau vape, pro dan kontra terhadap penggunannya tidak kunjung berakhir. Berdasarkan penelitian Journal of The American College of Cardiology pada 15 November 2019 yang berjudul "Cardiovascular Effects of Switching from Tobacco Cigarettes to Electronic Cigarettes", mengubah kebiasaan dari merokok rokok bertembakau menjadi merokok rokok elektrik, dapat meningkatkan fungsi kardiovaskular.2 Hal ini menunjukkan bahwa rokok elektrik dapat digunakan sebagai sarana peralihan untuk para pecandu rokok yang ingin berhenti merokok dan hidup lebih sehat. 

Namun, di sisi lain juga terdapat berbagai macam dampak buruk yang dapat disebabkan oleh rokok elektrik. Sampai-sampai, pada September 2019, presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump mengumumkan rencana pelarangan penggunaan rokok elektrik karena berdampak buruk bagi kesehatan.1 Pelarangan berskala nasional ini berfokus pada rokok elektrik yang memiliki "rasa" karena dapat menarik perhatian anak-anak dan remaja.1 Hal ini dibuktikan dengan peningkatan penggunaan vape pada remaja di Amerika Serikat.3 Berdasarkan hasil survei yang diterbitkan University of Michigan, angka penggunaan rokok elektrik bagi remaja Amerika Serikat meningkat dua kali lipat selama satu tahun terakhir.3

Kebijakan tersebut juga didukung dengan penelitian yang telah membuktikan dampak buruk rokok elektrik.4 Di Amerika Serikat sendiri, berdasarkan data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sudah terdapat 2290 kasus penyakit paru-paru akibat rokok elektrik sejak Juni 2019.4 Ditambah lagi, telah jatuh 47 korban jiwa karena penyakit yang sama. Penyakit paru-paru ini kini diberi sebutan E-Cigarette or Vaping-Related Lung Injury (EVALI).4 

Sebenarnya, gejala EVALI mirip dengan gejala flu ataupun penyakit pernapasan lainnya, yaitu batuk, napas pendek, nyeri dada, demam, lelah, dan "kabut" pada hasil X-ray paru-paru.4 Untuk saat ini, EVALI masih sulit untuk dibedakan dengan penyakit pernapasan lain.4 Satu hal yang pasti adalah terdapat hubungan antara EVALI dengan rokok elektrik.4 Penelitian dari Baylor College of Medicine in Houston memperlihatkan gejala yang serupa pada tikus yang diberi paparan rokok elektrik, ditambah menurunnya daya tahan tubuh terhadap virus influenza.5 

Hal ini menunjukkan bahwa rokok elektrik tidak kalah berbahayanya dari rokok bertembakau. Penggunaan rokok elektrik masih bisa dibenarkan apabila dipakai untuk kepentingan terapi dari kecanduan rokok bertembakau. Di sisi lain, jika rokok elektrik digunakan sebagai alternatif rokok yang lebih "sehat", alasan tersebut tidak dapat dibenarkan. 

Namun, pada November 2019, Trump membatalkan pelarangan rokok elektrik yang telah dijanjikan sejak September 2019.1 Alasan pembatalannya pun tidak mengejutkan; karena jika dilarang, akan muncul penjual-penjual ilegal yang tidak diawasi, meningkatkan kemungkinan terdapatnya zat berbahaya dalam liquid rokok elektrik (dan agar tidak kehilangan voters pada pemilihan tahun depan).1 Padahal, hal tersebut bukanlah pembenaran untuk tetap melegalkan rokok elektrik. Justru, yang seharusnya dilakukanan adalah memperketat sistem pengawasan diterapkan. 

Terlepas dari pembatalan larangan yang dilakukan Trump, beberapa negara bagian Amerika Serikat sudah melakukan pelarangan vape di negara bagian masing-masing.6 Negara bagian tersebut antara lain Michigan, New York, Massachusetts, Rhode Island, Montana, Washington, Oregon, dan California.6 Alasan pelarangan vape di negara-negara bagian tersebut adalah, kembali lagi, karena bedampak buruk bagi kesehatan.6

Selain di Amerika Serikat, negara-negara dari berbagai belahan dunia juga mengeluhkan hal serupa. Mulai dari Meksiko, Brazil, Inggris, Jepang, Korea Selatan, sampai Tiongkok sudah menerapkan kebijakan yang mengatur regulasi, atau bahkan melarang, rokok elektrik.7

Sekarang, mari kita berkaca pada negara kita sendiri, Indonesia. Meskipun baru setahun legal di Indonesia, rokok elektrik telah memiliki lebih dari satu juta pengguna.8 Sebagai perspektif, jika 250 orang dikumpulkan, setidaknya akan terdapat satu orang pengguna rokok elektrik. Angka tersebut tentunya sangat besar jika dibandingkan dengan pengguna rokok yang berjumlah 65 juta, padahal rokok sudah dilegalkan sejak puluhan tahun lalu.8 Jika tidak ditindaklanjuti, jumlah pengguna rokok elektrik akan terus meroket tiap tahunnya. 

Untuk saat ini, regulasi rokok elektrik masih terbatas pada bea dan cukai.9 Belum ada payung hukum yang mengatur tentang regulasi produksi liquid, perangkat, ataupun pengguna rokok elektrik.10 Bahkan, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) mendorong pemerintah untuk membuat regulasi ini.11 Hal ini dilakukan agar para produsen, penjual, maupun pengguna rokok elektrik dapat merasa aman, tanpa takut melanggar hukum maupun melakukan hal yang dapat memperburuk kesehatan.11 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun