Mohon tunggu...
kenny aulia jasmine
kenny aulia jasmine Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga

Hai, aku lagi belajar nulis dan ini blog pertamaku. Aku akan senang jika teman-teman berkenan memberikan komentar sebagai kritik dan saran nya terhadap tulisan ku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam yang Tak Pernah Usai

4 September 2025   18:00 Diperbarui: 5 September 2025   19:50 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit mulai meredup, matahari perlahan pergi meninggalkan gadis kecil berrambut dengan gaun birunya.

Raut wajah yang semula terlihat ceria, kini mulai terlihat murung. Rasa kecewa mulai menyelimuti. Ia berdiri dengan tatapan yang tak teralihkan dari sebrang jalan. Hampir 1 jam ia tak bergeming.

Tepat disaat ia ingin menyerah, senyumnya kembali merekah. Terlihat dari arah berlawanan, sesosok pria yang sedari tadi ia tunggu akhirnya datang.

Bola matanya terlihat berbinar bahagia. Ia melambaikan tangannya sambil berteriak. 

"Ayaaahh!!" ia berlari menuju Ayahnya.

Baginya sang Ayah adalah cinta pertama saat dia membuka mata untuk melihat dunia. Tidak ada hal yang paling membahagiakan selain menyambut kepulangan Ayahnya.

Dan, satu bungkus coklat menjadi hadiah yang paling istimewa dan ditunggu-tunggu. Bagi sang Ayah tidak ada yang lebih berharga selain anak semata wayangnya.

Rasa cinta yang senantiasa tumbuh mengiringi gadis kecilnya. Tidak peduli seberapa lelahnya ia bekerja, kehadiran buah hatinya lah yang mampu memberikan semangat.

Ayah langsung memeluk Gadis kecilnya. Pelukan yang dipenuhi rasa cinta membuatnya terasa hangat. Si gadis menggenggam erat tangan Ayahnya dan berjalan bersama munuju rumah.

"Ayah, malam ini, sebelum tidur, aku ingin mendengarkan kisah Cinderella!" rengeknya dengan tatapan memohon.

"Tentu saja, Tuan Putriku, Ayah akan menceritakan kisah Cinderella, malam ini," jawab Ayah sambil mengelus rambut anaknya.

Keesokan harinya, semua orang yang ada di rumah disibukkan dengan melakukan berbagai persiapan untuk menyambut hari Natal. Pohon cemara yang dihias dengan berbagai aksesoris, berdiri di sudut ruang keluarga. Lengkap dengan beberapa kado di bawahnya.

Aroma sedap dari kue yang baru saja keluar dari oven memenuhi ruangan. Ibu membuat beberapa makanan yang menjadi ciri khas dan favorit keluarga kecil itu setiap perayaan Natal.

Saat Ayahnya sedang menyusun lampu-lampu hias di dinding ruang keluarga. Si gadis berlari kecil sambil memegang gaun berwarna pink dengan hiasan bunga mawar merah.

"Ayah, aku cantik nggak kalau pakai ini?" matanya berbinar penuh harap.

Sang ayah tersenyum. Ia pura-pura menatap serius, seolah sedang menilai.

"Hmm... Ayah yakin, gaun ini memang diciptakan cuma buat kamu."

Si gadis terkekeh. "Jadi aku udah kayak Cinderella, kan, Ayah?"

Ayahnya mengacak rambut ikalnya dengan penuh sayang.

"Cinderella siapa? Nggak ada yang bisa ngalahin cantiknya anak Ayah."

Langit sudah mulai gelap semua persiapan sudah selesai disiapkan. Rasa tidak sabar menunggu hari esok. Agenda rutin yang dilakukan setiap tahunnya akan dimulai di esok pagi.

Mulai dari pergi ke tempat beribadah, kemudian kembali ke rumah untuk menyantap makanan khas yang telah disiapkan ibu, bertukar hadiah hingga menonton film favorit bersama.

Anak itu sudah berbaring di atas kasurnya, bersiap untuk tidur. Kecupan penuh kasih sayang dari Sang ayah kepada anak gadisnya sebagai bekal tidur.

"Selamat malam anak cantik ayah, mimpi indah ya sayang," anak itu tersenyum dan mulai memejamkan matanya.

Ayah mematikan lampu kamar sambil menutup pintu kamar. Rasa lelah setelah menyiapkan semua persiapan membuat Nina tidur lebih awal. 

Di tengah malam saat pergantian hari, tiba-tiba Ayah dibangunkan dengan rasa sesak di dadanya. Rasa nyeri bagian ulu hati tak tertahankan. Sang ibu ikut terbangun melihat suaminya tengah menahan rasa sakit dan terengah-engah. 

Di tengah rasa panik, Ibu mencoba untuk tetap tenang. Ibu bergegas memakai jaket dan meraih kunci mobil. Menuntun suaminya perlahan menuju mobil, dengan kecepatan tinggi Ibu membawa Ayah menuju rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit sang ibu membantu suaminya untuk turun dari mobil sambil memanggil perawat yang sedang berjaga. Terlihat wajah sang ayah yang semakin pucat. Keringat membasahi telapak tangan sang ayah, padahal malam itu suhunya cukup dingin. Bahkan ibu yang menggunakan jaket tebal tetap merasakan dingin. 

Berbagai tindakan dilakukan oleh para dokter dan perawat, dengan perasaan cemas sang ibu mencoba untuk tetap kuat dan senantiasa memanjatkan doa, berharap kebaikan Tuhan untuk sang suami. 

***

Dalam lelapnya, ia tengah bermain kejar-kejaran di sebuah taman indah bersama Ayahnya. Ia mengenakan gaun yang sore hari tadi sempat dia tunjukkan, gaun berwarna pink dengan ornamen bunga mawar merah. Sedangkan Ibu duduk di kursi sambil tersenyum bahagia mengawasi anak gadis dan suaminya sedang bermain. 

Suara canda tawa yang begitu terdengar nyaring di antara mereka. 

"Nak, kamu tahu kan Ayah sangat menyayangi kamu, Ayah berharap kamu bisa tumbuh menjadi gadis yang bijaksana dan bermurah hati, maafkan Ayah belum bisa menjadi Ayah yang bisa diandalkan setiap saat," ayah menggenggam tangan anak dengan senyuman penuh makna.

"Ayah, kenapa ayah menangis? apa yang membuat ayah sedih?" ia menatap heran ayahnya.

"Ayah ngga sedih kok, ini air mata bangga melihat kamu, Nak," ayah memundurkan posisi.

"Nak, hari ini kamu lanjut bermain sama Ibu ya!'

"Tidaak, aku maunya main sama Ayah,"

***

Tiiiiiittttttt.........

"Tanggal 25 Desember 2024, pukul 02.10 WIB saya menyatakan, Rudi Asmono meninggal dunia," kalimat terakhir yang diucapkan Dokter, setelah melakukan berbagai tindakan untuk menyelamatkan pasiennya.

Gadis kecil itu berdiri depan pintu kamar, memandang sekelilingnya dengan penuh kebingungan.

Kenapa ramai sekali orang di rumah? Siapa mereka? Kenapa semua orang menangis? Kenapa doa yang dipanjatkan kali ini berbeda dengan natal tahun lalu? Kenapa tidak ada yang membantuku mengenakan gaun yang sudah disiapkan kemarin? Kenapa ada kotak besar sekali berwarna putih di ruang tamu? Apakah itu kado? Kado milik siapa itu, besar sekali! Kenapa ibu hanya duduk termenung? Kemana papa, kenapa tidak terlihat sedari tadi?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun