Mohon tunggu...
Ken Terate
Ken Terate Mohon Tunggu... Administrasi - Penenun Kata

Ken Terate adalah pekerja teks komersial. Ia tinggal di Yogyakarta. Kebahagiaannya tersangkut pada keluarga kecilnya, secangkir teh, buku, drama, dan obrolan ringan.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Bertahan Bersama dalam Badai Pandemi

19 Januari 2021   18:27 Diperbarui: 19 Januari 2021   18:33 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangankan tumbuh, hidup aja nggak. Padahal banyak yang bilang, mint gampang tumbuh. Gampang pala lo, batin saya emosi. Setelah coba saya sekali lagi --justru di masa pandemi---mint akhirnya berbelas kasihan pada saya dan tumbuh dengan cantiknya.

"Kamui baik-baik saja?" Lagi-lagi suami bertanya saat saya sibuk baking. Baking juga bukan 'my cup of tea'. Oven menyala setahun sekali pas lebaran. Itu juga buat mannggang kue yang itu-itu aja; kastengel. Tapi di masa pandemi, saat jajan pun rada susah, ya terpaksalah saya rajin dikit ke dapur. Ini juga buat selingan pas otak saya udah jenuh.

Suami di sisi lain selalu punya proyek di rumah. Awalnya ia kembali berkebun sayur. Lalu akhir-akhir ini, dia mewujudkan impian anak-anak memelihara kelinci! Suami bikin kandang sendiri --berminggu-minggu, dicicil dikit demi dikit--. Ia juga belajar dari internet macam-macam hal terkait kelinci.

Proyek merawat kebun tetap ia jalani sebisa-bisanya; kadang rasanya konyol sekali. Batu bata yang udah digeser ke sini, dipindah ke sana esok harinya. Pohon pisang yang udah tumbuh baik di tengah dicabut dan dipindah ke pinggir.

Oya, satu lagi kebiasaan baru yang terbangun: sepedaan bersama tiap Minggu pagi. Nggak kebayang deh, bisa sepedaan rutin meski seminggu sekali bila nggak ada pandemi. Ini kegiatan yang jarang kami lewatkan dan membuat anak-anak sedih bila hujan turun di Minggu pagi.

Sebagian besar 'proyek pandemi' bisa kami petik hasilnya. Sayur mayur segar non pestisida tersedia langsung dari kebun. Anak-anak belajar banyak lewat merawat kelinci-kelinci imut.  


Ilmu masak saya juga nambah dikit-dikit. Tapi sebagian besar, harus saya akui, memang kurang kerjaan dan buang-buang energi alias merepotkan diri sendiri.  Beli makanan jadi, apa sih susahnya? 

Kenyataannya, dimsum yang buat keras dan nggak seenak bayangan. Kukis yang saya panggang gosong. Kandang yang dibikin suami ternyata ada salah-salah juga konstruksinya.  Benih jagung yang ia tanam juga diserang hama.

Buat apa coba menanam tomat saat kami bisa membelinya dengan murah? Kewarasan. Itu yang kami kejar. Semua kegiatan itu terutama membuat kami sibuk. Kami nggak terus-menerus terfokus pada segala kecemasan akibat pandemi. Kami menemukan hal-hal baru terkait diri kami masing-masing. Kami menjaga jarak sekaligus terhubung. 

Saat saya mencoba resep baru, saya seperti sedang menyepi, namun tetap merasakan dukungan ketika pasangan dan anak-anak mengatakan masakan saya enak (andai mereka bohong, saya terima deh dibohongi). Saat masing-masing pribadi merasakan kebahagiaan, tak sulit saya pikir menjaga hubungan dengan individu lain.  

Setiap pasangan tentu punya trik tersendiri untuk menjaga keharmonisan. Sebagian menyegarkan diri dengan menginap di tempat wisata yang relatif sepi. Sebagian rutin nonton film/main game/nyanyi/olahraga bareng. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun